"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31 : Kejutan Berakhir Keterkejutan
..."Seberapa kuat kamu menutupi rasa sakit, tetap saja hati tidak bisa untuk dibohongi. Mungkin kau bisa mengabaikannya, tapi hatimu tidak akan bisa untuk melupakan sakitnya."...
...~~~...
Alaska menatap tajam wajah istrinya setelah mendengar apa yang keluar dari mulut Arumi itu. Namun, Arumi malah santai saja, sehingga membuat Alaska mendekatkan bibirnya ke terlinga Arumi.
"Apa-apaan kamu main menyuruh aku tanpa bilang dulu?" bisik Alaska yang sebenarnya sangat kesal akan perbuatan istrinya itu.
"Oh iya Ma, tuh kata Mas Alaska boleh. Mama nanti jadi mau kan diantar Mas Alaska?" tanya Arumi sembari tersenyum menatap Mama Rina.
Bukannya menjawab apa yang ditanyakan oleh suaminya, ini Arumi malah sudah menyetujuinya tanpa berkata dulu kepada Alaska.
Mama Rina hanya diam saja, bingung untuk menjawab apa, karena rasanya tidak mungkin bagi Alaska mengantarnya pulang.
"Iya kan Mas? Mas mau mengantar Mama pulang?" tanya Arumi kini beralih kepada Alaska.
"Sialan! Sudah aku duga, dia memanfaatkan keadaan terus menerus. Aku ikuti apa yang kamu inginkan sekarang, dan lihat saja nanti pembalasanku Arumi!" batin Alaska berkata dengan senyum yang menyembunyikan sebuah arti.
"Iya sayang, tentu mau." Seulas senyum terpancar di bibir Alaska sehingga membuat wajahnya semakin tampan.
"Tuh kan benar Mama. Mas Alaska mau antar," ujar Arumi ikut tersenyum mendengar jawaban dari suaminya itu.
"Tapi Arumi, Mama tidak enak. Nanti malah menggangu waktu berdua kalian dong. Biar Mama diantar sopir saja. Itu sudah menunggu di luar," ucap Mama Rina yang tidak enak jika harus membuat putranya membuang waktu bersama istrinya demi mengantarkannya pulang, walupun ia sangat menginginkannya.
"Tidak apa, Mas Alaska ikhlas kok pasti nganter Mama. Sudah gini deh, biar supirnya yang di belakang. Mas Alaska yang nyetir di depan," ucap Arumi membuat kaget keduanya.
"Apa? Jangan begitu sayang! Biar Mas antar Mama pake mobil Mas saja, supirnya suruh pulang duluan tar Mas antar Mama pulang. Kalau begitu, kayak Mas dong yang jadi supir. Supirnya enak di belakang kayak yang punya mobil," ujar Alaska menolak saran dari Arumi.
"Ya udah iya gimana Mas saja, asal Mas antar Mama pulang sampe rumah dengan selamat," ucap Arumi yang tidak mempermasalahkan kata Alaska.
Alaska hanya mengangguk dan kembali menatap Mama Rina, lebih tepatnya ibu sambung untuknya.
"Ayo Ma, Alaska antar pulang," ajak Alaska kepada Mama Rina dengan sedikit senyum yang dipaksakan.
"Eh, iya. Kalau begitu, Mama mau diantar sama Alaska. Terimakasih ya Arumi, nanti Mama balikin lagi suamimu," ucap Mama Rina sembari menggoda Arumi, walupun hatinya sangat ragu dengan ucapan Alaska.
"Iya Ma, enggak papa asal jangan disuruh nginep saja, nanti Arumi tidak ada yang peluk lagi," kata Arumi sembari melirik Alaska yang berada tepat di sampingnya.
Kedua mata Alaska menatap sekilas Arumi yang juga menatapnya. Sengaja sekali Arumi mengatakan itu, seakan menyindirnya akan kejadian semalam.
"Haha, kamu ni bisa aja. Mama bakalan kembalikan lagi kok, lagian Alaska tidak mungkin mau meninggalkan istrinya yang cantik sendirian terlalu lama," ucap Mama Rina dengan gelak tawa yang terdengar oleh pasangan suami istri itu.
"Tentu Ma, kan istriku itu manja, tidak ingin ditinggal sama suaminya," sahut Alaska membuat Arumi cemberut.
"Ya udah, tidak apa. Ayo cepat antar Mama pulang, Papa pasti sudah menunggu terlalu lama di rumah," ucap Mama Rina membuat kedua orang yang berada di hadapannya itu menatapnya.
Lantas Arumi pun mengangguk dan mengantar Mama juga Alaska ke teras luar, lalu Alaska pun mencium pucuk kepala istrinya dengan sangat begitu mesra, setelah Arumi pun mencium punggung tangannya.
"Jaga diri kamu baik-baik ya, sayang! Nanti tunggu Mas pulang membawa kejutan," ucap Alaska dengan terseyum menyeringai, seakan mengisyaratkan sesuatu yang akan terjadi sepulang mengantar Mama Rina.
Arumi menyipitkan kedua belah matanya, merasa ada yang aneh dari apa yang suaminya katakan.
"Kejutan Apa itu Mas?" tanya Arumi tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
"Jangan kepo! Nanti kamu akan tahu sendiri. Tunggu saja ya, sayang! Sambut Mas dengan senyuman," balas Alaska sengaja tidak memberitahu istrinya itu.
"Ya udah, Arumi tunggu. Mas cepat antar Mama gih! Itu Mama sudah pegal nunggunya kasian," titah Arumi yang langsung diangguki oleh Alaska.
"Aku tinggal dulu sayang. Assalamualaikum," ucap Alaska yang kemudian berjalan bersama Mama Rina untuk memasuki mobil yang sudah siap di halaman rumah yang cukup luas itu.
"Wa'alaikumsalam. Iya Mas hati-hati, jaga diri Mas," ucap Arumi, kemudian keduanya pun masuk ke dalam mobil yang telah siap untuk dikendarai.
Mama Rina seketika membuka kaca mobil dan melambaikan tangan kepada menantunya.
"Terimakasih sayang. Mama tinggal dulu, lain kali Mama ke sini lagi," ucap Mama Rina seakan berterimakasih kepada menantunya, karena telah mendekatkan dirinya dengan Alaska yang selama ini enggan berdekatan dengannya.
"Iya Ma, sama-sama. Terimakasih juga Ma sudah mau datang kemari," jawab Arumi dengan senyuman yang tidak pernah pudar dari bibirnya.
Sebenarnya Arumi tidak mengerti dengan maksud apa Mama Rina berterimakasih, tetepi dia cukup paham dan tidak mempermasalahkan itu.
Dilihat mobil mewah milik Alaska mulai melaju melewati gerbang rumah, membuat Arumi lega dan tersenyum.
"Semoga dengan ini, Mas Alaska dan Mama menjadi semakin dekat. Aku juga tidak sabar untuk melihat kejutan yang Mas Alaska maksud. Tumben-tumbenan dia mau ngasih hadiah, begitu setelah tahu sikapnya yang kasar," gumam Arumi sepeninggal Alaska dan Mama Rina.
Tidak lama dari itu, Arumi pun masuk ke dalam rumah dan tidak terlalu banyak beraktifitas seperti kemarin, karena tangannya masih sakit, membuatnya susah untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Setidaknya hari ini dia aman dan santai, tidak tahu nanti setelah Alaska pulang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pukul dua siang, Alaska belum pulang ke rumah, padahal jarak rumahnya dengan rumah Papa Farhan tidaklah terlalu jauh, tapi anehnya malah lama sekali suaminya itu pulang.
Jam sembilan Alaska pergi mengantar Mama Rina, sekarang jam dua siang belum pulang juga. Sungguh aneh, membuat Arumi khawatir akan keadaanya.
Namun, setelah sekian lama Arumi memikirkan suaminya. Tiba-tiba saja bel rumah berbunyi. Arumi sudah menduga itu pasti Alaska.
Ting! Tong!
"Itu pasti Mas Alaska, aku harus segera menyambutnya," ucap Arumi bergegas membuka pintu rumah dengen perasaan yang entah kenapa menjadi tidak enak.
"Aduh, kenapa ini aku jadi ragu untuk buka pintunya? Ya udahlah, mungkin karena perasaan aku saja," gumam Arumi sebelum membuka pintu rumah yang cukup besar itu.
Pelahan pintu itu terbuka dan Arumi terseyum lebar selama pintu itu ia bukakan. Namun, nampak pemandangan yang tidak terduga membuat tubuh Arumi membeku, senyumannya pun memudar dengan begitu saja.
Perasaannya menjadi campur aduk, antara percaya dan tidak percaya dengen apa yang dilihatnya saat ini. Rasanya kesal dan juga sakit, tidak bisa jika harus digambarkan untuk saat ini.
Entah apa yang dilihat Arumi setelah membuka pintu rumah, sehingga membuatnya terpaku dan berdiam diri, tidak mampu untuk mengatakan sepatah kata pun.