Sigma Love Story : The Mother

Kami duduk berhadapan saat ini.

Aku menunduk menatap ke arah kopiku. Sambil berpikir.

Barusan aku bicara apa sih ke Pak Gatot?! Kok mulutku melantur macam-macam?

Sulit dipercaya aku tidak terbuka ke orang lain mengenai hubunganku dengan Kayla.

Tadinya kupikir, kalau aku bilang yang sebenarnya, bahwa Kayla adalah Babysitter Aram, semua laki-laki akan rese mengganggunya. Ia harus fokus merawat Aram yang memang tidak bisa diserahkan ke orang lain. Altan yang priyayi saja sampai salah tingkah begitu, apalagi seorang Gatot yang tukang main perempuan?!

Juga, aku dan Kayla tinggal serumah, tanpa ikatan pernikahan, tanpa keberadaan orang lain lagi. Itu bisa dikategorikan sebagai kumpul kebo, kan?! Aku tidak ingin dituduh macam-macam.

Dan seingatku, aku tidak sedikit pun bilang kalau Kayla adalah istriku. Pernikahan kami hanya spekulasi liar dari Pak Gatot.

Bukan salahku dong?

Tapi kenapa aku merasa ada yang salah?

“Pak Zaki?” aku mendengar Kayla memanggilku.

Aku mengangkat kepala dan menatapnya. Ia sedang memiringkan wajahnya memperhatikanku.

Aku menarik nafas untuk menyingkirkan pikiran jelekku.

Area bawah tubuhku terasa berdenyut saat aku mengulang kata-kata yang pernah terucap dari bibirku ke Pak Gatot.

“Yang itu mantan, ini yang baru.’

Astaga...

“Saya memaklumi kondisi yang sedang terjadi, Pak. Waktu itu bapak juga bilang ke Angga hal yang kurang lebih sama.” Kata Kayla.

“Hmh...” geramku. Benar juga. Aku bilang ke Angga kalau aku ini ‘calon’ Kayla.

“Saya mengerti kalau hanya itu cara agar pak Zaki bisa melindungi saya. Sebuah ikatan pernikahan agar yang lain mundur. Walau pun berpura-pura.”

Aku menggelengkan kepalanya. “Seharusnya tidak begini.” Desisku.

“Tapi saya tetap berterima kasih Pak.” Kata Kayla. “Mohon tetap bersabar sampai masing-masing dari kita menemukan jalan sendiri-sendiri ya pak, sampai Aram sudah bisa berdiri di atas kakinya sendiri tanpa ketergantungan dengan saya.”

Dia benar.

Kali ini dia benar.

Dan dia selalu benar.

“Mohon kerjasamanya ya Bu Kayla.” Desisku akhirnya.

“Kayla saja Pak. Usia kita beda 13 tahun.”

Aku pun mengernyit.

Dia seusia Altan?

Gila...

Keheningan kami dipecahkan oleh suara ribut-ribut di luar cafe.

Aku menoleh dan berikutnya kulihat sosok yang sangat kukenal.

Dari jauh pun aku bisa tahu siapa dia.

Bukankah kemarin Kasep sudah menanganinya? Seharusnya dia sudah di penjara sekarang!

Wanita itu membuka pintu Cafe dengan kasar lalulangusng berjalan ke arahku.

“Zaki!! Kembalikan anakku!!” teriaknya.

Itu Reina.

Aku berdiri dan kuposisikan Kayla di belakangku.

Kayla langsung menggendong Aram dan menyembunyikannya di pelukannya. Sayang sekali Reina sempat melihat Kayla dan Aram.

Wanita itu menatap Kayla dari atas ke bawah dengan pandangan yang sengit, lalu pandangannya berhenti di area dada Kayla dan ia sempat menaikkan alisnya.

Semua orang menilai kalau Reina langsung merasa kalah saing dengan sosok wanita di belakangku. Siapa yang tidak insecure melihat Kayla? Apalagi setelah dipoles seperti sekarang, dia terlihat sangat cantik.

“Wah cepat sekali kamu dapat yang baru? Padahal dulu kamu mengiba cinta sampai berlutut di kakiku.”

“Kenapa kamu pulang ke sini? Si Gadun sudah sadar siapa kamu sebenarnya?” tanyaku menyindir.

Reina hanya mendengus sambil meludah ke samping.

Sumpah, jorok banget nih perempuan!

“Aku kena HIV. Dan dibuang. Puas?” desisnya.

Aku langsung menarik nafas tanda merasa miris. Aku tak heran akan jadi seperti ini, suatu saat cepat atau lambat. Untung saja Aram negatif untuk penyakit semacam ini.

Hal yang mengesalkan saat ke cafe macam begini, yang dipenuhi dengan anak muda, adalah... ponsel mereka cepat sekali beraksi.

Dengan sekejab mata puluhan orang merekam aktivitas kami yang tak biasa.

“Ngapain kamu di sini?! Kamu bukannya di penjara?!” seruku sambil menghalanginya mendekati Kayla dan Aram

“Aku kabur!”

“Kok bisa kamu kabur?!”

“Ah! Penjaga dikasih pe2k juga luluh, aku masih bisa bawa hape masuk ke lapas.”

“Dasar setan... kamu menyebar penyakit di penjara.” geramku. Di mataku, wujud Reina benar-benar mengerikan. Sekarang aku amat sangat sadar, akan berbahayanya wanita di depanku ini. Terlebih... kenapa wajahnya amburadul begini? Apakah karena aku terbiasa melihat Kayla yang bersih dan anggun? Kalau dari warna kulit, tak beda jauh, tapi Reina benar-benar tak terawat! Make up nya sangat tebal, pandangan matanya nyalang dan senyumnya menyeramkan.

Pakaiannya juga... ah entahlah bikini merek apa yang ia pakai, yang jelas vulgar sekali untuk standar budaya timur. Buat apa pakai baju renang ke restoran?! Dan kenapa dia pakai sepatu hak tinggi kalau atasnya pakai bikini?!

“Itu anakku, yang kulahirkan dengan susah payah! Dia pencuri!” serunya sambil menunjuk Kayla. “Aku ibu kandungnya!!” seru Reina berusaha menarik perhatian orang-orang sekitar. Aram menangis semakin kencang, mungkin anak itu juga ketakutan.

“Tega sekali kau ambil anakku, Zakiiiii. Itu buah cinta kita. Kenapa kau berikan pada wanita lain?! Aku merindukannya setiap hari!” serunya.

Aku tahu Reina berusaha playing victim. Karena puluhan kamera ponsel terarah padanya.

Aku juga tahu, kalau kubalas, aku terkena tuntutan mencemarkan nama baik. Menyebarkan aib di depan umum tidak bijak untuk kondisi saat ini.

“Aku ini ibunya! Aku paling berhak atas dia. Tega kamu Zaki! Dasar laki-laki jahat! Kenapa kau jauhkan aku dari anakku?! Dan lagi, siapa pela cur itu?! Aku tak rela-“

“Kau berusaha menjual anak kita ke penadah untuk dikirim ke rumah bordil di India. Kau mabuk dan bercinta dengan orang lain saat hamil anak kita. Lalu aku harus apa?” aku bicara agak keras.

Semua orang langsung terpekik kaget.

Aku tadinya tak ingin melakukan hal ini, tapi aku langsung emosi saat dia menghina Kayla.

“Apa buktinya?” Reina balik bertanya.

“Kamu itu ngewaw live di mi-chat, dasar betina Dajjal! Videomu tersebar di Snss, eks-Hamster dan Hubhub! Aku menggerebek bandar human traficking bareng polisi dan menemukan Aram di sana di dalam kandang anjing!! Masih tanya bukti? Otakmu dimana?!”

“Nah!! Kau ini ya! Kamu barusan sudah mencemarkan nama baikku. Kamu akan kutuntut balik!” seru Reina. Ini yang kukhawatirkan.

“Kayla. Kamu dikatai pela cur olehnya. Kamu akan menuntut?” tanyaku ke Kayla yang berdiri di belakangku.

“Ya, tentu.” Seru Kayla. “Apa buktinya kalau saya pela cur? Dan lagi... dia menuduh saya pencuri. Padahal saya memiliki bukti valid di atas kertas kalau saya berhak mengasuh Aram. Itu fitnah yang tak berdasar.”

Reina ternganga mendengarnya.

Tangannya tergenggam kencang.

Aku hafal tingkahnya yang ini, dalam beberapa detik ia akan menyerang Kayla.

Dan benar saja... dia lari menerjang ke arah Kayla.

Untung saja aku sudah berdiri di depan Kayla, jadi aku bisa menghalaunya.

Yang di luar perkiraanku...

Ada pisau tertancap di lenganku.