NovelToon NovelToon
Serious? I'M Not A Hero!

Serious? I'M Not A Hero!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Mengubah Takdir
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: ex

Kim Tae-min, seorang maniak game MMORPG, telah mencapai puncak kekuatan dalam dunia virtual dengan level maksimal 9999 dan perlengkapan legendaris. Namun, hidupnya di dunia nyata biasa saja sebagai pegawai kantoran. Ketika dunia tiba-tiba berubah akibat fenomena awakening, sebagian besar manusia memperoleh kekuatan supranatural. Tae-min yang mengalami awakening terlambat menemukan bahwa status, level, dan item dari game-nya tersinkronisasi dengan tubuhnya di dunia nyata, membuatnya menjadi makhluk yang overpower. Dengan status dewa dan kekuatan yang tersembunyi berkat Pendant of Concealment, Tae-min harus menyembunyikan kekuatannya dari dunia agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Di tengah kekacauan dan ancaman baru yang muncul, Tae-min dihadapkan pada pilihan sulit: bertindak untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, atau terus hidup dalam bayang-bayang sebagai pegawai kantoran biasa. Sementara organisasi-organisasi kuat mulai bergerak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Iron Revenant

Ruangan es itu sunyi seketika setelah ledakan Spirit Gun. Sebuah lubang besar, sempurna seperti donat, menganga di perut White Snow Monkey King. Aku hampir tertawa melihat betapa ironisnya itu. Seekor bos raksasa yang penuh wibawa, sekarang tergeletak dengan lubang di tubuhnya seperti... snack pagi. Bahkan, mungkin lebih cocok jadi donat goreng besar.

“Kau tahu nggak, donat itu biasanya enak kalau ada topping gula di atasnya,” gumamku sambil mendekati tubuh raksasa itu, kepalanya sudah menghadap ke arah lain, mati tanpa bisa berkata-kata. "Sayangnya, kau lupa tambahin gula. Makanya, nggak bisa bertahan lama."

Sambil mengayunkan kaki, aku berjalan ke arahnya, menatap lubang bulat sempurna yang kugali di tubuhnya. Tanganku masih terasa berdenyut setelah meluncurkan Spirit Gun barusan, tapi... entah kenapa, aku nggak terlalu peduli. Hanya sedikit antusias berlebih yang tersisa di otakku.

“Kukira bos-bos seperti kau bakal punya trik cadangan. Eh, ternyata cuma modal badan besar doang. Seperti gorila yang kebanyakan makan nasi uduk,” kataku sambil melirik tubuhnya yang besar. “Ngomong-ngomong, apa ada bonus tambahan buat ngalahin donat raksasa?”

Aku mendesah, lalu berjalan menuju takhta es tempat monyet ini tadi duduk. Kursi itu masih berdiri megah, dingin, dan memancarkan aura misterius—meski nggak sekeren yang kubayangkan. Seolah-olah takhta itu menunggu seseorang untuk mendudukinya.

“Mungkin memang udah saatnya aku ambil alih. Lagi pula, aku kan juga rajanya dulu—di dunia game,” kataku sambil tertawa kecil. Tanpa pikir panjang, aku duduk di atas takhta es itu.

“Ah, sial,” ucapku sambil mengusap pantat. "Dingin juga, ya. Tapi, nggak terlalu buruk dibanding tempat duduk kereta tadi."

Aku menyandarkan diri, menatap ke arah tubuh White Snow Monkey King yang tergeletak dengan lubang di perutnya. “Kau seharusnya lebih hati-hati, bro. Kalau lubangnya lebih kecil, mungkin kau bisa daftar jadi... donat mini.”

Lagi-lagi, aku tertawa sendiri. Membayangkan bos besar ini jadi menu spesial di kafe dekat rumah membuatku geli. "Donat es dengan isian listrik. Spesial hari ini!"

Aku menendang-nendang sedikit dengan santai di atas takhta. Ruangan es ini, meskipun terasa dingin, cukup nyaman jika kau terbiasa dengan suhu beku. Tapi, satu hal yang jelas: dekorasinya payah.

"Siapa sih yang mikir ruang penuh es begini bagus? Ini membosankan. Kau butuh sesuatu yang lebih hidup," kataku sambil melirik patung-patung es yang berdiri kaku di sudut ruangan. “Sedikit poster anime mungkin bisa menambah kesan hangat. Mungkin poster Yusuke Urameshi, dia bisa ngasi tips soal donat-donat seperti ini.”

Aku duduk lebih tegak dan mulai memikirkan hal-hal lain. "Hye Rin pasti masih di luar sana, main game di ponselnya atau apa pun itu yang dia lakukan. Apa dia bakal kagum kalau tahu aku mengalahkan bos ini dengan satu serangan? Mungkin aku akan bilang kalau itu cuma latihan ringan."

Namun, tiba-tiba perasaanku terusik. Ini terlalu sepi.

“Kau tahu, bos. Kalau saja kau bisa bicara, pasti kau bakal protes habis-habisan soal cara aku membunuhmu,” kataku pada si monyet raksasa yang diam membisu. “Tapi, hei, begitulah hidup. Kadang kau jadi raja, kadang kau jadi donat raksasa dengan lubang besar di perutmu.”

Aku tertawa lagi, kali ini sedikit lebih kencang.

Saat aku masih nyaman duduk di takhta es, menikmati dinginnya yang menusuk pantat, tiba-tiba terdengar suara pintu besar berderit. Aku menoleh, dan tentu saja, pintu bos terbuka lebar. Aku menghela napas panjang, berpikir ini pasti akan menyebalkan.

Sosok tinggi besar berbalut armor hitam pekat melangkah masuk. Wajahnya tertutup helm yang terlihat seperti terbuat dari besi tua yang berkarat. Di belakangnya, ada beberapa orang berbaju serba hitam dengan wajah dingin dan tatapan penuh kebencian. Jelas, mereka bukan tipe orang yang datang untuk berteman.

“Oh, lihat siapa yang datang. Parade badutnya sudah sampai,” gumamku pelan sambil tetap duduk santai di takhta.

Iron Revenant, sebutan buat si besar di depan sana, berjalan masuk dengan langkah berat. Suara sepatunya menggema di seluruh ruangan es, dan aura gelap yang dia bawa hampir menyesakkan.

“Kukira kau yang membuat kerusakan ini,” ucapnya dengan suara yang dalam dan berat. "Sudah banyak korban yang jatuh dalam gate ini, tapi kau berhasil bertahan sampai ke sini."

Aku hanya menatapnya malas dari atas takhta. “Jadi, kalian yang membuat gate ini nggak stabil? Berarti semua orang yang hilang itu karena ulah kalian, ya? Hebat sekali... Bukan."

Iron Revenant tertawa kecil, suara tawanya terdistorsi oleh helm besinya. “Kau berhasil mengalahkan White Snow Monkey King. Tak kusangka ada orang seperti dirimu di luar sana.”

Aku mengangkat alis. "Oh, pujian dari orang yang suka bikin masalah. Terima kasih, aku akan masukkan itu ke resume-ku nanti. 'Dipuji oleh badut besar berarmor besi.' Kedengarannya keren, ya?"

Iron Revenant menghentikan tawanya sejenak, tatapannya tajam di balik helmnya. “Tapi, ada satu hal yang lebih penting dari semua ini... Jadi, kamu yang membunuh Cho Kyung-Min, si Necromancer?”

Aku menyeringai, menatapnya dengan penuh kepuasan. “Ah, si tukang bangkit-bangkitin mayat itu? Iya, aku yang memulangkan dia ke alam baka untuk kedua kalinya. Kau tahu, necromancer sepertinya selalu lupa bahwa ada hal yang disebut kematian permanen.”

Mata Iron Revenant terlihat semakin menyala-nyala di balik helmnya. “Kau cukup kuat untuk mencapai sejauh ini, dan berhasil mengalahkan bos. Tapi, tak peduli seberapa kuat kau, pada akhirnya, kau hanya akan mati seperti yang lain.” Suaranya terdengar angkuh, penuh percaya diri.

Aku mengangkat tangan, memotong omongannya dengan cepat. “Bla, bla, bla... Terlalu banyak ngoceh, kamu ini. Kau tahu, nggak ada yang suka ceramah panjang lebar dari orang yang jelas-jelas bukan gurunya.”

Iron Revenant menghentikan langkahnya, sedikit terkejut melihat aku dengan santai menghentikan pidato megahnya. Aku bangkit perlahan dari takhta es, merentangkan lengan dan bahu sejenak.

“Kau serius mau terus ngomong kayak presenter acara TV yang nggak punya rating?” tanyaku dengan senyum lebar. “Kita bisa potong langsung ke bagian di mana aku menghajarmu sampai mulutmu nggak bisa ngoceh lagi.”

Anak buahnya tampak mulai gelisah, mungkin merasa suasana mulai panas. Tapi Iron Revenant hanya diam, tampaknya menimbang-nimbang. Aura di sekitar ruangan berubah tegang, dan aku bisa merasakan intensitas pertempuran yang akan segera pecah.

“Baiklah, badut besi. Mari kita lihat seberapa kuat kau tanpa perlu terlalu banyak ocehan panjang lebar,” kataku sambil mulai merenggangkan jari-jari tangan.

Aku menguap malas sambil menatap Iron Revenant dan pasukan kecilnya. Sejujurnya, aku mulai merasa bosan dengan semua omong kosong ini. Apa mereka serius berpikir bisa menang? Sudah kubilang berkali-kali, tak ada gunanya lawan orang seperti aku. Tapi, namanya juga badut-badut, mereka nggak akan paham sebelum dipukul telak.

“Eh, aku kasih saran, deh,” kataku sambil berdiri tegap, menguap lagi seolah ini cuma gangguan kecil dalam hidupku. “Daripada maju satu-satu kayak antri di toko serba ada, kenapa kalian nggak maju semua saja sekaligus? Jujur, aku terlalu malas buat nanggepin kalian satu per satu.”

Aku mengacungkan jari tengahku ke arah Iron Revenant dengan senyum sinis di wajahku. "Ayo, biar selesai lebih cepat."

Iron Revenant tampak menggeram di balik helmnya, tangannya terkepal erat. “Kau berani menghina kami seperti ini?” bentaknya.

“Oh, aku nggak menghina. Aku cuma menghemat waktu kita semua.” Aku melambaikan tangan, memprovokasi mereka untuk maju. “Ayolah, kalian juga pasti punya hal yang lebih baik buat dilakukan, kan?”

Tanpa banyak kata lagi, Iron Revenant memberi isyarat dengan tangannya. "Hajar dia!"

Anak buahnya langsung bergerak cepat, mengepungku dari segala arah dengan senjata terhunus. Tapi, aku hanya tersenyum lebar. “Baiklah, kalian yang minta.”

Dengan gerakan santai, aku membuka inventoryku dan menarik pedang yang luar biasa besar, bersinar dengan aura magis yang mengerikan. Pedang legendaris: Heavenly Sword of Ragnarok. Begitu pedang itu keluar dari inventory, udara di sekitar kami bergetar seakan menghormati keberadaannya. Cahaya dari pedang itu memantul di dinding es, membuat ruangan ini semakin terlihat menakutkan.

“Aku jarang banget pakai ini karena... yah, ini berlebihan banget buat lawan remah-remah kayak kalian.” Aku tersenyum lebar, lalu melangkah maju dengan pedang di tangan.

Anak buah Iron Revenant menyerang tanpa ragu. Tapi, sebelum salah satu dari mereka bisa mendekat, aku mengayunkan Heavenly Sword of Ragnarok. Pedang itu bersinar terang seolah membelah langit. Dalam satu tebasan, udara berdesing tajam.

Shraakkk!

Suara pedangku melibas tubuh mereka, membuat ruangan ini sejenak dipenuhi teriakan ngeri. Dalam waktu yang hampir sekejap, tubuh mereka terbelah dua. Darah menyembur ke segala arah, mengotori lantai es yang tadinya begitu bersih. Mereka roboh satu per satu seperti boneka yang dipotong talinya. Mayat-mayat terpotong itu jatuh dengan suara tumpul, menumpuk di tanah dengan kengerian yang tak terbantahkan.

Hanya Iron Revenant yang berhasil menghindar tepat waktu, berkat refleks dan kecepatannya yang mengejutkan untuk orang seukurannya. Dia melompat ke samping, nyaris saja terkena tebasanku.

Aku menatapnya dengan senyum sinis. “Wah, hampir kena. Harus kuakui, refleksmu bagus untuk orang yang kelihatannya udah berkarat.”

Iron Revenant terdiam sejenak, tampaknya tak percaya bahwa aku baru saja memusnahkan anak buahnya dalam hitungan detik. Matanya menyala marah di balik helmnya.

“Kau… Kau akan membayarnya!” raungnya, jelas geram.

Aku hanya menghela napas, mengangkat pedangku lagi. “Dengar, badut besi. Kalau kau nggak mau mati kayak anak buahmu tadi, mungkin kau harus mulai pakai otakmu yang di dalam helm itu. Tapi, kalau kau tetep mau coba, ya aku siap bikin pertunjukan lagi. Pilihanmu.”

Iron Revenant tidak menjawab, tapi aku bisa merasakan aura kemarahannya semakin memuncak.

“Yah, terserah kau, deh.” Aku mengangkat bahu sambil menyiapkan Heavenly Sword of Ragnarok untuk babak selanjutnya. "Ayo, kita mulai babak baru ini. Semoga lebih seru dari yang tadi."

1
RYN
MC tentu op, okelah sebenernya, tapi kenapa kudu di sembunyi? saran sih, alur ceritanya jadi misteri aja. Menceritakan MC mencari tahu asal kekuatan nya, op karena alasan yang jelas lebih di sukai pembaca.

dah gitu aja.
Hanya Seekor Lalat: diawala doang, itu bab 9 kedepan udah gak nyembunyiiin lagi cmiwww
total 1 replies
RYN
kayaknya udah pernah ngomong gitu? ngulang kah?
Hanya Seekor Lalat: cuma penjelasan aja
total 1 replies
RYN
gak habis pikir sih ni karakter udah 4D, tau aja dia di dalam novel/Facepalm/
アディ
ntah lah aku ngerasa kayak, terlalu ber tele tele
アディ: iya sih toh mcnya terlalu op
Hanya Seekor Lalat: maaf ya, itu buat kebutuhan cerita, kalo gebuk gebuk end, kayak kurang enak buat dibaca
total 2 replies
Roditya
komen ya Thor. kayak baca narasi. terus dia nyembunyikan kekuatannya ini nggak jelas gitu alurnya kalo cuma takut jadi bahan percobaan. ya kan dia sudah paling kuat, kenapa takut.

kecuali.

dia punya musuh tersembunyi. demi nemuin musuhnya ini dia tetep low profile gitu. atau di atas kekuatan dia masih ada lagi yang lebih kuat yang membuat dunianya berubah makannya untuk nemuin harus tetep low profile dan itu di jelasin di bab awal. jadi ada nilai jualnya.
Hanya Seekor Lalat: siap, itu cuma di awal cerita aja dari mulai bab 6 kalo gak salah udah gak ada
Fendi Kurnia Anggara: thor cuman saran, kata author nya di hilangin aja biar lebih enak baca nga
total 9 replies
Leviathan
yu bruh, 3 like mendarat untuk mu, jgn lupa mampir juga di chat story ane dan tinggalkan like
Teh Oolong
colossal titan malah jadi shaitan
Andri Suwanto
kntl kata² setiap bab pasti di sebut 10 kali author apa coba kaga jelas
Raja Semut
malas dah
Hanya Seekor Lalat: malas kenapa?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!