Karena permintaan kakeknya , Ellena dan Luis terpaksa menikah dan hidup bersama tanpa cinta dalam pernikahan mereka. Akankah Ellena mampu bertahan dalam pernikahan itu, atau justru memilih untuk pergi? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebahagiaan Yang Sempurna
Bulan demi bulan berlalu dengan cepat, dan sebelum mereka menyadarinya, usia kehamilan Ellena telah memasuki bulan ke sembilan. Rumah yang dulunya sunyi sekarang dipenuhi dengan persiapan menyambut bayi yang akan segera lahir. Setiap sudut rumah, setiap benda, mulai dari kamar bayi hingga pakaian mungil yang digantung dengan hati-hati, semua menyiratkan antisipasi dan kegembiraan yang luar biasa.
Luis tidak pernah jauh dari sisi Ellena. Setiap hari, ia memastikan semua kebutuhan Ellena terpenuhi, termasuk kontrol rutin ke dokter dan memastikan Ellena cukup istirahat. Meskipun Ellena sempat merasa risih dengan perhatian berlebih dari Luis, ia tahu bahwa semua itu dilakukan karena cinta yang besar dari suaminya.
Suatu malam, di bulan yang ke sembilan, ketika bulan menggantung penuh di langit, Ellena mulai merasakan sesuatu yang berbeda di dalam tubuhnya. Awalnya hanya sedikit nyeri di bagian bawah perutnya, seperti kram ringan yang ia rasakan beberapa kali selama kehamilan, tetapi rasa sakit itu tidak kunjung hilang. Bahkan, semakin lama, semakin kuat.
Ellena sedang duduk di sofa ruang tamu, mencoba membaca buku untuk mengalihkan perhatiannya ketika rasa sakit itu datang lagi, kali ini lebih intens. Dia meringis dan tanpa sadar memegang perutnya.
Luis yang sedang menyiapkan minuman hangat di dapur, segera menyadari perubahan ekspresi Ellena. Ia langsung meninggalkan apa yang sedang ia lakukan dan bergegas menghampiri istrinya. "Sayang, ada apa? Apa yang kau rasakan?" tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.
Ellena menatap Luis dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Luis, aku rasa... ini sudah waktunya," bisiknya.
Mata Luis membulat. “Kau serius?” Dia bertanya, meskipun di dalam hatinya dia tahu bahwa ini adalah saat yang sudah lama mereka nantikan.
Ellena mengangguk, wajahnya menunjukkan campuran antara rasa sakit dan kegembiraan. "Kontraksinya semakin sering dan kuat... aku rasa bayinya akan segera lahir."
Luis mencoba untuk tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak oleh perasaan gugup dan khawatir. “Baiklah, kita harus segera pergi ke rumah sakit.” Luis berkata dengan tenang, meskipun suaranya bergetar sedikit. Dia segera berdiri dan mulai meraih tas yang telah mereka siapkan jauh sebelumnya.
Luis kembali ke sisi Ellena, membantunya berdiri dengan perlahan. “Apa kau bisa berjalan, sayang?” tanyanya lembut.
Ellena mengangguk meskipun wajahnya jelas menunjukkan rasa sakit yang ia tahan. “Aku bisa, Luis. Jangan khawatir.”
Namun, ketika Ellena mencoba untuk melangkah, kontraksi datang lagi, membuatnya terhuyung-huyung. Luis dengan sigap menangkapnya, menahan tubuh Ellena agar tidak jatuh. “Tidak, aku tidak akan membiarkanmu berjalan sendiri,” Luis bersikeras.
Dengan hati-hati, Luis mengangkat tubuh Ellena dalam gendongannya. Meskipun Ellena mencoba untuk protes, Luis hanya menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa dibantah. “Ini lebih cepat dan lebih aman, Ellena. Aku tidak ingin mengambil risiko apa pun.”
Ellena hanya bisa pasrah, meskipun ia merasa sedikit malu karena harus digendong seperti itu. Namun, rasa nyeri yang terus meningkat membuatnya tidak banyak bicara. Ia memeluk leher Luis erat-erat, mencoba untuk fokus pada pernapasannya seperti yang telah diajarkan selama kelas prenatal mereka.
Luis membawa Ellena keluar rumah dengan hati-hati, menempatkannya di kursi penumpang dengan lembut. Ia menatap istrinya dengan penuh kasih sebelum menutup pintu dan segera masuk ke kursi pengemudi.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, Luis terus memegangi tangan Ellena, mengusapnya dengan lembut setiap kali kontraksi datang. “Bertahanlah, Ellena. Kita hampir sampai. Aku ada di sini bersamamu,” bisiknya, mencoba memberikan ketenangan.
Ellena menatap Luis dengan mata penuh air mata, tetapi juga dengan senyum lemah yang menenangkan hati Luis. “Aku tahu, Luis. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”
Mereka tiba di rumah sakit dengan cepat. Luis langsung memanggil perawat dan dokter yang sudah mereka kenal baik, dan Ellena segera dibawa ke ruang persalinan. Di sana, Luis tetap berada di sisi Ellena, menggenggam tangannya erat-erat saat kontraksi semakin sering dan kuat.
“Luis…,” Ellena berbisik di antara tarikan napas yang berat, matanya terpejam menahan rasa sakit. “Aku… tidak tahu apakah aku bisa melakukannya…”
Luis mendekat, mengusap kening Ellena yang basah oleh keringat. “Kau bisa, Ellena. Kau adalah wanita terkuat yang pernah aku kenal. Kau tidak sendirian, aku ada di sini bersamamu.”
Dengan setiap kata-kata dorongan dari Luis, Ellena menemukan kekuatan dalam dirinya. Kontraksi demi kontraksi, menit demi menit berlalu, hingga akhirnya suara tangisan bayi memecah keheningan ruang persalinan.
Ellena menangis, air matanya mengalir deras saat perasaan lega dan bahagia menyapu seluruh tubuhnya. Luis pun merasakan hal yang sama, menatap bayi mereka yang baru lahir dengan perasaan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Ini adalah momen yang paling mereka nantikan, dan sekarang, mereka adalah orang tua.
Saat perawat menyerahkan bayi itu ke dalam pelukan Ellena, Luis menunduk dan mencium kening istrinya dengan lembut. “Kau luar biasa, Ellena. Terima kasih telah membawa keajaiban ini ke dalam hidup kita.”
Ellena tersenyum lemah, tetapi matanya bersinar penuh cinta. “Ini adalah hasil cinta kita, Luis. Aku tidak bisa melakukannya tanpamu.”
Malam itu, di ruang bersalin, Ellena dan Luis merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Setelah berbulan-bulan menunggu, akhirnya mereka bisa memeluk buah hati mereka. Dan meskipun rasa lelah dan nyeri masih terasa, semuanya seolah terhapus oleh kehadiran bayi kecil itu di pelukan mereka.
Mereka berdua tahu bahwa ini adalah awal dari hidup baru mereka sebagai orang tua, dan mereka siap untuk menghadapi segala tantangan yang akan datang, bersama-sama.
***
TAMAT
agar bisa menyenangkan suamimu...❤️❤️