Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.25
Sang Surya mulai tenggelam, menyisakan semburat jingga di langit yang mulai menggelap. Tampak Nazila masih terpengkur di balkon kamarnya. Ia tengah merenungi jalan hidupnya yang tidak seperti perempuan lainnya. Menjadi seorang istri dari laki-laki yang tak mencintainya, bukanlah keinginannya. Tapi mengapa, semua orang tampak menyalahkannya? Mengapa mereka hanya bisa melihat dari satu sisi? Tidakkah mereka tahu, dirinya pun tersiksa terikat dalam hubungan yang abu-abu ini.
Matanya kembali menerawang ke arah mentari yang mulai tenggelam. Teringat kembali bagaimana Noran menciumnya dengan lembut dan mesra. Dalam hati Nazila bertanya-tanya, mengapa Noran melakukan itu padanya? Ini merupakan kali kali kedua Noran menciumnya. Padahal baru pagi tadi ia menciumnya, lalu siangnya ia kembali menciumnya. Sebenarnya apa yang ada di pikiran laki-laki itu? Bukankah ia telah memiliki Sarah. Seharusnya ia melakukan itu bersama Sarah seperti biasanya.
Sikap Noran juga akhir-akhir ini lebih lunak padanya. Tidak lagi ketus apalagi emosi saat berbicara padanya. Walaupun ia kadang masih memasang wajah datar, tapi sikapnya sudah jauh lebih baik. Ia juga mau memakan masakannya. Bahkan, ternyata kepulangannya siang tadi hanya untuk memeriksa apakah nasi goreng buatannya pagi tadi masih bersisa. Ia belum makan siang padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Ia ingin memakan nasi goreng itu lagi bila masih ada.
Noran mencoba memeriksa di dapur tanpa bertanya pada Nazila. Melihat Noran seperti sedang mencari sesuatu, Nazila pun bertanya. Dengan ragu-ragu Noran mengatakan kalau ia sedang memeriksa sisa nasi goreng pagi tadi. Nazila membulatkan matanya, merasa aneh dengan tingkah Noran akhir-akhir ini. Nazila pun menjelaskan kalau nasi goreng itu telah habis. Namun, ia menawarkan membuatkannya lagi. Senyum Noran pun merekah dengan sangat indah saat mendengarnya. Nazila sampai terpaku dengan pemandangan langka itu.
Nazila menghela nafas panjang, menyingkirkan segala pikiran yang berseliweran di benaknya. Dalam hati, Nazila memperingatkan dirinya agar tak terlalu memikirkan Noran, agar menjaga jarak dengannya, dan agar membentengi hatinya agar tidak terjerumus ke dalam pesona Noran. Apalagi ia tahu, Noran milik Sarah dan mereka saling mencintai. Ia tak mau hancur seperti sang ibu karena cinta yang tak terbalaskan. Ia tak ingin terpuruk yang hanya akan merugikan dirinya sendiri. Sudah cukup hidupnya penuh dengan kegetiran. Ia yakin, kebaikan Noran hanya karena rasa bersalah laki-laki itu padanya. Ia yakin, Noran menciumnya hanya karena terbawa suasana. Atau mungkin, itu karena ia sedang tidak bertemu Sarah jadi ia menciumnya sebagai pelampiasan. Ya, ia yakin seperti itu.
...***...
Uekkk ... uekkk ... uekkk ...
Terdengar suara seseorang sedang muntah dari dalam kamar Noran. Nazila yang baru saja selesai masak dan hendak masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri lantas berhenti di depan kamar Noran. Ia menajamkan pendengarannya, meyakinkan diri Noran kah yang sedang mengalami muntah.
Nazila pun mengetuk pintu kamar Noran, tapi tak ada respon. Lalu ia mencoba memutar handle pintu dan terbuka. Ternyata pintu itu tidak terkunci. Dengan langkah ragu-ragu, Nazila masuk ke kamar itu untuk memeriksa keadaan Noran. Bersamaan dengan itu, terlihat Noran dengan wajah pucatnya baru keluar dari kamar mandi dengan langkah sempoyongan. Nazila pun segera berlari dan membantu memapah Noran ke tempat tidur.
"Tuan kenapa?" tanya Nazila polos. Ia kembali lupa kalau Noran telah memintanya tidak memanggilnya tuan lagi.
Noran mendengus, namun tersenyum kecil melihat tingkah istrinya itu.
"Cck ... tuan lagi," keluhnya seraya menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Nazila hanya bisa tersenyum kikuk sebab ia pun belum tau harus memanggil Noran apa. "Nggak tau, perutku mendadak mual dan ingin sekali muntah," ujar Noran membuat Nazila mendekatkan tubuhnya dan menempelkan telapak tangannya di dahi Noran. Tapi suhunya normal pikirnya.
"Mungkin tuan masuk angin," ujar Nazila. "Mau saya kerokin?" tawarnya. Setahu Nazila obat paling ampuh untuk orang masuk angin ya dikerok. Biasanya ia pun seperti itu. Bi Arum akan mengerok punggungnya agar ia lekas sehat dan cara itu memang terbukti ampuh padanya yang tidak terbiasa pergi ke dokter.
Noran melongo tak percaya, seumur-umur ia tidak pernah dikerok. Setiap sakit, orang tuanya selalu memanggil dokter. Mereka memang memiliki dokter keluarga yang selalu siap dipanggil kapan saja bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit. Lalu kini, Nazila menawarkannya dikerok. Noran bergidik ngeri membayangkan punggungnya dikerok hingga merah menyerupai tulang tengkorak.
"Gimana? Mau nggak? Kalau nggak, saya mau siap-siap kerja," imbuh Nazila.
Mendengar perkataan Nazila kalau ia ingin pergi kerja, sontak membuatnya menganggukkan kepala. Entah mengapa hari ini ia merasa sangat enggan pergi kemana-mana termasuk pergi ke kantor. Bukankah kerokan itu membutuhkan waktu cukup lama, artinya Nazila takkan punya waktu untuk kembali bekerja. Biarlah kali ini ia bertingkah aneh asalkan saat ini Nazila tidak pergi kemana-mana. Noran heran dengan dirinya sendiri, mengapa dirinya bisa bersikap seperti ini.
Melihat Noran mengangguk, lantas Nazila segera pergi ke kamarnya. Tak lama kemudian ia kembali membawa sebuah uang logam dan balsam. Noran menatap ngeri ke arah kedua benda keramat tersebut.
"Buka bajunya!" titah Nazila membuat Noran menelan ludahnya sendiri.
Melihat Noran seperti ragu-ragu, Nazila mengerutkan keningnya.
"Kenapa?"
"Sakit nggak?"
"Tuan nggak pernah dikerok?"
Noran menggeleng.
"Orang kaya manja, sakit dikit taunya ke dokter. Padahal obat masuk angin yang ampuh itu ya kerokan. Kalau baru pertama emang terasa sakit gitu, tapi lama-lama, malah bikin ketagihan. Tuan coba aja dulu, saya yakin, entar tuan bakal ketagihan minta kerokin setiap nggak enak badan," ujarnya membuat Noran bertanya-tanya, 'benarkah?'.
"Ayo cepat, buka! Udah mau siang ni, saya mau kerja," sewot Nazila. Noran pun sampai melongo mengapa kini sikap Nazila sedikit cerewet. Apakah sebenarnya ini sifat aslinya?
Menurut, Noran pun mulai membuka kaos oblong yang membalut tubuhnya. Nazila sampai menelan salivanya saat dihadapkan dengan punggung kokoh Noran. Tak mau pikirannya berselancar kemana-mana, Nazila pun segera membalurkan balsam dan mulai mengerok punggungnya.
"Aaaaaaaaaaakh ... Nazila ... sakiiiitttt ... Stop ... stop ... stop ... "