Hanna Humaira, sosok wanita berparas cantik dengan hati tulus yang menaungi.
Di usianya yang kini menginjak usia 23 tahun, ia harus merelakan kebebasan masa mudanya, menjadi sosok single mother untuk putri semata wayangnya yang kini baru berusia 3 tahun, Maura Adira.
Hari-hari bahagia ia lalui bersama putri menggemaskan itu, hingga akhirnya kehidupan nya kembali terusik, saat sosok dari masa lalu itu kembali hadir dalam pertemuan yang tak terduga.
Apa jadinya jika laki-laki itu mengetahui bahwa kejadian malam panas itu membuahkan sosok gadis kecil dan bersikukuh untuk merebutnya?
Mampukah Hanna mempertahankan sang putri atau malah harus terjebak dalam pernikahan dengan laki-laki itu demi kebahagiaan sang putri tercinta?
Happy Reading
Saranghaja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Molla Tatit Myh...
°°°~Happy Reading~°°°
Lima belas menit berlalu, akhirnya mobil mewah itu kini menepi di salah satu rumah sakit paling elit di ibukota, Brisson Hospital.
Hanna bergegas keluar dari mobil itu dengan si kecil Maura yang setia berada di gendongannya, sudah tak terkira bagaimana gugupnya Hanna saat itu, ketakutan-ketakutan itu begitu mengusik hatinya yang kini tengah rapuh dan tak berdaya.
" Ikut aku... " Sahut David tiba-tiba saat Hanna akan berbelok ke loket pendaftaran.
" Tempat pendaftaran nya di sana... " Kesal Hanna, ia tak ingin berdebat, putri kecilnya itu harus segera di tangani secepatnya.
" Aku sudah buat janji dengan dokter... "
Membuat Hanna sontak bernafas lega, setidaknya laki-laki itu tak mengacaukan segalanya.
Sebelum melanjutkan langkah nya, Hanna menyempatkan diri untuk membetulkan gendongan nya, tangannya kebas, sedari tadi berlari dengan menggendong putri kecilnya, membuat tangannya kini di landa pegal yang teramat.
Menyadari itu, David pun tak tinggal diam, tangannya kini mengulur mengambil paksa tubuh Maura dari tangan Hanna, membuat wanita itu pun sontak memekik.
" Tuan... " Pekik Hanna, ketakutan itu kembali menyergap, wanita itu benar-benar takut jika sampai laki-laki brengs*k itu benar-benar membawa kabur putri kecilnya.
Membuat David pun sontak berdecak.
" Ck... Kau sangat lamban... "
Lift khusus itu mulai merangkak naik, David masih setia menggendong si kecil Maura dalam dekapannya, sesekali laki-laki itu menunduk, menatap pada wajah pucat Maura yang masih terlelap nyenyak.
Hingga akhirnya lift itu pun menghentikan lajunya saat sampai di lantai teratas.
David melangkah lebih dulu dengan langkah lebarnya, membuat Hanna pun kesulitan untuk mengimbanginya, memaksa wanita itu untuk mempercepat langkahnya hingga setengah berlari.
" Cepat periksa... " Titah David setengah membentak, membuat semua dokter yang sudah menunggunya itu pun sontak bergerak cepat mempersiapkan pemeriksaan nya di tengah fajar.
David membaringkan tubuh lunglai Maura di atas brangkar perawatan agar gadis kecil itu bisa segera di tangani. Namun tanpa di sangka, pergerakannya itu membuat si kecil Maura merasa terusik dan kembali mengigau.
" Mommyh... " Rintih Maura tak tenang, membuat David spontan mengusap lembut wajah pucat Maura, putri kecilnya.
" Tenanglah... " Lirihnya, wajahnya berubah menghangat, tak ada lagi bentakan, tak ada lagi suara keras menggelegar, laki-laki arogan itu kini berubah menjadi sosok yang begitu lembut dan penuh akan kasih sayang.
Pemeriksaan pun di mulai, para petugas medis mulai menunjukkan keahliannya dengan David dan Hanna yang setia menemani sang buah hati, hingga akhirnya di putuskan bahwa si kecil Maura harus di infus, membuat Hanna sedikit was-was, wanita itu tak sampai tega jika harus melihat tangan mungil itu harus di tusuk oleh tajamnya jarum infus.
" Mommyh... Tatit... Molla tatit, hiks... " Tangis si kecil Maura pecah saat jarum tajam itu mulai menusuk punggung tangannya, membuat David pun seketika meradang.
" Apa yang kalian lakukan hah... Kau membuatnya menangis? " Sentak laki-laki itu tak mau tahu.
" Mohon maaf tuan, kalau tidak dilakukan tindakan infus takutnya penyakit nya akan semakin parah, jadi mohon tenangkan diri anda... " Saran salah satu dokter, namun bukan David jika ia menerimanya begitu saja.
" Tenang? Kau bilang... "
" Sudah... " Isak Hanna di tengah amukan David yang terputus, wanita itu sudah terlalu lelah untuk berdebat, bahkan putrinya saja masih menangis tanpa henti.
" Iya iya... Tidak apa-apa sayang... Maura bobok lagi ya... "
Gadis kecil itu menggeleng-gelengkan kepalanya dalam derai air mata yang tak henti luruh dari bola matanya.
" Tatit... Molla tatit myh... " Tangisnya kian menjadi, membuat Hanna pun terpaksa menggendong gadis kecil itu, menimang-nimangnya agar putri kecilnya itu berangsur tenang dan kembali terlelap.
Namun usahanya itu sia-sia belaka, si kecil Maura masih tak berniat menghentikan tangisannya, bahkan tangannya yang terpasang selang infus itu mulai bergerak tak tenang, membuat Hanna pun semakin kesulitan menenangkan putri kecilnya.
" Berikan padaku... "
Hanna hanya mematung, tak menolak atau mengiyakan, setengah hatinya ragu dan tak rela jika laki-laki itu menyentuh putrinya.
Namun, sekali lagi, ia tak boleh egois.
David yang memang pemaksa itu pun tetap mengambil alih Maura dari gendongan Hanna, menimang-nimang nya, hingga akhirnya gadis kecil itu berangsur tenang dan kembali terlelap.
" Good girl... Kau mendengarkan daddy? " David menyunggingkan senyum samar saat menatap wajah sang putri yang kini terlelap di dekapannya, tiba-tiba saja hatinya menghangat, perasaan gusar yang sedari tadi bersarang dalam hatinya kini lenyap dengan wajah tenang putri kecilnya.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Gimana nih kabar kalian
Molla sudah kembali ya...
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕