Ranti terpaksa harus mengakhiri pernikahannya dengan lelaki yang ia cintai. Niat baiknya yang ingin menolong keponakannya berbuntut peperangan dalam rumah tangganya.
Lalu bagaimana akhir dari cerita ini?
Yuk kita simak ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Perang Dingin
Bab 34. Perang Dingin
Pov Author
Sesekali Ranti melirik pada handphonenya. Ranti menggigit bibir bawahnya sambil merenung duduk di depan teras Mess suaminya. Ia merasa Pram masih menyembunyikan sesuatu berdasarkan feelingnya. Meski handphone Pram telah ia selidiki isinya, namun ia tidak menemukan apa-apa disana.
"Kok sendirian disini sayang?" Pram datang dan duduk di sebelah Ranti.
Hening untuk beberapa saat karena Ranti tidak menanggapi ucapan Pram.
"Kamu masih marah?" Tanya Pram lagi.
Ranti memang tidak bisa menuduh Pram karena bukti yang ia temukan kurang kuat. Namun Ranti percaya, Tuhan tidak tidur dan akan menunjukan keburukan suaminya bila memang ada yang suaminya tutupi.
"Mas, biakan aku sendiri!"
"Tapi kamu belum makan sayang, ini sudah menjelang siang. Makanlah, kan kamu sudah repot masak tadi." Ujar Pram.
Sejujurnya, Pram memang mengkhawatirkan kesehatan Ranti yang belum menyentuh makanan sama sekali. Walau bagaimana pun ia masih mencintai Ranti meski berselingkuh dengan Menur.
"Mas tolong, aku ingin sendiri!"
"Maafkan aku sayang, seharusnya aku segera memberitahu padamu sandi itu agar kamu tidak salah paham begini. Dan seharusnya, aku menutup celah agar tikus tidak masuk ke rumah ini." Kilah Pram yang tidak ingin Ranti marah lebih lama lagi padanya.
Ranti yang tadinya menatap lurus kedepan, mengalihkan pandangannya ke samping dimana Pram tidak terlihat disana. Sungguh ia belum bisa meredam rasa kecewa dan marahnya karena perkataan Pram masih terasa janggal di hatinya.
Pram menghela napas berat melihat Ranti yang bersikeras atas keinginannya. Ia pun akhirnya menuruti Ranti dan meninggalkan istrinya itu di teras sendirian.
Begitu Pram masuk ke dalam, Ranti beranjak dari duduknya. Ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar agar emosi dihatinya segera mereda dan pikirannya lebih tenang.
Terdengar bunyi notif handphone saat Ranti sudah melangkah meninggalkan Mess suaminya. Ia segera melihat, namun ternyata notif itu adalah pesan dari grup kantornya sendiri. Tidak lama, notif pesan kembali berbunyi dan Ranti sekali lagi segera melihat pesan yang masuk itu, dan lagi-lagi Ranti kecewa karena yang masuk juga pesan grup kantor suaminya.
Ranti membuang napas berat. Pandangannya kini lurus kedepan sambil memasukan handphone di saku celana panjang yang ia kenakan. Pikirannya benar-benar sedang kacau sekarang.
"Mau kemana Mbak? Warga baru disini ya?" Tanya seorang ibu-ibu menyapa Ranti.
Ranti mencoba tersenyum ramah.
"Pengen jalan-jalan sekitaran sini saja Mbak. Saya hanya pendatang dari kota sebelah, berkunjung ke rumah Mess suami saya yang disana itu." Jawab Ranti sambil menunjuk Mess dimana suaminya tinggal dengan jempolnya.
"Oh, Pak Pram. Jadi Mbak ini ya, yang istrinya?"
Ucapan wanita yang menyapa Ranti itu ambigu menurut menurut Ranti.
"Kenapa Mbak?" Tanya Ranti.
"Ah, tidak. Saya kira yang biasanya datang."
Deg,
Jantung Ranti kembali berdebar dan merasa tidak tenang. Padahal hati dan pikirannya masih belum bisa dj tenangkan karena merasa marah, kesal dan juga kecewa, kini makin bertambah setelah mendengar ucapan wanita yang sepertinya sedikit lebih tua darinya itu.
Ranti mencoba menahan emosinya dan bersikap biasa saja di hadapan wanita itu untuk menggali informasi yang lebih dalam.
"Memangnya siapa yang pernah datang ke Mess suami saya Mbak?" Tanya Ranti begitu penasaran.
"Emm... kalau tidak salah, wanitanya lebih muda dari Mbak. Mungkin keluarganya Pak Pram."
Deg, masih saja jantung Ranti berdebar-debar setiap kali mendengar ucapan yang keluar dari bibir wanita itu.
Ranti mencoba menebak, siapa kira-kira saudara Pram yang sebaya dengan perkiraan yang di ucapkan wanita di hadapannya itu. Namun sejauh mana pun Ranti berpikir ia tidak menemukan jawabannya, karena suaminya itu seorang diri datang ke provinsi ini karena keluarganya semua berasal dari Aceh. Bahkan yang Ranti ketahui tidak ada satupun saudara dan saudari Pram yang memiliki usia muda karena mereka rata-rata sudah berkeluarga dan baru memiliki anak yang masih kecil-kecil.
Ranti mencoba tersenyum meski hatinya sedang diliputi kecemasan dan rasa sakit yang mulai tumbuh, karena ternyata Pram memang memiliki wanita lain di belakangnya, dan ia yakin itu.
"Mungkin saja Mbak." Kata Ranti mencoba menutupi yang mungkin saja merupakan aib rumah tangganya yang belum ia ketahui pasti.
Benar, tetangga pastilah sedikit banyak tahu keadaan rumah dinas suaminya. Karena terkadang mereka dapat melihat dan mendengar yang tidak bisa di lakukan oleh Ranti karena jarak yang jauh. Dan tidak mungkin tetangga suaminya itu mengada-ada atas apa yang ia ucapkan, pikir Ranti.
Rasa marah dan kecewa memulai menjalar menyelimuti hati Ranti. Ia pun memutuskan untuk bersiap lagi dan kembali saja ke rumahnya.
"Rasanya hari sudah semakin panas ya Mbak. Kalau begitu saya permisi pulang dulu. Mari mbak..." Pamit Ranti.
"Ya Mbak, mari..."
Ranti pun melangkah dan kembali menuju Mess Pram. Ia sudah berniat akan pulang lagi saat itu juga meski tubuhnya lelah.
Ranti sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk lebih lama berada di dekat suaminya. Ia begitu marah dan kecewa tetapi masih belum bisa meledak karena bukti belum cukup kuat pikirnya. Hingga ia memutuskan untuk lari menjauh saja dari suaminya.
"Sayang, dari mana saja?" Tanya Pram yang saat itu sedang duduk di ruang tamu memeriksa berkas pekerjaan dan ada juga Menur yang sedang bermain dengan handphonenya.
"Menur, kemasi barang-barangmu, kita pulang lagi sekarang." Ucap Ranti datar.
Menur terkejut, begitu pula dengan Pram.
"Loh, kok pulang lagi sayang? Ada apa?" Tanya Pram yang langsung berdiri dan menghampiri istrinya dan memegang bahu Ranti.
Ranti refleks menepiskan tangan Pram dari bahunya. Dan ia pun melangkah dengan cepat menuju kamar dan memasukan kembali barang-barangnya ke dalam koper kecilnya.
Ranti melirik ke pintu dimana Menur terdiam melihat dirinya. Sedangkan Pram mencegah pulangnya Ranti dengan mengajukan berbagai pertanyaan kepadanya.
"Kamu kenapa sih Ran? Ada apa sebenarnya?"
"Menur, cepat bereskan barang-barang mu, atau kamu mau tinggal disini?!"
Kembali Ranti berucap datar kepada Menur tanpa mempedulikan Pram yang menunggu jawabannya. Lalu kembali memasukan barang-barangnya.
Pram menoleh sekilas pada Menur dan memberi kode dengan sedikit gerak kepala agar Menur kembali ke kamarnya dan membereskan barang-barangnya seperti keinginan Ranti.
"Sayang, jika ada sesuatu katankan kepadaku, apa yang membuatmu jadi bersikap marah seperti ini?"
"Tanyakan pada dirimu sendiri Mas, apa yang sudah membuatku marah. Apa benar kamu tidak melakukan kesalahan?!" Jawab Ranti dengan tatapan tajam mengandung amarah.
Saat ini Ranti hanya bisa berkata demikian karena masih belum memiliki bukti nyata perselingkuhan suaminya.
Pram menelan salivanya dengan susah payah. Baru kali ini ia melihat Ranti yang begitu marah padanya. Ia pun berusaha untuk tetap tenang dan mencoba menguasai keadaan.
"Jangan seperti itu sayang. Mari kita bicarakan baik-baik. Pasti ada kesalahan paham disini. Aku bisa jelaskan."
"Tidak perlu Mas. Saat ini aku tidak ingin mendengarkannya!" Jawab Ranti dan mengangkat kopernya lalu berjalan menuju mobilnya berada.
"Menur, cepat!!" Perintah Ranti lagi, dengan sedikit bentakan.
"Sayang, please... Kita bicarakan dulu baik-baik, jangan pergi saat kamu dalam keadaan emosi begini, bisa bahaya." Ujar Pram sambil menahan pintu mobil yang hendak di buka oleh Ranti.
"Minggir Mas, aku tidak mau mendengar penjelasan kalau hanya kebohongan yang kamu ucapkan!!" Jawab Ranti.
Pram menelan salivanya dan akhirnya mengalah. Menur pun kemudian datang dan memasukan barangnya dan dirinya ke mobil.
Mobil perlahan menyala dan mulai bergerak. Tidak ingin sesuatu terjadi kepada dua wanita yang ia cintai itu, Pram segera mengambil handphone, dompet dan kunci mobilnya untuk mengikuti Ranti.
Pram menutup semua jendela dan pintu lalu menguncinya. Dengan cepat ia pun menyalakan mobilnya dan menyusul Ranti yang mulai menjauh.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊