Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha untuk selalu bergandengan tangan menjalani kehidupan dan berjanji untuk selalu bersama. Namun, seiring berjalannya waktu trauma yang mereka coba untuk atasi bersama itu seolah menjadi bumerang tersendiri saat mereka mulai terlibat perasaan satu sama lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Di sisi lain, suasana menyesakkan justru menyelimuti keluarga Luna. Bagaimana tidak? Pagi buta di hari minggu, ayahnya, justru sudah melangkah pergi dari rumah saat anak dan istrinya masih tertidur lelap. Alasannya sangat klasik, ada pekerjaan mendadak. Yang dia tinggalkan hanya pesan singkat di atas kertas yang dia taruh di atas meja.
Tentu saja masalah ini mengundang amarah Marisa. Sudah sekitar lima belas menit wanita itu mondar-mandir sambil mencoba menelepon suaminya berulang kali namun tak kunjung mendapat jawaban. Marisa mendecak sebal beberapa kali sambil terus menatap gelisah ponsel genggamnya.
Sementara itu, Luna yang sedang duduk di meja makan hanya bisa memutar kedua bola matanya malas melihat perangai ibunya.
"Ma, stop telepon Papa kayak gitu. Kenapa sih Mama nggak pernah percaya sama apa yang Papa lakukan? Kalau Papa bilang ada kerjaan, ya berarti ada kerjaan!" Luna akhirnya berseru setelah lelah melihat ibunya seperti itu. "Tolong percaya sama Papa, Ma."
"Nggak, Mama nggak percaya. Papa kamu itu nggak mungkin ada kerjaan mendadak, apalagi di hari libur kayak gini. Dia pasti pergi ke rumah wanita itu." Marisa langsung mengambil kesimpulan.
Luna hanya mendecak sebal. Sebenarnya dia terlalu malas untuk meladeni kecurigaan ibunya, tapi mau sampai kapan ayahnya akan disudutkan seperti itu? Selama ini tuduhan mengenai perselingkuhan ayahnya tidak pernah terbukti, tapi ibunya selalu bersikukuh kalau ayahnya itu berselingkuh. Padahal ayahnya sudah berulang kali menjelaskan kalau wanita yang dimaksud ibunya itu hanya rekan kerja.
Luna mendekat ke arah ibunya lalu berkata, "Tolong percayai Papa, Ma! Jangan selalu nuntut Papa ini dan itu. Mama selalu bilang Papa harus naik pangkat, kan? Tapi apa? Saat Papa kerja keras untuk mendapatkan itu semua, Mama justru nuduh Papa selingkuh dengan rekan kerjanya. Tolong Ma, jangan buruk sangka terus sama Papa! Kalau begini terus orang yang sebenarnya menjadi penghalang Papa naik pangkat adalah Mama sendiri! Mama sendiri yang menghancurkan hidup Papa! Mama sendiri yang menghancurkan keluarga kita!"
Satu pukulan mendarat di pipi Luna.
Gadis itu tidak keberatan menerimanya. Perkataan yang dia lontarkan memang terdengar kejam di telinga ibunya. Tapi mau bagaimana lagi? Terkadang sebuah obrolan memang tidak bisa dibicarakan baik-baik. Luna perlu menyampaikan unek-uneknya agar ibunya sadar dengan apa yang dia lakukan.
Luna melihat telapak tangan Marisa bergetar, dia tahu kalau ibunya tidak bermaksud demikian. Gadis itu kembali menatap lurus ibunya. Berpura-pura tidak kesakitan meski ada butiran bening menggenang di pelupuk matanya.
"Tahu apa kamu tentang Papa kamu! Seorang perempuan punya firasat saat pasangannya selingkuh!"
"Firasat, firasat, firasat!" Luna mulai meninggikan suaranya. "Aku juga pengen keluarga kita harmonis kayak dulu, Ma. Tapi kalau Mama begini terus yang ada keluarga kita akan semakin berantakan. Kita semua nggak lebih dari orang asing yang kebetulan tinggal satu atap. Bukan Papa yang menghancurkan keluarga kita, tapi Mama sendiri orangnya! Mama yang menghancurkan keluarga kita karena prasangka buruk Mama sendiri!"
Luna kemudian melenggang dari hadapan ibunya setelah menyampaikan apa yang dia rasakan. Dia menangis tersedu-sedu saat menuju kamarnya.
Saat itu juga kedua kaki Marisa mendadak lemas. Dia kehilangan keseimbangan hingga membuat dirinya jatuh ke lantai begitu saja. Dia menangis tersedu mendengar kalimat menyakitkan dari putrinya.