Di sebuah desa bagian timur kabupaten Jember yang mulai terjamah zaman modern hiduplah sebuah keluarga yang harmonis dan terpandang di daerahnya. Sepasang suami istri yang dikaruniai sepasang putra dan putri.
Putra sulung mereka Akbar Maulana telah menikah dan memiliki seorang putri yang lucu. Sedangkan putri bungsunya yang cantik,manis menjadi primadona di desa nya masih asyik dengan usahanya hingga belum menikah di usia yang menurutnya masih sangat muda untuk berkeluarga yaitu 24 tahun. Iya, Maureen Maulana namanya.
Sedangkan di ibu kota, tepatnya di pondok pesantren terkenal yang di asuh Kyai Abdul Aziz yang namanya sering di tampilkan di sosial media,berita koran maupun di televisi. putra semata wayangnya pun tak kalah menjadi sorotan, diusianya yang tergolong muda yaitu 30thn bergelar doktor lulusan Mesir tentu untuk membantu proses pendidikan di ponpes orang tuanya dan menjadi pengusaha sukses mandiri tanpa bantuan orang tuanya. sungguh pria idaman wanita " ialah Faizul A'la
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon maliyaiskan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir
" Abii.. " Kaget Maureen saat menoleh ke belakang mengetahui ayah mertuanya tengah syok
Luka Menganga makin terkoyak lebih dalam saat Kyai Aziz melihat wajah sembab dari menantunya itu. Sungguh keterlaluan Umi Khadijah yang begitu tega meninggalkan cucunya dalam keadaan sakit seperti ini
" Pneumonia Abii.. adek kritis. Maureen_ hiks hiks " Tubuhnya kini luruh terjatuh dilantai lemas tak berdaya. Beban yang menumpuk di dada seakan membuncah saat melihat Kyai Aziz
" Astaghfirullah.. Yaa Allah...Yaa Allah.. " Kyai Aziz terduduk lalu memejamkan matanya. Sungguh sakit mendengar tangis pilu Maureen dan kenyataan tentang cucunya yang tengah berjuang antara hidup dan mati
_______
Sedangkan di rumah neneknya Fathimah banyak celetukan orang-orang yang mengatakan bahwa anaknya Fathimah sama sekali tidak ada mirip-miripnya dengan Gus Faiz
" Anak en sapah riyah Mak celleng agek Abdur ( anaknya siapa ini kok hitam kayak Abdur) " celetuk orang-orang yang heran melihat Baim tidak ada mirip-miripnya dengan Gus Faiz maupun Fathimah
" Pola keng anak en Abdur yeh ( Mungkin anaknya Abdur ya ) " Guyonan ibu-ibu yang disambut gelak tawa oleh ibu-ibu yang lainnya
Gus Faiz yang mendengar itu pun seketika pasang telinga dan mencoba mengamati kemiripan Baim dengan Abdur. Memang benar, dari warna kulit, rambut, hidung bahkan mata cenderung mirip dengan Abdur. Malahan seperti duplikat Abdur ketika masih kecil.
Jika Gus Faiz seperti mendapatkan sinyal yang cerah. Namun tidak dengan Fathimah yang malah jadi gelisah khawatir Gus Faiz menanggapi guyonan ibu-ibu itu.
" Apasih Bu, jangan begitu nanti timbul fitnah " Timpal Fathimah yang langsung membuat ibu-ibu itu kicep
" Maaf Fathimah kami hanya bercanda " Balas ibu tersebut
Gus Faiz tampak gelisah pasalnya bagitu sampai di desa ini gawainya sama sekali tidak menampilkan adanya sinyal
Kemarin sebelum berangkat Gus Faiz sengaja tidak memilih supir untuk mengantarkan nya,ia lebih nyaman bersama dengan Jaka. Jaka yang di ajak untuk ikut bersama boss nya itu tentu langsung sigap tanpa diperintah.
" Mas Abdur ini apanya Ning Fathimah? " tanya Jaka pada Abdur
" Saya cuma teman kecilnya saja pak, tetangga neneknya " Jawab Abdur
" Saya kira ada hubungan darah, soalnya saya lihat-lihat Gus Baim mirip mas Abdur kayak pinang dibelah dua " Pancing Jaka
" Ma_maksud Bapak saya mirip bayi itu? " Tanyanya balik
" Iya, kalau digendong Mas Abdur orang pasti akan mengira ayahnya itu Mas Abdur bukan Gus Faiz " Terang Jaka kembali meyakinkan Abdur yang tampak termenung memandangi Baim yang sedang di gendong Hj. Musdalifah itu
Setelah beberapa saat mereka melihat Fathimah keluar menuju halaman belakang dengan membawa keranjang sampah, yang langsung di ikuti Abdur tanpa memperdulikan Jaka yang masih berada di sampingnya. Tak ingin kehilangan kesempatan, diam-diam Jaka juga mengikutinya dengan menyiapkan handphonenya yang telah ia silent untuk merekam aksi pembicaraan mereka berdua yang mencurigakan.
" Baim anakku kan? " Tanpa basa-basi Abdur membuka suaranya saat Fathimah sedang membuang sampah, tentu hal itu membuat Fathimah terlonjak kaget karena memang dihalaman belakang sepi tidak terlihat orang sama sekali
" Bukan urusanmu, jangan sekali-kali kau bertanya tentang hal itu. Baim adalah anak suamiku, Gus Faiz. Paham kau " Geram Fathimah pada Abdur yang tiba-tiba membahas tentang hal itu yang sejujurnya Fathimah khawatir ada yang dengar
" Tidak usah berbohong Fathimah, Baim itu anakku. Dengan jelas wajahnya menunjukkan bahwa dia darah dagingku. Hasil dari percintaan kita waktu itu " Kata-kata Abdur bak sebilah pisau yang berhasil menggores luka yang telah lama kering itu kembali mengeluarkan darah
" Pelankan suaramu brengs*k. Aku sama sekali tidak sudi Baim menjadi anakmu. Darah memang tidak bisa berbohong Dur, tapi aku akan berusaha sekuat tenagaku walaupun nyawa sekalipun taruhannya tak kan ku biarkan darahmu menguasai anakku. Anakku adalah anak Gus Faiz,selamanya akan tetap menjadi anak Gus Faiz. Anak seorang terhormat dan sukses tidak sepertimu yang luntang-lantung ra karuan blas uripe "
Emosi Fathimah makin menjadi kala Abdur mengingatkan kejadian kelam yang telah menimpanya beberapa waktu lalu. Namun tanpa mereka berdua sadari Jaka telah mengantongi rekaman hasil pembicaraan mereka berdua dan betapa terkejutnya dia ternyata orang yang selama ini mereka cari-cari berada dekat dengan keluarga Fathimah sendiri.
______
Dengan cepat Jaka mencari Gus Faiz lalu menggiringnya menuju Kubung (tempat sholat dari bambu khas perumahan Madura yang setiap rumah pasti ada ) disana terlihat ada beberapa orang yang sedang terlelap.
" Ada apa Jak? jika urusan kerjaan aku sedang tidak ingin membahasnya. " Tanya Gus Faiz yang malas membahas tentang pekerjaan pikirannya saat ini hanya sedang ingin segera pulang dan bertemu anak istrinya. Ia begitu khawatir dan ingin mendengar kabar tentang putra kecilnya.
" Tentang ayah biologis Gus Baim, saya sudah mengantongi buktinya " Jawab Jaka menyodorkan ear phone yang terhubung dengan gawainya. Seketika itu pula Gus Faiz menerimanya dan mendengarkan dengan saksama.
Gemertak gigi Gus Faiz terdengar ngilu, matanya menyorotkan kemarahan yang selama ini tertahankan.
" Bedebah, bisa-bisanya dia menjebakku hanya karena duniawi. " Ucap Gus Faiz langsung berdiri melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah neneknya Fathimah
Rumah yang tadi dipenuhi orang-orang yang berziarah Umroh itu kini nampak sepi menyisakan keluarga inti saja. Nenek Fathimah tidak terlihat mungkin sedang istirahat didalam kamarnya.
" Mari kita pulang sekarang Umi " Seru Gus Faiz yang baru masuk pada Umi Khadijah
" Pulang apaan sih le, kamu ini cucu mantunya. Jangan mengada-ada, besok sore baru kita pulang " Balas Umi Khadijah
" Tidak lagi, saat ini.." Gus Faiz menghela nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar
"...Dengan disaksikan semua yang ada di sini saya talak tiga kau Fathimah. Mulai detik ini juga ku haram kan aku dan dirimu bersentuhan walau seujung kuku " Tegas Gus Faiz yang membuat semua orang terkejut
" Faiz, apa-apaan sih kamu ini. Jangan bercanda, talak itu tidak untuk main-main " Pekik Umi Khadijah pada putranya yang tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba mengucapkan talak
" Cukup Faiz, selama ini kamu selalu menyakiti hati anakku. Tidak puas kamu telah menghancurkan hidupnya. " Teriak H. Wadi ayah Fathimah
" Mbak, saya tidak menyangka bahwa Faiz akan setega ini pada anakku. Padahal mereka sepupu " Hj. Musdalifah berdiri menatap kakaknya dengan tangan terkepal
" Faiz.. jelaskan ini semua " seru Umi Khadijah hilang kesabaran
Dengan wajah yang datar Gus Faiz menganggukkan kepalanya seolah memberikan isyarat pada Jaka.
Tanpa menunggu lama Jaka menyalakan handphonenya lalu memperdengarkan rekaman pembicaraan Fathimah dan Abdur. Belum sadar dari keterkejutannya Gus Faiz mengeluarkan sepucuk surat yang selalu berada dalam bag dompet nya. Ia menyerahkan surat tersebut pada Umi Khadijah.
Bak tersambar petir dua kali, surat tersebut saling berpindah tangan dan membuat pembacanya gemetar karena syok. Di dalam surat tersebut tertulis bahwa Gus Baim 99% tidak ada kecocokan dengan Gus Faiz,itu tandanya Gus Baim bukanlah anak biologis Gus Faiz.
" iya...Anak sholeha kebanggaan Bu Lek lah yang tega merusak masa depan saya, dia yang telah menjadi duri dalam rumah tangga saya "
" Dia telah melakukan hubungan terlarang dengan pria sebelah. Malah dengan percaya diri nya mengatakan bahwa itu anak hasil hubungan dengan saya. Padahal demi Allah seinci pun saya tidak pernah menyentuhnya. Silahkan kalian tanyakan sendiri pada putri kesayangan kalian itu " Ucap Gus Faiz yang langsung masuk mengambil tas nya yang berada di dalam kamar Fathimah
Saat meraih tasnya ia sempat melirik bayi kecil yang tengah terlelap di ranjang.
" Maaf kan Yayah Baim, selama ini Yayah tidak bisa menjadi Yayah yang baik untuk Baim. Walau sebenarnya ini bukan salah Baim. Sehat selalu nak,semoga kau tumbuh menjadi anak yang Sholeh dan kuat. " Gus Faiz mencium pipi Baim untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Selama ini dia tidak benar-benar membenci Baim hanya saja perbuatan ibunya yang tidak bisa diterima oleh Gus Faiz membuatnya enggan menggendong bahkan menyapa bayi kecil itu.
" Jelaskan Fathimah, benar atau tidak? " teriak H. Wadi pada putri sulungnya itu
" Maafkan Fathimah Aba. Fathimah gak mau kehilangan Mas Faiz, Fathimah cinta sama Mas Faiz " Ucap Fathimah yang kini bersimpuh di kaki ayahnya
" Tega kamu Fathimah, padahal Umi udah banyak berkorban demi kamu. Umi sampai mengabaikan Maureen dan kedua cucu Umi demi kamu. Tapi Ternyata kamu_" Tangis kecewa dan penyesalan kini menghampiri Umi Khadijah. Bahkan Hj. Musdalifah yang tengah berusaha meraih tangannya pun ia tepis
" Maaf mbak.. Maaf karena telah berburuk sangka pada Faiz, nyatanya aku sendiri yang gagal mendidik anakku. Maafkan aku Mbak " Mohon Hj. Musdalifah pada Umi Khadijah
" Ternyata selama ini aku dibuat memalukan oleh anakmu Mus. Sampai-sampai dia bangun lelucon sedemikian kejinya ini. Aku sangat kecewa sama dia " Lirih Umi Khadijah yang juga di dengar oleh Fathimah, ia beringsut berpindah ke kaki Umi Khadijah
" Maafkan saya Umi. Tolong bujuk Mas Faiz, saya tidak mau pisah dengan Mas Faiz. Jika memang Baim masalahnya, nanti akan saya berikan pada Abdur " Ucapnya dengan raungan buaya
" Astaghfirullah.. Ternyata seperti ini sifat aslinya anakmu Mus. Ya Allah ternyata selama ini aku dibuat bodoh oleh dia " Umi Khadijah mengelus dadanya menyesali selama ini telah percaya pada mulut manis Fathimah
" Umi mau ikut Faiz pulang sekarang atau tidak. Kalau masih mau menangisi penyesalan Umi disini ya gak apa-apa. Faiz tinggal pulang duluan " seru Gus Faiz langsung melangkah menuju mobil
" Tunggu, umi ikut pulang le " Jawab Umi Khadijah mendorong Fathimah untuk menyingkir dari kakinya lalu berdiri mengambil barang-barangnya dan segera menyusul Gus Faiz ke mobil
" Tunggu mas... tunggu. Jangan tinggalkan aku..ku mohon Mas Faiz.." Teriak Fatimah mencoba mengejar Faiz ke dalam mobil namun langsung dikejar H.Wadi
" Cukup Fathimah.. Masuk kedalam.." Ucap ayahnya
" Tapi Aba_" tolak Fathimah dengan pandangan fokus ke arah Gus Faiz
" Masuk sekarang juga " Teriak H.Wadi lalu menarik tangan Fathimah untuk segera masuk ke dalam rumah
_______
" Maaf Yai, Ning. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi Allah lebih menyayangi Gus Azzam " Kata-kata yang keluar dari mulut dokter yang menangani Gus Azzam bagaikan sambaran petir disiang bolong
" Dokter jangan bercanda, tidak mungkin putra saya meninggalkan saya " Jerit Maureen seraya mencengkram tangan wanita itu
Sementara dibelakang Ustad Danu nampak mencoba memegang bahu Kyai Aziz yang telah pucat tubuhnya limbung.
" Maafkan saya, Ning yang sabar. Saat ini Gus Azzam tidak merasakan sakit lagi " Ucap dokter itu dengan wajah yang turut sedih
" Dokter pasti salah. Enggak sus, jangan dilepas. Tolong.. anak saya masih hidup " Jerit Maureen pada suster yang mulai melepaskan alat-alat yang menempel pada tubuh Azzam
Ia berhambur memeluk putra kecilnya, rasa nyeri pada kepalanya yang sedari tadi ia rasakan kini makin mencengkram otaknya. Namun sedemikian rupa ia abaikan hingga beberapa detik kemudian tubuhnya limbung, jatuh tertelungkup dan semuanya gelap.