Bertransmigrasi kedalam tubuh Tuan Muda di dalam novel.
Sebuah Novel Fantasy terbaik yang pernah ada di dalam sejarah.
Namun kasus terbaik disini hanyalah jika menjadi pembaca, akan menjadi sebaliknya jika harus terjebak di dalam novel tersebut.
Ini adalah kisah tentang seseorang yang terjebak di dalam novel terbaik, tetapi terburuk bagi dirinya karena harus terjebak di dalam novel tersebut.
Yang mau liat ilustrasi bisa ke IG : n1.merena
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Lirae.
Di kamar ibuku yang luas dan hangat, kami berdua duduk di meja makan, menikmati hidangan yang telah ia siapkan sendiri. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku akan merasakan masakan ibuku—suatu pengalaman yang selama ini hanya bisa kubayangkan. Aroma rempah dan daging yang dimasak perlahan memenuhi ruangan, membuat perutku bergejolak dengan antisipasi.
Kami makan dalam diam, tidak banyak bicara. Bukan karena canggung, melainkan karena inilah etika yang ditanamkan dalam keluarga bangsawan seperti kami—makan dengan tenang, menikmati setiap suap tanpa interupsi. Sesekali, aku melirik ke arah ibuku yang duduk di seberang meja, wajahnya tampak tenang, namun matanya menyimpan banyak cerita yang belum ia ucapkan.
Setelah makan selesai, ibuku memanggil pelayan untuk membereskan meja, sementara kami berpindah ke sofa yang empuk di dekat perapian. Api kecil yang menyala di perapian memberikan kehangatan tambahan, memperkuat suasana nyaman di antara kami. Aku duduk di samping ibuku, merasakan kehadirannya yang selama ini hanya menjadi bayangan dalam hidupku.
Aku menarik napas dalam, lalu memulai pembicaraan yang telah lama ingin kuutarakan. "Ibu, apakah kamu mengenal Lirae?"
Mendengar nama itu, raut wajah ibuku berubah. Ia terlihat sedikit terkejut, namun tak lama kemudian senyum lembut menghiasi bibirnya, seperti sedang mengenang masa lalu. "Lirae..." ucapnya pelan, suaranya seolah membawa kehangatan dari kenangan yang jauh. "Bagaimana kabar anak itu?" tanyanya dengan lembut, seolah berbicara tentang seseorang yang sangat berarti.
"Dia baik-baik saja, Ibu. Sebelum aku pergi, dia memintaku untuk menyampaikan salam kepadamu," kataku sambil tersenyum, mengingat bagaimana Lirae menyebutkan ibuku dengan penuh hormat dan kasih sayang.
"Syukurlah," kata ibuku, matanya berkaca-kaca sedikit, entah karena lega atau rasa rindunya yang tertahan selama bertahun-tahun. "Bagus jika dia aman dan sehat."
Aku menatap ibuku lebih dalam, dan akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Memangnya dia siapa, Ibu?"
Ibuku terdiam sejenak, menatap ke arah jendela yang memancarkan sisa cahaya matahari senja. Lalu, dengan senyum nostalgia, dia mulai bercerita. "Dia adalah anak dari pelayan yang telah bersama ibu sejak lama. Pelayan ibu itu bertemu dengan seorang pria dari keluarga Nightshade ketika ibu dan ayahmu pertama kali bertemu. Cinta mereka terjadi begitu cepat, mungkin itu yang disebut takdir."
Ibuku menghela napas panjang, seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan. "Namun, keluarga Nightshade saat itu sangat menjunjung tinggi sistem endogami. Mereka tidak mengizinkan pernikahan di luar lingkaran keluarga. Ayahmu masih terlalu muda dan nakal untuk menentang aturan itu. Karena itu, pelayan ibu dan pria dari Nightshade itu diburu."
Aku mendengarkan dengan saksama, bisa merasakan beratnya cerita ini. Suara ibuku semakin pelan, namun jelas. "Pelayan ibu, yang tengah mengandung, akhirnya melahirkan... namun ia meninggal saat melahirkan. Sedangkan prianya dieksekusi oleh Tuan Besar Nightshade saat itu."
Ibuku menunduk, suaranya terdengar lirih. "Ayahmu, yang menyaksikan semua itu, menjadi sangat marah dan bersumpah untuk menggulingkan ayahnya sendiri. Itulah awal mula bagaimana ayahmu menjadi Tuan Besar. Ia membunuh ayahnya dalam kesedihan yang mendalam."
Aku terdiam, membiarkan semua informasi itu meresap. Ini adalah cerita yang selama ini hanya pernah kudengar secara singkat dari ayahku, dan sekarang ibuku memberikannya lebih banyak warna.
"Anak yang dilahirkan pelayan ibu itu adalah Lirae," lanjutnya, wajahnya kembali melembut. "Ibu yang membesarkannya. Tidak ada orang tua yang tersisa untuknya, jadi ibu merawatnya seolah-olah dia adalah putri ibu sendiri."
Aku mengangguk pelan, mulai memahami lebih banyak tentang hubungan yang dimiliki ibuku dengan Lirae.
"Ibu merawatnya bahkan ketika ibu sedang mengandungmu. Saat itu, tidak ada seorang pun dari keluarga Darius yang tahu ibu sedang mengandungmu. Lirae selalu berada di samping ibu, bersama ibu dengan penuh kasih. Dia seperti Malaikat kecil yang menenangkan hati."
Ibuku tersenyum sedikit, lalu melanjutkan dengan suara yang penuh kasih sayang. "Karena ibu harus menyembunyikan kelahiranmu, setelah kamu lahir, ibu langsung menyerahkanmu kepada Damian. Lirae, yang saat itu baru berusia satu tahun, masih berada di pelukan ibu. Tapi ibu tidak bisa menyerahkan Lirae ke keluarga Nightshade. Ibu takut sesuatu yang buruk akan menimpanya. Jadi, dengan persetujuan ayahmu, ibu merawat Lirae hingga dia berusia lima belas tahun, seolah-olah dia adalah putri ibu sendiri."
Ada sedikit tawa dalam suaranya saat dia menambahkan, "Kamu bisa menganggap Lirae sebagai kakak perempuanmu."
Aku tersenyum kecil, terhibur oleh candaan ibuku meskipun cerita ini begitu berat. Namun, senyuman itu segera berubah menjadi keharuan saat ibuku melanjutkan.
"Ibu sering menceritakan tentangmu kepada Lirae. Meskipun ibu belum pernah bertemu denganmu, ibu selalu bercerita. Lirae mendengarkan dengan senang hati, dan kadang dia berkata bahwa suatu hari nanti, dia akan merawatmu seperti adik kecil yang berharga."
Aku bisa merasakan kehangatan di hatiku saat mendengar kata-kata itu. Ternyata, Lirae sudah mengenalku jauh sebelum kami bertemu. Dalam bayangannya, dia sudah menganggapku seperti keluarga.
"Ketika Lirae berusia lima belas tahun, ayahmu akhirnya memutuskan sudah saatnya dia kembali ke keluarga Nightshade. Lirae setuju, meski berat baginya untuk berpisah. Begitulah kami berpisah," lanjut ibuku, suaranya sedikit serak, penuh dengan kerinduan yang belum terucapkan.
Aku hanya bisa tersenyum kecil, meresapi cerita yang baru saja disampaikan oleh ibuku. Kami berdua akhirnya terus berbicara panjang lebar tentang banyak hal—tentang masa lalu, tentang Lirae, tentang keluarga dan berbagai hal lainnya. Perlahan-lahan, langit di luar mulai gelap, dan malam pun tiba tanpa kami sadari.
the darkest mana
shadow mana
masih ada lagi tapi 2 itu aja cukup