Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Jangan Salahkan Aku!
...----------------...
Suara derap langkah kencang membuat keributan di tengah malam. Seseorang terlihat berlari membelah kegelapan. Dia adalah Ryan yang sedang dikejar seseorang. Ryan terus berlari ketakutan sambil sesekali melihat ke belakang.
Sorot lampu mobil tiba-tiba menyala. Ryan terlihat seperti pemeran utama dalam suatu pentas drama yang tersorot lampu tersebut dari kejauhan. Mobil itu bergerak mengikuti Ryan. Merasa nyawanya terancam, Ryan berlari semakin kencang.
"Brengsek! Beraninya keroyokan!" sungut Ryan sambil berlari dan menoleh sekali. Namun, pengemudi itu malah menginjak pedal gas membuat mobil itu bergerak lebih cepat lagi. Jarak mereka semakin dekat, dekat, dan lebih dekat hingga Ryan tak sanggup lagi berlari cepat. Alhasil, badan mobil itu berhasil menghantam tubuh Ryan begitu kerasnya membuat tubuh Ryan terpental ke udara.
Tubuh Ryan yang terpental lalu hinggap di badan depan mobil yang menabraknya. Tidak berhenti di sana, mobil itu kembali melaju dengan kencang sebelum tiba-tiba mengerem mendadak. Tak ayal tubuh Ryan menggelinding ke tanah lalu tubuhnya terbentur tumpukan batu bata. Di dekat sana memang terlihat seperti ada proyek pembangunan rumah.
Lumuran darah segar mengalir dari area kepala. Kemeja berwarna putih yang dipakai pun seketika berubah menjadi warna merah menyala.
Ryan terbatuk sambil memegangi dadanya yang sudah terhantam benda berat. Air liur bercampur cairan merah keluar dari mulutnya yang terasa kelat. Napasnya pun terasa sangat sesak. Jantungnya dipacu begitu cepat karena menahan rasa sakit seperti dikoyak.
"Abang!" pekik seorang perempuan yang berlari mendekati Ryan. Tangisnya pecah melihat kemalangan lelakinya. Sedu sedan yang terlontar dari bibirnya itu seolah mengatakan jika perempuan itu begitu terluka.
Terlihat pula seorang lelaki yang memakai baju serba hitam turun dari mobil yang menabrak Ryan, lalu berdiri di hadapan mereka dengan gaya menantang. Ia menyulut sebatang rokok lalu diisapnya perlahan. Kepulan asap pun keluar dari mulutnya membentuk bulatan. Sebelah tangannya masuk ke saku celana sambil menatap Ryan dengan tatapan meremehkan. Beberapa orang yang semula mengejar Ryan juga ikut menyaksikan.
"Jangan bunuh dia! Kumohon ...." Gadis itu memeluk tubuh Ryan sambil memelas meminta pengampunan terhadap laki-laki yang berdiri dengan angkuh di hadapan mereka.
Namun, bukannya dapat pengampunan, lelaki itu malah dengan angkuhnya tertawa sarkas lalu diikuti oleh gerombolannya juga. "Inilah akibatnya karena sudah berani mengusik aku!" seru lelaki itu setelah tawanya reda.
"La—ri!" Ryan yang hampir meregang nyawa itu menyuruh perempuannya pergi. Suaranya seperti tercekat di kerongkongan. Sepertinya, Ryan sudah tidak punya harapan.
"Nggak, kita harus lari berdua," tolak perempuan itu sambil menggelengkan kepalanya.
Ryan terbatuk sambil mengeluarkan darah lagi. "Aku udah ... nggak kuat. Pergilah ...! Kamu ... harus selamat ... dan hidup ... dengan baik ... walaupun aku sudah tiada ...."
"Bang!" Perempuan itu memekik dengan kencang, air matanya pun sudah menganak sungai. Kemalangan lelakinya benar-benar membuat hatinya remuk tidak bersisa. Apalagi ketika melihat lelaki itu sudah mengembuskan napas terakhirnya. Gadis itu merasa nyawanya juga ikut terbawa.
Melihat kekasihnya telah tiada, gadis itu menangis sejadi-jadinya. Jeritannya mampu meruntuhkan keheningan di malam yang begitu mencekam itu. Kedua matanya sudah berwarna merah di penuhi dengan kilatan amarah. Kini, dia sudah kehilangan orang yang dia cinta. Dengan begitu, sudah tidak ada lagi tempatnya di dunia.
"Maafkan aku, Bang. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu." Setelah berucap seperti itu, gadis itu pun mengambil pisau yang entah dari mana datangnya, lalu menancapkannya di dada. Tak membutuhkannya waktu lama untuk membuat gadis itu tumbang sambil memeluk kekasihnya.
"Cut! Oke, bungkus!"
Instruksi yang terlontar dari seorang sutradara membuat acara syuting hari itu selesai sudah. Ryan dan perempuan yang sudah berlumuran darah itu tiba-tiba bangkit kembali sambil tertawa semringah. Adegan mereka telah berakhir sempurna. Itu juga merupakan adegan terakhir Ryan dalam karier keartisannya.
Ya, Ryan akan mengambil pensiun dini dari bermain acting. Keputusannya sudah bulat semenjak dia berhasil mengungkap kejahatan Danang. Sebelum berita itu tersebar, Ryan sudah mengambil ancang-ancang.
"Yan, lo dipanggil Pak Danang," kata salah satu kru film memanggil Ryan.
"Oh, iya sebentar." Ryan baru saja mengganti bajunya yang berlumuran cairan yang berwarna merah tadi. Keningnya mengernyit kenapa tiba-tiba sutradara itu memanggilnya. Karena biasanya, lelaki itu tidak pernah peduli dengan seorang figuran biasa. Namun, sebelum pergi menemui Danang, Ryan mengatur napas terlebih dahulu agar rasa cemasnya tidak terlihat jelas. Jujur, Ryan takut jika sutradara itu tahu tentang kelakuannya yang sedikit culas.
"Ada apa, Pak?" Ryan bertanya pada si sutradara.
Sutradara yang sedang melihat video adegan film yang baru diambil itu pun beralih menatapnya. "Eh, Ryan, ya?" tanya Danang. Ryan mengangguk menanggapinya.
"Katanya kamu menolak tawaran bermain peran di serial saya selanjutnya. Benarkah?" tanya Danang tanpa basa basi.
"Iya, Pak."
"Kenapa? Saya lihat akting kamu udah lumayan bagus. Kalau diasah terus mungkin kamu bisa jadi pemeran utama suatu saat nanti," kata Danang memberikan angin segar tentang masa depan Ryan di industri yang hendak dia tinggalkan.
"Maaf, Pak. Saya udah bulat meninggalkan dunia perfilman. Saya mau fokus kuliah dan membantu usaha papa saya," kata Ryan tanpa rasa penyesalan sama sekali. Dia tahu ini adalah yang terbaik untuk masa depannya nanti.
Danang terlihat menghela napas berat. Sungguh disayangkan jika pemain figurannya harus berhenti mendadak. Namun, bagaimanapun itu adalah kehendak pemain. Danang tidak bisa memaksa Ryan untuk tetap syuting.
"Baiklah. Terima kasih atas kerja samanya selama ini," ucap Danang sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman.
Ryan tersenyum samar lalu membalas jabat tangan tersebut. "Sory, jangan salahkan aku berkhianat! Kamu sendiri yang berbuat jahat," ucap Ryan dalam hatinya.
...----------------...
...To be continued...
Dukung author dengan, subscribe, like, komentar, dan vote, ya🌹