Gara, cowok dengan semangat ugal-ugalan, jatuh cinta mati pada Anya. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dengan segala cara konyol, mulai dari memanjat atap hingga menabrak tiang lampu, Gara berusaha mendapatkan hati pujaannya.
Tetapi setiap upayanya selalu berakhir dengan kegagalan yang kocak. Ketika saingan cintanya semakin kuat, Gara pun semakin nekat, bahkan terlibat dalam taruhan konyol.
Bagaimana kekocakan Gara dalam mengejar cinta dan menyingkirkan saingan cintanya? Akankah Gara mendapatkan pujaan hatinya? Saksikan kisah cinta ugal-ugalan yang penuh tawa, kejutan, dan kekonyolan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Waktunya Lomba
Di tengah lapangan kampus yang ramai, mahasiswa berkumpul untuk menyaksikan pertarungan pantun antara Gara dan Dion demi memikat hati Anya. Semua orang penasaran, siapa yang bisa membuat Anya tertawa paling keras. Yoyok, Darto, dan mahasiswa lainnya berbaris sebagai juri.
Dion berdiri dengan percaya diri, walau terlihat agak kaku. Ia mengatur napas, lalu mulai menyampaikan pantunnya:
“Ke pasar beli jambu, buat sarapan pagi-pagi.
Wahai Anya, cantikmu, seperti bintang di langit tinggi.”
Beberapa orang di sekitar mencoba menahan tawa, tetapi ada yang terlihat terdiam bingung. Anya hanya tersenyum simpul, belum terkesan.
Setelah Dion selesai, Gara melangkah maju dengan penuh percaya diri, tangannya bergerak berlebihan saat membacakan pantun. "Es bonbon buah kecapi. I was born to make you happy." Dia menyeringai lebar, mengedipkan mata ke arah Anya, yang langsung membuat tawa mahasiswa di sekeliling meledak. Anya hanya bisa menahan senyum sambil menggelengkan kepala.
Gara kemudian memutar-mutar tangannya di udara seakan menyajikan sesuatu, "Makan nasi kuning dimasakin eyang. Good morning yang kusayang." Dia menundukkan badan dengan dramatis seperti sedang mengucapkan salam pagi.
Semua yang mendengar pantun itu semakin tak bisa menahan tawa. Yoyok yang berada di barisan depan sampai nyaris terjatuh dari tempat duduknya. Bahkan Anya pun tertawa keras sampai matanya berair. Gara benar-benar berhasil membuat suasana semakin riuh dengan kombinasi pantun konyol dan gestur tubuh yang tidak kalah kocaknya.
Sementara itu, Dion yang berusaha membuat pantun kedua, tampak lebih kaku dan formal. Dion terlihat semakin tegang, ia mencoba lagi untuk memberi penampilan yang lebih baik, tak ingin kalah dari Gara. Dion dengan serius berkata:
“Pergi ke pasar beli ikan tenggiri,
Sambil beli sekilo tomat.
Anya, kalau kamu pilih aku,
Aku akan selalu hormat.”
Meskipun pantun Dion tidak buruk, gestur kaku dan nada suaranya yang serius membuat suasana sedikit datar. Beberapa mahasiswa hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar pantun Dion. Ekspresi Dion yang berusaha keras jadi malah membuat mereka tersenyum simpul. Kali ini, Anya tidak bisa menahan tawa, tetapi lebih karena keanehan dari gaya yang kaku dan serius Dion.
Gara, dengan penuh percaya diri, melirik Dion sambil tersenyum lebar. “Bro, lo lebih cocok jadi pembawa acara formal, bukan pembawa cinta!”
Dion hanya terdiam, wajahnya memerah menahan malu dan geram. Dia mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya, jari-jarinya gemetar sedikit, sementara rahangnya mengencang. Tatapannya menghindar dari Gara, seolah tidak mau memberi reaksi yang bisa mempermalukannya lebih jauh. Bahunya terlihat tegang, tapi dia berusaha menjaga sikap tenang, meskipun jelas dalam hatinya dia merasa tertohok. Dion menarik napas dalam-dalam, menahan diri untuk tidak meledak.
Giliran kesempatan kedua Gara, ia melakukan gerakan seolah-olah sedang memegang mic seperti rapper, "Aku suka Young Lex, kamu suka Kang Iwa. Walaupun aku jelek, tapi bikin kamu ketawa." Gara mengibaskan tangan seolah menirukan gaya rap, membuat suasana semakin ramai.
"Ikan hiu bawa guling. I love you darling." Gara menggoyangkan badannya seperti ikan hiu yang berenang, sambil menoleh ke Anya dengan ekspresi pura-pura manis, yang membuat Anya akhirnya tertawa terbahak.
"Ikan hiu pake dempul. I love you full," lanjutnya, sambil pura-pura memoles wajahnya sendiri dengan tangan seperti sedang menggunakan dempul. Lagi-lagi, gelombang tawa pecah.
Dan sebagai penutup, Gara menirukan gaya orang tua minum jamu, "Haji Lulung minum jamu. Jangan bingung, pilih aku!" Gesturnya yang berlebihan saat minum jamu membuat seluruh mahasiswa di sekitar benar-benar sakit perut karena tawa.
Sekali lagi, tawa riuh pecah di sekitar mereka. Gara jelas-jelas memenangkan ronde pantun ini, bukan hanya karena pantunnya, tapi juga bagaimana ia mampu menghibur semua orang dengan tingkah lakunya yang konyol.
Anya sendiri tak bisa menahan senyum yang semakin lebar. Pantun Gara mungkin konyol, tapi tingkahnya yang lucu dan percaya diri membuat suasana semakin seru.
Tawa riuh pun pecah di antara mahasiswa, bahkan beberapa sampai terpingkal-pingkal. Anya sudah tidak bisa menahan senyumnya, ia terlihat senang.
Ketika juri mengumumkan pemenangnya, Darto mengangkat tangan dan berkata, “Karena tawa adalah yang terpenting, Gara jelas menang! Dion, kita semua sayang sama kamu, tapi pantunmu bikin kita mau minta obat sakit perut!”
Gara tersenyum lebar dan memberikan penghormatan kepada Anya. “Terima kasih, Anya! Sekarang, maukah kamu jadi pacar seorang penyair konyol?”
Anya tertawa dan menggelengkan kepala, tetapi semua orang tahu betapa dia terhibur. Malam itu, mereka semua tertawa dan bersenang-senang, menikmati momen konyol dan penuh tawa di kampus.
Saat lomba pantun berakhir dengan kemenangan Gara, Dion hanya terdiam, berusaha keras menelan kekalahannya. Wajahnya tetap tenang, tapi ada sedikit ketegangan di sekitar rahang yang menandakan perasaan kesalnya. Ia menggigit bibir bawahnya, menatap lurus ke depan tanpa berani menatap Gara atau Anya.
Rendy dan teman-teman Dion yang lain segera mendekat untuk memberi dukungan. Rendy menepuk pundak Dion dengan semangat, “Santai, Bro, lo kalah di pantun doang. Basket 'kan lo rajanya!”
Teman-teman Dion yang lain ikut menyemangati, “Iya, di babak basket lo pasti menang! Itu 'kan arena lo.”
Dion mengangguk perlahan, mendengar dukungan itu. Perlahan senyumnya muncul kembali, seiring rasa percaya dirinya mulai bangkit. “Iya, benar juga. Gue nggak bakal kalah di basket,” katanya dengan suara yang lebih tegas. Kembali ada api semangat di matanya, siap membalas kekalahan di babak berikutnya.
***
Di lapangan basket kampus yang mulai ramai dengan para mahasiswa yang penasaran, pertandingan antara Dion dan Gara untuk merebut hati Anya sedang berlangsung. Dari awal, suasananya sudah terasa berbeda. Dion nampak sangat serius, keringat bercucuran meski pertandingan baru saja dimulai. Sedangkan Gara, seperti biasa, terlihat santai, bahkan sambil mengunyah permen karet dengan gaya kasual.
Dion memulai pertandingan dengan tekad baja. Setiap kali dia memegang bola, dia langsung melakukan dribble cepat dan melesat ke arah ring. Dia melompat tinggi, melempar bola dengan gaya yang sempurna, dan ... cling, masuk! Para penonton pun bersorak, "Woohoo!"
Sementara itu, Gara mendapat bola. Alih-alih langsung menyerang, dia berjalan santai sambil menggiring bola, matanya melirik kanan-kiri seperti mencari sesuatu. "Eh, ada yang jual cilok nggak sih, di sekitar sini?" tanyanya dengan nada bercanda, yang langsung membuat mahasiswa tertawa. Namun, saat mendekati ring, tiba-tiba dia melepaskan tembakan sambil setengah menguap, dan ... cling, bola masuk! Para penonton terbahak-bahak.
Skor pun mulai seimbang, 2-2. Dion tidak percaya, bagaimana mungkin Gara yang santai bisa menyamainya?
Dion menggertakkan giginya. "Kali ini gue nggak bakal kalah!" gumamnya. Dia menggiring bola dengan cepat, menembak dari jarak jauh, bola terbang tinggi ... cling, masuk lagi! Skor menjadi 4-2.
Namun, Gara hanya terkekeh. "Ya, udah deh, sekali-sekali serius." Dia pun mulai menggiring bola, tetapi bukannya langsung melempar ke arah ring, dia malah mendribble-nya sambil menari-nari dengan langkah konyol. Penonton semakin riuh tertawa. Bahkan Yoyok berteriak, "Gara, lo main basket apa joget poco-poco?!"
Namun, saat semua orang tertawa, tanpa diduga, Gara melempar bola dari posisi yang jauh sambil berputar, dan ... cling, bola masuk sempurna lagi! Skor jadi 4-4!
Dion mulai terlihat frustrasi. "Serius, ini orang nggak main-main apa gimana?" gumamnya, sambil menyiapkan strategi baru. Dion langsung menggiring bola ke arah ring, menghindari lawan dengan gesit, lalu melompat tinggi, bersiap dunk. Tapi, entah bagaimana, saat meloncat terlalu tinggi, Dion malah kepeleset dan jatuh telentang di lantai. Penonton terbahak-bahak lagi. "Wah, jatuh cinta kok beneran jatuh, Dion!" teriak salah satu mahasiswa, membuat semua makin histeris.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued