keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Kelas Gus Zidan
Aza baru saja melangkah keluar dari ruang ustad, menghela napas lega seolah baru saja keluar dari sebuah drama yang melelahkan. Namun, begitu ia mulai berjalan meninggalkan ruangan itu, dari kejauhan ia melihat sosok Farah yang langsung memperhatikannya dengan tatapan penuh penasaran.
Ahhhh, kenapa dia lagi sih ...., batin Aza merasa kesal.
Wajah Farah tampak berbinar-binar ketika ia segera mendekat. "Habis kena marah ya, Za? Pantesan mukamu pucat gitu," ujar Farah dengan nada mengejek, senyum kemenangan tergurat jelas di wajahnya.
Aza mendengus pelan, merasa malas menanggapi Farah. Ia memutar bola matanya dengan jengah, mencoba mengabaikan celetukan temannya itu. Tapi, seperti biasa, Farah tidak menyerah begitu saja.
"Apa tadi Gus Zidan ngomongin soal kitabmu yang kosong itu? Kan udah aku bilang, jangan kebanyakan tidur di kelas. Sekarang kan rasain, kena marah," lanjut Farah, kali ini sambil melipat tangan di dada, merasa puas dengan dugaan-dugaannya.
Aza menghentikan langkahnya sejenak, menatap Farah dengan wajah datar. "Mbak Parah, kalau pun aku kena marah, itu urusanku. Nggak ada hubungannya sama mbak Parah. Bagaimana kalau yang terjadi di dalam malah sebaliknya?," katanya santai, meskipun dalam hati, Aza masih merasakan debaran kecil akibat interaksi barusan dengan Gus Zidan.
Farah tertawa kecil. "Ha ha ha, jangan bermimpi terlalu tinggi ya, Bagaimana aku tidak berpikir seperti itu, santri lain pun kalah melihat wajahmu yang pucat itu sudah pasti mengatakan hal yang sama seperti yang aku katakan,"
"Memang kelihatannya bagaimana?" tanya Aza santai.
"Kelihatannya kamu ketakutan gitu keluar dari ruangan. Aduh, Aza... Awas aja besok-besok kalau Gus Zidan makin sering manggil kamu ke ruang ustad. Aku sih udah siap-siap denger kamu kena hukuman lebih berat," ejeknya lagi sambil tersenyum lebar.
Aza mendesah panjang, merasa semakin lelah. "Mbak Parah, serius deh. Mbak Parah nggak capek ya ngegosip terus? Ada hal lebih penting buat dipikirin daripada mikirin aku kena marah atau nggak," jawabnya, lalu mempercepat langkah, meninggalkan Farah yang masih terus memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu.
Dalam hati, Aza bersyukur Farah tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan tadi.
Sembari terus berjalan, ia tak bisa menahan senyuman kecil yang muncul di wajahnya saat teringat momen canggung bersama Gus Zidan.
Sesampai di kamar, Aza dengan cepat menghampiri teman-temannya dan pertanyaan soal isi dari kitab yang baru mereka pelajari.
"Serius kamu nggak tahu?" tanya Nisa serius.
Aza menggelengkan kepalanya, kemudian Nisa segera mengambil kitabnya sendiri dan membacakannya untuk Aza membuat Aza membulatkan bibirnya tidak percaya.
Pantas saja Gus Zidan semangat sekali kasih tahunya, dia ih ngeres juga ....
***
Hari itu, masih seperti hari kemarin. Gus Zidan masih harus menggantikan ustad Rahman mengajar.
A begitu malas ke kelas, ia masih enggan bertemu dengan Gus Zidan, entah kenapa ada rasa yang aneh saat bertatapan langsung dengan pria itu. Dan ini akan berlangsung hingga beberapa hari ke depan. Ia sudah bisa membayangkan kejadian-kejadian canggung yang bakal terjadi.
"Kenapa harus Gus Zidan sih yang gantiin?" gumam Aza sambil bersandar di tembok, memandang teman-temannya yang sudah mulai masuk kelas. "Nggak ada ustad lain, apa?"
"Justru bagus Za, kita jadi semangat." sahut Rahma yang duduk di sebelahnya.
"Apa bagusnya," gumamnya lagi.
"Sudah yuk masuk. Gus Zidan sudah masuk tuh." ucap Rahma sambil menarik tangan Aza membuat Aza menyerah dan terpaksa ikut masuk.
Saat Aza memasuki ruang kelas, Gus Zidan sudah berdiri di depan, dengan kitab kuning terbuka di meja.
"Assalamualaikum , gus. Maaf kami termabat." ucap Rahma sambil menunduk.
"Waalaikumsalam, masuk dan segera duduk."
"Terimakasih, gus."
Mereka pun segera mencari tempat duduk kosong yang kebetulan berada di belakang.
Tatapan mata Gus Zidan sesekali melirik Aza yang baru saja duduk di bangkunya.
"Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini," ucap Gus Zidan dengan nada tenang, tapi Aza merasa seolah ada arti tersembunyi di balik kalimat itu. Matanya terfokus pada kitabnya, meskipun pikirannya melayang ke pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan Gus Zidan.
Seperti biasa, Aza mencoba untuk memperhatikan pelajaran, tapi matanya selalu sulit untuk diajak kompromi.
Ia sudah berniat membuka kitab dan benar-benar membacanya. Namun, Aza terlalu lelah sepertinya.
Tapi rasa kantuknya segera hilang saat mendapat pandangan tajam Gus Zidan yang sepertinya tidak ingin melepaskan Aza begitu saja.
"Saudari Aza," panggil Gus Zidan tiba-tiba, membuat Aza terkejut.
"Eh, iya, Gus?" jawab Aza gugup, menegakkan tubuhnya dan berpura-pura melihat kitab.
"Coba jelaskan sampai mana terakhir kita pelajari dalam bab ini," pinta Gus Zidan, matanya tajam memperhatikan Aza.
Aza dengan cepat melirik kitabnya, berusaha mengingat-ingat. "Sampai... uh, halaman... 10?"
Senyum tipis muncul di wajah Gus Zidan. "Halaman 10? Bukankah kemarin kamu bilang baru sampai halaman 15?"
Aza langsung tersentak, wajahnya memerah. Teman-temannya mulai menahan tawa di belakang, dan Aza ingin sekali menghilang dari pandangan mereka semua saat itu juga.
Ahhh, kenapa aku terlalu pelupa sih ....
Gus Zidan kembali tersenyum. "Konsentrasi, ya. Jangan sampai ketinggalan materi."
Aza mendengus dalam hati, merasa semakin jengah. "Bisa nggak sih sehari aja tanpa drama sama Gus Zidan?" pikirnya sambil pura-pura serius memandang kitab di hadapannya.
Di tengah konsentrasinya memperhatikan penjelasan Gus Zidan, Aza mulai menyadari sesuatu yang membuatnya merasa risih. Bukan hanya dirinya yang merasa tertekan dengan kehadiran Gus Zidan di kelas. Namun, yang lebih mengganggunya adalah bahwa sebagian besar santri perempuan justru tidak memperhatikan materi yang diajarkan. Mereka tampak lebih fokus pada sosok Gus Zidan, yang duduk di depan kelas dengan wibawa dan ketenangannya.
Satu demi satu, Aza melihat teman-temannya tersenyum tipis, saling berbisik, dan memandang Gus Zidan dengan tatapan penuh kekaguman. Ada yang bahkan sesekali membenarkan kerudung atau merapikan penampilan saat Gus Zidan melihat ke arah mereka. Hal ini membuat Aza semakin gelisah.
"Ya ampun, mereka pada serius ngeliatin Gus Zidan, bukan kitabnya," pikir Aza sambil mengerutkan kening. Ia berusaha tetap fokus pada kitab kuning di depannya, tapi pandangan teman-temannya yang terus menerus memperhatikan Gus Zidan membuatnya jengah.
"Emangnya nggak ada hal lain yang bisa dipikirin selain ngeliatin Gus Zidan, ya?" Aza mengedumel dalam hati. Ia semakin terganggu dengan cara santri lain berbisik-bisik dan menatap Gus Zidan, seolah Gus Zidan adalah tokoh utama dari film romantis yang mereka idamkan.
Saat pandangan Gus Zidan menyapu seluruh kelas, Aza berusaha keras untuk tidak tertangkap basah memikirkan hal itu. Ia berpura-pura menulis catatan, padahal pikirannya terus terisi oleh keluhan dalam hati.
"Aku nggak percaya, apa sih yang sukai dari Gus Zidan? Mereka sampai segitunya sama Gus Zidan... Apa nggak ada hal lain yang lebih penting daripada ngefans sama ustad sendiri?" pikirnya lagi. Kejengkelan dalam dirinya semakin bertambah setiap kali ia mendengar tawa kecil atau bisikan di antara teman-temannya.
Di tengah kebingungannya, Aza semakin yakin satu hal: kelas ini terasa seperti medan perang batin yang berbeda. Bukan soal pelajaran atau materi kitab, melainkan soal siapa yang bisa menarik perhatian Gus Zidan. Dan itu membuatnya semakin merasa tak nyaman berada di tengah situasi ini.
"Ini beneran nggak masuk akal," Aza menghela napas dalam hati, lalu menunduk lebih dalam, berharap pelajaran segera berakhir.
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....