Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Kelingan awakmu
Jagat keluar dari ruangan Aza dan menutup ruangannya pelan, khawatir mengganggu istirahat Aza.
Pagi ini sebenarnya ia ada patroli udara demi menindaklanjuti tugas sebelumnya yang menurut laporan unit lanjutan ditemukannya gerakan mencurigakan kartel setempat yang berulah kembali.
Ia segera mengganti baju dengan seragam pdh lapangan dan melengkapi diri dengan senjata dan rompi anti pelurunya bersiap bertugas.
Aza tak ingat kapan ia tertidur, atau sudah berapa lama. Yang jelas kini ia menggeliat ketika terdengar bunyi *kresek* berisik dan suara dentingan logam beradu mengganggu pendengaran.
"Emh, putri tidur bangkit juga akhirnya.." kekeh Hera yang ternyata sedang mengurangi laju cairan infusnya.
"Mau ke toilet lagi ngga? Atau pake pispot?"
Aza menggeleng, "mau ke air aja."
"Sini aku bantu."
Langkah Aza yang sudah lebih sedikit segar mendorong tiang infusan berjalan menuju kamar mandi.
"Masih kerasa mulesnya, Za?"
Aza mengangguk, "ngga bisa instan, tapi gue yakin besok juga udah mendingan."
"Aminin jangan?" tanya Hera langsung ditertawai Aza.
"Za.."
"Hm?"
"Aku boleh nanya, antara kamu sama bang Adyaksa ada hubungan? Jujur hayooo---" tembak Hera rupanya melihat gelagat berbeda dari keduanya.
Aza menggeleng seraya tersenyum, "ngga ada. Mungkin---" jawabnya meralat kata sebelumnya.
"Emh, bokis banget!" Hera menggandeng Aza menuju kamar mandi.
"Ra, kalo ada telfon dari mas Angga nanyain aku. Bilang aku baik-baik aja, cukup itu aja. Please...apapun yang terjadi sama aku, jangan pernah hubungin mas Angga lagi." pinta Aza menaikan rasa penasaran Hera.
"Kenapa emangnya Za? Sorry ya kalo aku udah lancang kasih tau Angga masalah sakit kamu ini..." ia nyengir tak enak hati yang langsung digelengi Aza, pasalnya ia yang so tau dengan menghubungi Angga.
"Rumit. Aku ngga bisa jelasin...yang jelas, kedatanganku kesini adalah caraku menciptakan jarak dan ruang buat hubunganku dan Angga." Jelas Aza, sebenarnya bukan begini awalnya...namun beberapa kali ia minta petunjuk Tuhan, inilah jawabannya, selalu ayah dan bunda menjadi pemenangnya.
"Ha? Kalian berantem, apa separah itu, Za..."
Aza kembali menggeleng, "intinya, aku sama Angga udah tau muaranya kemana." Aza hanya menjawab itu saja dan berharap Hera akan mengerti.
"Oh, oke. Sayang banget Za..."
"Hhmm." Aza hanya bergumam saja.
Nyatanya di ruang kesehatan camp bukan hanya ada Aza saja, siang menjelang sore ini akhirnya mamah Nania masuk juga faskes camp, setelah ia dijemput para tentara dan dokter Dimas atas hasil lab yang ia dapat.
"Doctor?" sapanya ketika melihat Aza dipasangi infusan, meski gadis ini terlihat lebih segar darinya.
"Hallo mama," sapa Aza.
*Disini saja, oke* !
Ia langsung dibantu sang suami dan bang Franky serta dokter Dimas berbaring di kasur sebrang Aza.
Kondisinya jauh lebih parah dibanding Aza mengingat komplikasi yang dideritanya bersama penyakit kolera dan campak yang sudah menjalari beberapa organ.
"Tutup om, jangan menyatu dengan dokter Aza.." perintah dokter Dimas pada bang Franky yang meminta menyekat ruangan itu dengan gorden tebal antara Aza dan mama Nania.
"Siap dok!"
"Za." dokter Alteja ikut menyusul dan menemui Aza.
"Dok..."
"Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya nya.
"Better, kayanya besok saya mau pindah tidur aja ke kamar awal dok..." jawab Aza, memancing anggukan dokter Teja, "2 sampai 3 hari. Tetap jalani rehidrasi dulu. Nanti jika sudah benar-benar sehat, baru kau boleh pindah."
Aza mengangguk menurut. "Get well soon," senyumnya tipis mengusap bahu Aza dan kembali tanpa berkata judes seperti biasanya.
Selama seharian ini, ia hanya berbaring, sungguh bukan Aza yang biasanya pecicilan. Ia bahkan sempat memikirkan satu dan lain hal tentang tugas, hutang pada Nay bekasnya jajan di kantin kampus yang belum sempat ia bayar...kalo kaya gini aja inget hutang, apa ia akan ma\*ti besok?! Jangan-jangan, ia bahkan belum merasakan nikmatnya terima ongkos dokter. Masa kuliah mahal-mahal, capek-capek sampe rambut rontok kepala botak modalnya belum balik?!
Huffttt! ia meniup-niup poni depan, rebahan dengan berbagai posisi tetap tak membuat waktu berputar lebih cepat, sementara dari bilik mama Nania yang kini sudah tersekat gorden tebal hijau tak terdengar apapun, apakah mama Nania masih bernafas?
Ia hanya memperhatikan Laras yang bolak-balik melayani makan siang, cemilan sore dan makan malam dirinya serta mama Nania.
"Gimana cosplay jadi pasien, Za? Asik?" kekehnya mencibir.
"Hufft, ngga asik!"
"Interupsi dong sus! Sebagai pasien....gue mau kasih saran dan kritik..mestinya ruang faskes ini posisinya di depan, dikasih jendela jadi biar bisa liat orang-orang aktivitas! Biar bisa ngehirup udara segar area depan camp yang ada pohonnya...biar bagus untuk proses pemulihan..." keluhnya menyampaikan aspirasi.
Laras tertawa, "bilang aja biar bisa liat abang-abang ganteng ! Ni pasien satu banyak maunya---udah keliatan banget niatnya!"
Aza tertawa kencang jika niat busuknya ketauan Laras, "tapi jujur loh Za, ternyata dalam sekejap nama lo jadi terkenal diantara kalangan om-om tentara loh!"
"Wah, masa?!"
Laras mengangguk, "salam katanya buat suster yang suka gombal!" Laras tertawa julukan Aza, begitupun Aza yang tak marah dijuluki penggombal begitu, ia hanya menganggapnya sebagai lelucon saja.
"Haduh ya ampunnn! Dah ah, nih...buku laptop sama alat tulis yang lo minta ambilin, emang dasar nih pasien satu banyak requestnya..." Laras menyerahkan barang yang Aza minta.
"Thank you, suster Larassss sarangheo..." Aza membuat tanda love dengan jemarinya.
Sepeninggal Laras, Aza tak menyia-nyiakan waktunya untuk segera menyusun tugas-tugasnya agar cepat selesai begitu ia kembali ke tanah air.
\*\*
Tap--tap...
Suara langkah terdengar masuk mendekat dan Aza mendengar itu dalam khusyuknya mencatat sesuatu.
"Ada yang ketinggalan Ras?"
Senyum tipis terurai dari seseorang tatkala melihat gadis yang tadi pagi begitu terlihat menyedihkan, pucat hingga pingsan di pelukan kini sudah terlihat lebih segar dengan rambut ia cepol satu secara sembarang, terkesan acak-acakan karena beberapa helaian rambutnya keluar mencuat dari cepolan.
"Ada. Hati saya..."
Aza langsung menghentikan gerakan tangannya di atas buku dan mendongak demi melihat sumber suara.
Jagat semakin mendekat hingga kini berdiri di depan Aza, "sore menjelang malam..."
Dan Aza masih menatapnya tanpa ekspresi berarti, "bang J.."
"Saya nemu ini tadi sewaktu patroli...lumayan buat nambah energi, begitu bukan?" bukan barang mewah tidak pula mahal, hanya sebuah coklat kecil yang dijual pula di tanah air dan negara-negara lain.
"Nemu apa beli?" tanya Aza, "kalo nemu berarti punya orang, kadaluwarsa ngga nih?" cecarnya lagi memantik kekehan tak bersuara dari Jagat.
"Beli." Ralat Jaga.
"Plin-plan...yang mana yang bener?" tanya Aza sewot yang sebenarnya ia mencibir dirinya sendiri.
"Beli...benar beli. Tadi kebetulan patroli dan istirahat sejenak di dekat pangkalan militer negri. Lalu berkeliling sebentar disekitar sana."
Aza langsung merebut coklat di tangan Jagat persis jambret, "bilang dong dari tadi, jangan bilang nemu...jadinya kan aku ragu buat nerimanya."
Jagat tertawa, "udah sehat ya..." Jagat tidak menggusur kursi seperti yang ia lakukan tadi pagi, melainkan ia langsung duduk di tepian kasur Aza dimana Aza duduk bersila sambil memangku buku.
"Eh bentar, ini ikhlas kan?" tanya Aza menunjukan batangan coklat yang nyatanya sudah ia buka kemasannya.
Jagat tak berhenti tertawa, jakunnya sampai naik turun, sejak pertama mengenal Aza dan mendengar suaranya, sosok Aza memang begitu konsisten humoris menurut Jagat.
"Kalau saya bilang engga, gimana...itu bungkusnya udah kamu sobek gitu?"
"Gampanglah nanti aku ganti pake plastik obat."
Jagat menggeleng tertawa, rasa lelah tadi hilang begitu ia bertemu Aza, "saya ikhlas..."
"Oh harus!" angguk Aza yang kini sudah menggigit coklat dan mengunyahnya.
"Kamu sedang mengerjakan apa?" tanya Jagat begitu penasaran dengan apa yang dikerjakan Aza.
"Ini serangkaian rencana buat bentuk kartel nar koba...aku punya rencana buat bentuk gembong mafia disini..." ucapnya dengan nada mengada-ada dan begitu dibuat seseram mungkin, namun jatuhnya Jagat justru tertawa karena hal itu begitu mustahalll.
"Kalo gitu kamu target saya selanjutnya..." angguk Jagat menukikan alisnya meski bibirnya sudah tersungging.
Aza mendengus geli, "cocok ngga bang, kalo aku jadi gembong mafia?Hah! Aku inget tuh, calon suamiku juga fotonya persis tero riisss di CV nya..." ujar Aza.
Dan Kini Jagat kembali meledakan tawanya mengingat sesuatu.
"Dih kenapa ketawa?!" cibir Aza.
"Saya jadi keingetan sesuatu. Calon istri saya juga persis istrinya tero risss, mana segala dipake dan ditutup."
Aza tertawa akan itu, teringat sesuatu juga.
.
.
.
.
kalau ada aza mesti rameeee🤣...
semangat up terus ya mak sin 💪😅🙏