bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.
selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Allan yang tercampakan
Jendral Fury berdiri di depan jendela ruang komandonya, pandangannya terfokus pada danau elips yang berkilau di bawah sinar bulan. Di belakangnya, para prajurit menggerakkan peralatan, bersiap menghadapi ancaman yang tak terduga.
“Pasukan! Siapkan persenjataan. Kita tidak bisa lengah,” suaranya menggelegar, menggetarkan hati setiap orang yang mendengarnya.
“Mereka sudah mendekati,” jelas salah satu panglima, menyesuaikan kacamata lasnya. “Tapi kita belum tahu kekuatan mereka.”
“Poin utama adalah komunikasi,” Allan menjawab dengan cepat, tidak ingin membiarkan situasi semakin tegang. “Mereka datang bukan hanya untuk menyerang. Mereka ingin berkomunikasi.”
“Berkomunikasi?” tanya Jendral Fury, mengepalkan tangan di samping badan. “Kalau demikian, ambil semua teknologi kita. Siapkan yang terbaik untuk merespons.”
“Allan! Apa kau yakin?” panglima lain terdengar ragu. “Mereka bisa jadi berbahaya.”
“Melihat dari gerakan mereka, ini bukan niat untuk menyerang, melainkan…” Allan terhenti, mencari kata yang tepat. “Sekedar mencari tahu.”
Jendral Fury menatap Allan dengan tajam. “Kau tidak satu tim lagi. Semua data yang kau kumpulkan tidak lebih dari spekulasi. Kita butuh tindakan yang pasti.”
“Jika kita tidak mencoba memahami mereka, kita hanya akan menghancurkan segalanya,” Allan bersikeras, matanya menyala dengan semangat.
“Buka komunikasi.” Jendral Fury berbalik, menunjuk ke arah operator. “Apa pun yang kau butuhkan, pastikan mereka tidak merasa terancam.”
Operator mesin komunikasi menunjuk ke alat rumit di sampingnya. “Tapi, jenderal, kita tidak tahu bahasa mereka. Kita tidak bisa menggigit tanpa mengetahuinya.”
“Aku sudah bilang, persiapkan semua,” Jendral Fury memaksa, ketidakpuasan tersirat di wajahnya.
Di luar ruangan, langit menggelap, awan mulai menyelimuti bulan, membuat suasana semakin mencekam. Allan berbalik, melangkah mendekati jendela.
“Aku merasa ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar. Mereka tidak datang untuk menghancurkan, Jendral. Mereka membawa pesan.”
“Pesan? Dari siapa?” Jendral Fury berdecak, matanya mencerminkan ambisi tersembunyi. “Jika ini tentang kekuasaan, kita akan menjadi pengontrolnya.”
“Ini tentang kelangsungan hidup,” Allan menjawab tegas. “Jika kita menyerang mereka tanpa melihat dengan jelas, kita akan membuat kesalahan besar.”
“Kesalahan? Kita sudah terjebak dalam permainan mereka. Ini adalah kesempatan kita untuk menunjukkan kekuatan,” Fury beraksi, seolah terpesona oleh bayang-bayang niat tersembunyi.
“Jendral, kita harus menemukan cara untuk menjalin komunikasi. Itu satu-satunya cara untuk mencegah perang,” Allan mendesak, suara penuh harapan meski ragu.
“Kalau kita ingin tetap hidup, kita harus kukuh. Jangan terlalu idealis, Allan.” Wajah Fury berbinar, pikirannya berbagi dua arah. “Suatu saat, kekuasaan akan lebih berbicara.”
Di luar, ledakan tiba-tiba mengguncang. Ayunan energi menciptakan cahaya dan suara yang membuat semua orang terdiam. Danau bergetar, menyebarkan riak yang menakutkan.
“Di sana! Apa itu?” sorak salah satu tentara, menunjuk ke arah danau.
“Bentuk-bentuk itu—” Allan berseru, jari telunjuknya menunjuk ke beberapa siluet yang muncul dari dalam air. Pesawat-pesawat alien meluncur keluar, memancarkan cahaya aneh.
Jendral Fury mengisi keraguan dirinya dengan ketegasan. “Siapkan senjata, Buka tembakan jika diperlukan.”
“Jendral, tunggu!” Allan berlari untuk menghentikannya. “Ini bisa jadi cara mereka berkomunikasi!”
“Diam!” teriak Fury. “Begitu mereka muncul di permukaan, mereka akan menjadi ancaman.”
Dari kejauhan, wawasan tentang makhluk tersebut menyala di benak Allan. “Mereka tidak akan menyerang jika kita tidak memprovokasi. Mari kita lihat niat baik mereka.”
Ruang komando bergetar ketika pesawat mereka semakin mendekat. Alan merangkul tubuhnya, menahan napas.
“Operator! Siapkan semua sinyal komunikasi! Kita harus berusaha!” Allan berbicara cepat, melirik ke arah Fury.
Sekelompok kru segera mulai menyiapkan peralatan, mengirimkan gelombang ke dalam danau. Namun, Jendral Fury terus berusaha menahan emosi yang meruap.
“Jika ada yang salah, aku akan menganggap ini sebagai pengkhianatan!”
“Anda tidak bisa berpikir seperti itu!” Allan mengeluarkan suaranya. “Ini tentang masa depan kita.”
Di luar, pesawat alien bergerak dengan perlahan, melewati permukaan air dengan indahnya. Cahaya dari kendaraan itu berangsur terang, menggantikan gelapnya malam.
“Sediakan sinyal dalam frekuensi yang lebih rendah. Kapasitas komunikasi alien,” Allan memberikan instruksi dengan cepat, menyadari kejadian bisa menandai awal yang baru.
Salah satu kru berlari dengan peralatan baru, menunjukkan sinyalnya. Namun Jendral Fury menatap skeptis.
“Seandainya ada yang lebih baik dari senjata,” Jendral Fury berbisik, hatinya tersekat oleh ambisi terselubung.
“Iya, seandainya,” jawab Allan, mendengarkan nada kelam dalam suara Fury. “Tapi jika kita tak berusaha, kita akan kehilangan semua.”
Pesawat alien mengorbit, semakin mendekat. Sebuah suara membahana, vibrasi dari makhluk asing yang ditafsirkan dalam benak mereka. Suara berdesir, serupa nada lembut namun kuat.
“Mereka mulai mengirim sinyal!” kata operator dengan penuh semangat.
“Pindahkan ke proyektor!” Jendral Fury berseru, perhatiannya terpaku pada layar.
Gema tersebut berkumpul menjadi satu, membentuk pola dan simbol. Suara itu bergema lebih kuat saat pesawat semakin mendekat, tampak menari di perjalanan seolah berusaha mengedarkan pesan.
“Tanya mereka apa yang diinginkan!” Allan berbicara, dorongannya untuk menemukan titik terang dari semua ini. “Mereka bisa memberi tahu kita seutuhnya.”
“Mereka bisa menjadi ancaman!” Jendral Fury terngiang. “Kita tidak bisa memilih risiko sekarang.”
Sinyal bergetar, menciptakan pola rumit yang bersinar di layar. Meski ketawa makhluk itu mengingatkan mereka akan jiwa-jiwa lain, Allan tak dapat menahan rasa ingin tahunya.
“Saya… Susun ulang frekuensi. Kami mencoba berkomunikasi,” Allan bersandar pada dinding, napasnya memburu.
“Jika kita menjalin kontak secara emosional, di sanalah kunci untuk mencapai jalan keluar,” jelas salah satu prajurit.
“Hentikan! Cukup!” teriak Jendral Fury, ketakutan dalam suaranya. “Kita tidak akan menjadi bagian dari permainan mereka.”
Allan mendengus frustrasi. “Jendral, ini adalah kesempatan kita! Mendengarkan bisa menghindarkan kita dari kehancuran.”
“Menghindar dari pengkhianatan!” Jendral Fury bersikeras, merasa jiwanya terguncang oleh kegelapan niat mereka.
Di luar, cahaya mulai menghilang, pesawat alien melesat tinggi ke langit. Ketika ketegangan semakin menumpuk, Allan tidak bisa lagi menghentikan rasa akan petualangan menuju komunikasi.
“Fury, ini bukan hanya soal kekuasaan!” Allan memohon.
“Ini soal manusia!”
Keduanya saling tatap, ketegangan memenuhi udara, pada akhirnya.
Malam semakin gelap. Ketika pesawat alien berputar, harapan merambat dalam bisikan. Amal semesta menyentuh mereka dan dari kegelapan, Allan merasakan sesuatu yang berbeda.
“Hanya rawan satu langkah, dan kita semua bisa berhadapan dengan bencana,” gumamnya, semakin yakin akan niat baik alien itu.
Apakah mereka siap menghadapi diri mereka sendiri?
“Allan, mendengarkan satu sisi bukan berarti kita bisa menutup mata terhadap semua risiko,” Jendral Fury merespons, nada suara masih penuh ketegangan. “Kamu terlalu optimis dalam situasi ini.”
“Kita bisa menghindari banyak kesalahan. Jika kita tidak bertindak sembrono, kita bisa meraih peluang yang langka ini,” Allan tetap bersikukuh, hatinya berdebar antara harapan dan ketakutan akan ketidakpastian.
Kru di belakang mereka melanjutkan usaha mendeskripsikan sinyal dari pesawat alien. Setiap detik terasa begitu tegang, seperti voltase yang mengalir di antara mereka. Di luar, pesawat alien menyala dengan cahaya berwarna cerah, bergetar seolah membangunkan kekuatan baru dari darah bumi.
“Siapkan saluran komunikasi,” perintah Allan. “Kita bisa mencoba intervensi dengan mereka.”
“Bisa-bisa kamu membawa kita ke jalur perang!” Jendral Fury menggelengkan kepala, menatap layar dengan ketidakpuasan. “Kita sudah cukup terjerat dalam masalah. Jika mereka benar-benar ingin berbicara, mereka harus mendekati kita.”
Ketika petak-petak sinyal segera bergerak di layar, Allan merasakan adrenalin bercampur ketegangan. Dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempelajari makhluk ini; mereka bahkan mungkin membawa cara baru untuk memahami keberadaan dan situasi yang akan datang.
“Ini bukan hanya tentang kita, Jendral. Ini tentang setiap makhluk hidup yang ada di bumi!” Allan hampir berteriak, suara emosionalnya menggema di dalam ruangan.
Jendral Fury tidak menyerah. “Setiap detak jantung mereka bisa mengancam kelangsungan hidup kita. Dan itu bukan risiko yang bisa kita ambil.”
“Dengarkan,” Allan berusaha menyatakan argumennya, tetapi operator komunikasi mencuri perhatian mereka.
“Sinyal semakin kuat! Mereka mencoba menyampaikan sesuatu!” operator berkata.