Kaina Syarifah Agatha. Gadis cantik yang cerdas. Mengetahui dirinya dijodohkan dengan pria pujaannya. Sam.
Samhadi Duardja Pratama. Pria yang diidolai Kai, begitu nama panggilan gadis itu. Sejak ia masih berusia sepuluh tahun.
Sayang. Begitu menikah. Berkali-kali gadis itu mendapat penghinaan dari Sam. Tapi, tak membuat gadis itu gentar mengejar cintanya.
Sam mengaku telah menikahi Trisya secara sirri. Walau gadis itu tak percaya sama sekali. Karena Trisya adalah model papan atas. Tidak mungkin memiliki affair dengan laki-laki yang telah beristri.
Kai menangis sejadi-jadinya. Hingga ia terkejut dan mendapati kenyataan, bahwa ia mendapat kesempatan kedua.
Gadis itu kembali pada masa ia baru mengenal Sam selama dua minggu, sebagai pria yang dijodohkan dengannya.
Untuk tidak lagi mengalami hal yang menyakiti dirinya. Gadis itu mulai berubah.
Bagaimana kisahnya? Apakah Kai mampu merubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERKENANG
Pagi ini sengaja aku mengendarai mobilku. Setelah kemarin uring-uringan menahan libidoku. Tanpa sengaja aku membentak gadis yang aku cintai, Trisya.
Berniat untuk minta maaf, aku menyambangi rumah gadisku itu. Ini hari Sabtu pagi. Jalanan sedikit macet karena lalu lalang mobil keluar kota untuk liburan, entah itu liburan atau sekedar aksi memenuhi jalan raya.
Jarak rumahku dengan rumah om Umar sekitar dua puluh kilometer. Cukup jauh. Butuh waktu setengah jam jika benar-benar tak macet atau satu setengah jam jika macet parah.
Sepanjang perjalanan aku mengingat pertemuanku dengan Trisya, di sebuah acara fashion show. Saat itu sebenarnya dia yang mendekatiku. Tiga minggu sebelum bertemu dengan Kai. Gadis yang seharian kemarin mengusik ketenanganku
"Hai, boleh kenalan?" ajaknya.
Aku ingat sekali. Sebenarnya aku tidak menyukai sebuah hubungan. Atau lebih tepatnya aku tak menggubrisnya ketika awal bertemu.
"Kamu namanya Samhadi kan? Kau akan dijodohkan dengan putri kandung sahabat ayahmu, Umar Agatha."
"Dari mana kau tahu?" aku cukup kaget dia mengetahui perjodohanku.
"Tuan Umar adalah ayah sambungku. Jadi aku tahu semuanya tentang perempuan yang dijodohkan denganmu," jelasnya.
Dari keingintahuan tinggi. Kami pun dekat. Selama kami bersama. Trisya sangat tahu bagaimana menyenangkan pasangannya. Aku tidak tahu kapan resminya kami pacaran.
Bibirnya yang merah merekah, menggetarkan naluri kelelakianku. Walau selama ini, hanya sebatas ciuman panas. Aku tidak ingin melewati garis yang ditegaskan. Walau terkadang suasana mendukung ke arah sana.
Sifatnya yang manja dan membuatku merasa diinginkan. Menjadikan Trisya gadis yang akan kupertahankan walau aku menikah dengan Kai nantinya.
"Kai itu anaknya kasar. Sombong dan angkuh. Mungkin dia merasa anak orang kaya. Terkadang dia suka mengasariku, karena ia tahu aku bukan anak kandung Ayahnya," adu Trisya.
Satu poin yang membuat aku membenci gadis yang dijodohkan denganku itu. Aku tidak suka dengan gadis angkuh. Karena aku tidak suka gadis-gadis yang mengandalkan kekayaan orang tuanya.
Jangan salah. Aku juga anak orang kaya. Ayahku adalah pebisnis handal yang memiliki banyak anak perusahaan. Sama kaya dengan om Umar.
Tetapi perusahaan yang kudirikan adalah jerih payahku sendiri. Menjalani bisnis dari usia delapan belas tahun. Hingga kini dua puluh tujuh tahun. Aku mampu mengembangkan perusahaan dan bersaing dengan perusahaan besar lainnya.
"Karena dia, aku jarang dibelikan barang-barang branded. Tahu diri juga, siapa aku. Hanya anak sambung saja. Tak mungkin Ayah Umar sayang dan memberikan uang banyak padaku," adunya suatu hari ketika kulihat baju, tas dan sepatunya itu-itu saja.
Dari sana aku manjakan dia. Kulimpahi dia dengan barang-barang mewah. Menghabiskan uang yang kuperoleh untuk menyenangkan gadis malang itu.
Hingga ketika awal kubertemu Kai. Aku sampai mengucek mataku. Dandannya menor, pakaiannya juga nggak banget. Bahkan perhiasan yang menempel di tubuhnya juga sangat mencolok.
Kai langsung menempel laksana cicak. Bergelayut manja padaku. Hingga membuatku risih. Aku langsung men-capnya wanita murahan.
Sejak itu aku berusaha menolak perjodohanku dengan Kai. Tetapi Papaku malah marah. Ia sudah berjanji dan pantang melanggar janji.
Aku pun makin membenci Kaina Syarifah Agatha. Aku bersumpah akan membuatnya sengsara selama dia bersamaku.
Selama dua minggu dia membuatku pusing dengan jutaan pesan singkat atau pun chatting. Kadang ia meneleponku tanpa kenal waktu.
"Kamu jadi cewe jangan rendahan kaya gitu kenapa sih!" sindirku sarkas.
"Kamu tuh jangan seperti perempuan murahan yang menjaja dirinya dipinggir jalan!" hinaku saat itu sebelum menutup sambungan telepon.
Tetapi, gadis itu bukannya berhenti menggangguku. Malah semakin menjadi. Usahanya untuk mengajakku jalan-jalan pun selalu berhasil, walau tak sebanyak ketika aku berjalan-jalan dengan Trisya.
Merayuku, untuk membelikannya sweater rajut bergambar minie mouse. Merayuku untuk mengajaknya makan di restoran mahal, swafoto bersama, dipaksa memeluk dan berlaku mesra padanya.
"Hmmm ...," aku menghela napas panjang.
Sebentar lagi sampai komplek perumahannya. Perumahan elit. Salah satu lumbung emasnya Kaina. Aku sadar, bagaimana seorang gadis tidak akan angkuh jika memiliki kekayaan yang jumlahnya tak terhitung.
"Aku jadi model untung mendandani diriku sendiri. Bayarannya tinggi dan bisa terkenal tanpa embel-embel Agatha," ujar Trisya ketika dulu aku bertanya kenapa jadi model.
Dari sana juga aku mulai melimpahinya harta. Aku tak ingin gadis malang yang kucintai kalah pamor dengan adik satu ibunya itu.
"Kai menguasai kasih sayang Ayah dan Ibu. Apa saja yang ia mau akan dituruti. Bahkan ia bisa masuk universitas milik Ayah tanpa tes, padahal kepintarannya tak seberapa. Itu semua uang yang melimpah milik Ayahnya," adu Trisya.
Aku tertawa sinis. Apa Papa tidak melihat seperti apa calon menantunya itu? Apa karena dia keturunan Agatha, Papa gelap mata?
Aku putuskan lamunanku. Melajukan pelan mobilku karena sudah memasuki gerbang elit itu. Banyaknya manusia berolahraga membuatku makin memelankan laju kendaraan. Melihat situasi ramai. Terkadang aku sampai berhenti karena terlalu banyak orang hilir mudik.
Tiba-tiba mataku tertegun melihat sepasang manusia yang sedang berlari bersama.
"Kai?"
Aku mengenali gadis itu. Penampilannya begitu modis. Tanpa make up. Ah aku lupa selama menjadi sekretaris magang di perusahaan. Kai tidak pernah dandan menor seperti pertama aku melihatnya.
Bahkan baju kerjanya juga bukan baju-baju branded ternama seperti info yang selama ini aku dapat dari Trisya. Walau bukan barang murah juga.
Terlebih selama ia bekerja tidak ada kesalahan atau human error. Datanya selalu lengkap. Berkas juga file selalu tersusun rapi, bahkan ia bisa menjadwal ulang semua job desk tanpa kesulitan apa pun.
"Apa benar ia hanya mengandalkan uang Ayahnya untuk masuk universitas ternama dan terbaik itu?"
"Selama meeting kinerjanya sangat apik dan bagus. Bahkan ketika berbicara atau menjelaskan proposal kerja sangat baik," ujarku bermonolog.
Aku makin meradang ketika melihat Kai mengumbar tawanya di depan laki-laki lain.
"Apa ini sifatmu? Genit dengan pria lain padahal kau sudah memiliki calon suami?" tanyaku geram entah pada siapa.
Aku bisa merasakan betapa darahku mendidih melihat tatapan pria itu. Dia Raihan. Ya aku mengetahuinya. Kemarin ketika meet and great di sebuah restoran. Aku tidak tahu pasti hubungan mereka apa.
Namun, ketika melihat keakraban mereka sekarang. Aku rasa keduanya begitu dekat.
Kucengkram kuat stir mobil. Ingin kusambangi dan kuhajar habis-habisan pria yang kini menyerahkan sebotol minuman pada jodohku.
"Jangan diminum Kai!" pekikku geram. "Ah, kau minum lagi. Itu pasti ada peletnya. Kau akan jatuh dalam pesona pria itu!"
Aku mulai uring-uringan dalam mobil. Aku tak peduli. Aku memaki habis-habisan pria yang berusaha mendekati Kai, calon istriku.
Dadaku berdesir, nyeri. Aku menekan dan mengelusnya. Perlahan air mataku menetes. Sedalam ini kah rasa cemburuku terhadap pria yang mendekati Kai. Kemarin para CEO. Sekarang sosok tampan lainnya.
"Bersama Trisya, aku tak pernah secemburu ini?" ujarku bermonolog.
Aku melihat Kai berlalu. Rambutnya bergoyang ketika berlari. Kini aku sadar, Kai sangat cantik. Tubuhnya juga proposional. Aku merindukan gelayut manjanya di tubuhku. Merasakan benda kenyal yang menempel di lengan.
Baru aku sadar. Selama dia manja denganku. Ia tak pernah berusaha untuk menciumku. Atau merayuku untuk berciuman dengannya.
"Kai itu milikku. Tak akan kubiarkan siapa pun mengganggu apa yang sudah menjadi milikku!" sumpahku tanpa sadar.
bersambung.
ah ...
next?