Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Emosi
"Aku bukan memanasi tapi lihat sendiri kenyataannya," Noel tak mau disalahkan.
Ella yang berulah kenapa dia yang harus menerima getahnya. Dia berkata apa adanya. Pria itu sangat tampan. Perawakannya tinggi dengan kulit putih. Meski keberadaan mereka cukup jauh, Noel bisa menilai ketampanan pria itu.
Dave mencengkram erat kemudinya. Rasa aneh perlahan merambat masuk di hati. Rasanya panas disertai dengan suara jantung yang berdetak tak karuan. Kali ini dia membuka dua kancing atas kemeja.Tak tahan dengan rasa panas di hatinya.
Noel tersenyum senang. Dia yakin seratus persen kali ini rumah tangga Dave dan Ella tidak akan berakhir baik. Dave sangat benci jika ada yang mengkhianatinya. Siapa pun orangnya, Dave tidak akan peduli. Pria itu akan membuang jauh orang itu dari kehidupannya.
Mobil yang dikendarai Ella berlalu pergi meninggalkan halaman hotel. Pria itu melambai sambil tersenyum hangat. Setelah mobil Ella jauh dari pandangannya, pria itu berbalik dan melangkah masuk kembali ke hotel. Dave bergegas keluar dari mobil. Tentu saja, Noel mengekor kekasihnya.
Dua pria berjalan dengan langkah panjang menuju hotel tapi dengan pikiran yang berbeda. Dave ingin menemui pria itu dan memberinya pelajaran. Sedangkan Noel, ingin melihat lebih dekat pria itu dan tentu saja mengabadikan momen penting ini.
Dave mengetuk pintu kamar hotel yang ditempati pria itu. Emosi yang bergelayut telah sampai ke puncaknya. Noel telah siap dengan ponsel menyala untuk merekam kejadian ini.
Sosok pria tampan kulit putih dengan perawakan hidung mancung muncul dari balik pintu. Ekspresinya menyiratkan tidak suka dan bingung dengan kehadiran dua orang pria asing di depan pintu kamarnya.
Penglihatan Noel memang tidak pernah salah. Pria tampan itu sedikit membuat jantungnya berdebar. Alisnya tebal, bola mata bulat dengan bulu mata lentik serta hidungnya yang mancung. Pria itu berhasil membangkitkan naluri alaminya. Tanpa dia sadari, sebuah senyum centil terbit di bibirnya.
Pria itu semakin terusik melihat seorang pria tulen tersenyum genit padanya. Rasanya sangat aneh.
"Ya," ucap pria itu.
"Apa hubunganmu dengan Ella?" tanya Dave tak sabaran.
Bukannya menjawab pria itu malah berdiri tegap. Dia menaikkan alis sambil menelisik Dave.
"Aku tanya padamu sekali lagi. Apa hubunganmu dengan Ella?" tanya Dave.
Dia sudah susah payah menahan emosi, pria itu malah bermain-main dengannya. Dave ingin sekali menghadiahi pria itu dengan bogem mentah di wajahnya.
"Apa hubunganmu dengan Ella?" pria itu malah menjawab pertanyaan Dave dengan pertanyaan yang sama dia lontarkan.
"Aku suaminya," jawab Dave sambil mengepal erat tangannya agar tidak mendarat di wajah pria itu.
"Kau yakin kau suaminya," balas pria itu santai tapi dengan tatapan tajam.
Tatapannya sangat mengintimidasi dan berhasil membuat Dave tak berkutik. Emosi yang tadi membuncah seketika lenyap. Di sini seharusnya Dave yang marah bukan sebaliknya.
"Masuklah!" pria itu menawarkan untuk masuk ke dalam kamarnya dengan sopan.
Dia memegang gagang pintu dengan sebelah tangan dan membuka pintu mempersilahkan kedua pria asing itu masuk.
Dave masuk lebih dulu. Matanya nanar mencari sesuatu yang dia sendiri tidak tahu. Kamar yang ditempati pria itu sangat luas. Ada ruang tidur, sofa bed, ruang tamu, serta fasilitas lainnya. Dave yakin ini adalah kamar Very Very Important Person alias VVIP.
Pintu kamar pria itu sedikit terbuka. Dave tidak sengaja melirik ke ruangan itu. Matanya menangkap sesuatu yang sangat dikenalnya. Sebuah baju berbahan tipis dan kurang bahan bergantung di gantungan baju yang di gantung di pegangan lemari pakaian.
Emosi Dave kembali memuncak. Ingin sekali rasanya dia memaksa pria itu untuk bicara dengan cara apa pun.
"Mau minum apa?" tawar pria itu.
"Aku datang bukan untuk makan," jawab Dave tegas.
Pria itu tidak peduli dengan alasan Dave. Seolah Dave tidak penting dan dia tidak takut padanya.
"Kau ingin minum apa?" tanya pria itu pada Noel.
Berbeda dengan Dave, Noel menerima tawaran itu dengan senyum cerah. Suara pria itu membuatnya sedikit mabuk kepayang.
"Soda," jawab Noel singkat.
Lelaki betina itu tidak ingin menambah amarah kekasihnya. Bisa-bisa dia terkena getahnya lagi.
"Ok," jawab pria itu sambil berlalu menuju kulkas mini yang sudah tersedia.
"Kalau kau ingin mendapat jawaban jangan ketus seperti itu," saran Noel pada Dave.
"Kau tidak tahu rasanya seperti apa," balas Dave.
"Aku lebih tahu daripada kau, Dave."
Noel tak terima atas pernyataan kekasihnya. Dia sudah khatam tentang dunia percintaan serta akar-akar masalahnya.
"Diamlah!" tegas Dave.
Pria itu kembali ke kursi tamu. Dia menyerahkan sekaleng minuman bersoda pada Noel.
"Semoga cocok dengan minumannya," ucap pria itu.
"Terima kasih ..." Noel menautkan alis.
Ekspresinya menyiratkan bahwa dia ingin tahu nama si pria itu.
"Rein," jawab pria itu sambil membuka minuman kaleng miliknya.
"Noel," jawan Noel cepat.
Kedua netra Noel membulat. Dia baru saja menyadari sesuatu. Noel mendekatkan dirinya pada Dave dan berbisik, "Bukannya nama kekasih gelap istrimu itu, Rei?"
"Mana ku tahu," balas Dave berbisik.
Pria itu tersenyum mendengar percakapan di antara kedua pria itu. Dia bukannya ingin menguping tapi suara bisikan mereka terdengar seperti bersuara pelan tanpa volume.
"Apa kita salah dengar atau salah orang?" tanya Noel lagi.
Sesekali Noel melirik pria itu berharap dia tidak mendengar percakapan mereka. Sayangnya, pria itu dengan santainya berkata, "Sabar sedikit."
"Memangnya siapa yang akan kita tunggu?' tanya Noel mewakili Dave.
"Bersabarlah," ucap pria itu.
"Berapa lama?" desak Noel.
"Tergantung. Dia berjanji padaku paling lama dia menghabiskan waktu di luar sekitar dua jam."
Dave kembali memanas. Istri yang dia cintai malah patuh pada orang lain. Bukannya istrinya tidak patuh padanya tapi mend agar dari mulut orang asing jika istrinya adalah seorang wanita yang patuh membuat Dave kebakaran jenggot.
"Sudah cukup!" tegas Dave.
Dave menghentak meja dengan kedua tangannya. Bunyi mangkok dan gelas kaca yang saling beradu menandakan bahwa saat ini keadaan tidak baik-baik saja.
"Kau harus menggantinya jika rusak," ucap pria itu santai.
"Rein!" panggil Noel.
"Apa benar nama mu Rein bukan Rei?" tanya Noel.
Dia penasaran dengan pria asing itu. Apa pria itu berbohong agar tidak terjadi perang saling adu jotos atau mereka memang salah.
Rein tidak menjawab, dia memilih untuk membuka dompet dan mengeluarkan sebuah benda pipih dengan dominasi warna biru.
"Lihat saja sendiri!" perintah Rein pada Noel.
Pria itu meletakkan benda pipih itu begitu saja di atas meja. Noel dengan sigap mengambil kartu indentitas pria itu.
"Ternyata nama mu benaran Rein?" seru Noel bingung.
Rein menangapi dengan santai dan mengambil kembali kartu indentitasnya dari Noel lalu memasukkannya kembali ke tempat semula.