Apa jadinya ketika dua orang insan yang terkenal tidak pernah akur tiba-tiba menikah, imbas dari keisengan seorang gadis bernama Putri Inayah yang ingin membalas kekesalan pada musuh bebuyutannya Devano putra Fathariano.
Akankah pernikahan keduanya kandas atau justru waktu bisa menumbuhkan rasa cinta diantara keduanya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pegawai baru.
"Apa pak Alexander yang merekomendasikan Nona Zenaila bekerja di sini???." hatinya berucap tak mau peduli terhadap kedekatan Zena dan Alex, tetapi mulut Zevano justru melontarkan pertanyaan yang tidak selaras.
"Bukan tuan, bukan pak Alex yang merekomendasikan Nona Zenaila untuk bergabung di perusahaan ini, tetapi sekretaris anda, Nona Livia." jawab asisten pribadinya.
"Nona Livia???." ulang Zevano.
"Benar tuan, Nona Livia dan Nona Zenaila, mereka berteman, tuan." asisten pribadi Zevano sedikit menyampaikan tentang hubungan yang terjalin antara Zena dan Livia.
"Jadi Livia dan Zena berteman." batin Zevano.
Dua orang gadis yang menjadi topik pembicaraan Zevano dan asisten pribadinya, kini tengah berada di pantry. Jika Livia sedang membuatkan kopi untuk bosnya, Zeva justru sedang sibuk merecoki sahabatnya itu untuk mengajarkan dirinya dalam membuat laporan yang diperintahkan oleh kepala divisinya.
"Ayolah Via, bantuin aku, please!!!." Zena tidak menyerah begitu saja merayu Livia, bahkan gadis itu sampai memasang wajah memelas di depan sahabatnya itu. rencananya Alex yang akan mengajarkan dirinya namun pria itu ada urusan mendadak di luar kantor sehingga tak dapat menunaikan janjinya.
"Bukankah sudah aku bilang, pekerjaan kantoran cukup rumit dan melelahkan, tapi kamu tetap aja ngeyel."
"Ayolah Livia....kali ini aja, please....mau ya....!!!." Zena sampai mengatupkan kedua tangannya hingga membuat Livia yang sebal jadi tak tega untuk menolak.
"Baiklah, tapi aku mau nganterin kopinya tuan Zevano lebih dulu." seperti itulah Livia, pasti tidak akan tega melihat Zena menghadapi kesulitan.
"Thanks, Via ku sayang." saking senangnya, Zena sampai memeluk tubuh Livia sampai-sampai Livia hampir menumpahkan kopi ditangannya.
"Sorry...." kata Zena sambil nyengir kuda di saat Livia menatapnya dengan tatapan mematikan.
Livia menghembus napas bebas dibuatnya, tak habis pikir dengan keputusan Zena. Bagaimana tidak, di saat banyak orang yang ingin bekerja di perusahaan ayahnya, gadis itu justru memilih bekerja di perusahaan milik orang lain, apa itu tidak gila??.
Keduanya kini beranjak meninggalkan pantry. Livia mengantarkan kopi ke ruangan CEO sementara Zena berlalu menuju meja kerjanya.
"Ini kopi anda, tuan." Livia meletakkan kopi buatannya di atas meja kerja Zevano.
"Terima kasih."
Livia mengangguk, lalu kemudian beranjak meninggalkan ruangan Zevano.
"Tunggu!!."
Livia menghentikan langkahnya di saat mendengar seruan Zevano.
Livia berbalik badan. "Iya, tuan."
"Apa kamu yang merekomendasikan Nona Zenaila untuk bergabung di perusahaan??."
Sungguh, Livia tidak menyangka jika Zevano akan turun tangan sendiri menanyakan perihal pegawai baru di perusahaan. sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh pria itu sebelumnya.
"Apa benar kalian berteman???." belum sempat Livia menjawab, Zevano kembali bertanya.
"Benar, tuan." jawab Livia hati-hati.
Zevano nampak menghela napas, lalu kemudian berkata. "Jika tidak terlalu sibuk, kamu boleh membantu memberi arahan dalam pekerjaannya!!!." perintah Zevano sedikit mengejutkan Livia, pasalnya baru kali ini Zevano mau ikut campur dalam urusan pegawai di perusahaan apalagi pegawai baru seperti Zena.
"Baik tuan."
Zevano mengangguk, kemudian mempersilahkan sekretarisnya tersebut meninggalkan ruangannya.
Berhubung pagi ini ia tak terlalu sibuk, Livia lantas menuju ke meja kerja Zena.
Wajah berbinar Zena menyambut kedatangan Livia. Livia menarik kursi kosong di depan meja kerja Zena, lalu mendaratkan bobotnya di sana.
"Zena, apa kamu dan pak Zevano saling mengenal???." Livia yang penasaran lantas menanyakannya langsung pada Zena.
Zena mengangguk pasti. ia mencondongkan tubuhnya mendekat pada Livia, ingin menyampaikan sesuatu yang pada sahabatnya itu. "Dialah pangeran yang aku maksud, Via." ungkap Zena dengan suara berbisik.
"Apa?????." tanpa sadar suara Livia naik beberapa oktaf hingga membuatnya menjadi pusat perhatian dari pegawai lainnya.
"Maaf..." ujar Livia dengan senyuman kaku di bibirnya.
Kini Livia kembali beralih pada sahabatnya itu. "Jadi pangeran pujaan hati yang selama ini kamu maksud, tuan Zevano???."
"Kenapa kamu nggak pernah cerita sih???." sambung Livia.
"Habisnya kamu nggak pernah nanya sih." dengan wajah tanpa dosa Zena menjawab, dan itu membuat Livia semakin gemas saja terhadap sahabatnya itu.
"Waaaahhhhh....hebat kamu Zen, Di saat aku mati-matian kerja demi menghasilkan uang, kamu justru kerja demi seorang pria. Apa kebanyakan anak orang kaya seperti kamu otaknya bisa geser akibat cinta???." Livia benar benar tidak habis pikir dengan pola pikir sahabatnya itu.
Zena hanya cengengesan mendengar komentar Livia tentangnya.
Mengingat pukul sepuluh nanti ia akan menemani Zevano meeting di luar maka Livia pun mulai membantu Zena dalam menjelaskan beberapa hal yang perlu diketahui oleh sahabatnya itu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tiga puluh menit kemudian, Livia pun pamit kembali ke meja kerjanya. Namun sebelum benar-benar berlalu, gadis itu terdengar berpesan pada sahabat menyebalkannya itu. "Ingat ya Zena, kalau kamu mau bertindak gila jangan sampai kelewatan karena tuan Zevano tahu jika aku yang merekomendasikan kamu kerja di sini!!. aku belum siap di pecat dari pekerjaanku, Zena!!!." pesan Livia.
"Kamu tenang aja, aku pasti akan menjadi pegawai yang baik kok." jawab Zena sambil mengedipkan matanya, dan itu terlihat semakin menyebalkan di mata Livia.
**
"Bagaimana jika keadaan papa mulai membaik dan sudah di perbolehkan untuk pulang mas, sementara kita belum mendapatkan bukti jika tante Diana itu memiliki niat jahat sama papa?? Apa yang harus aku lakukan, mas???." Inayah sudah berpikir sejauh itu.
"Sayang, kamu tidak perlu terlalu mencemaskan hal itu karena dokter yang menangani serta bertanggung jawab terhadap kondisi papa, itu mas. selagi mas belum merekomendasikan papa untuk rawat jalan maka papa akan tetap di rawat dirumah sakit." jawaban Devano sedikit melegakan hati Inayah.
Inayah mengangguk paham.
"Sekarang sebaiknya kamu beristirahat, semalaman kamu nggak tidur!!." pinta Devano setelah mereka mandi dan juga sarapan.
"Baik, mas."
Devano menyelimuti tubuh istrinya hingga sebatas perut lalu mendaratkan kecupan di kening Inayah. "Istirahatlah!!! Mas mau bicara sebentar sama papa." ujar Devano dan Inayah mengiyakannya.
Di ruang kerja papa Riza.
"Inayah memang putrinya tetapi saat ini ibu tiri Inayah lebih berhak atas ayah mertua kamu, Mas." komentar papa Riza setelah mendengar cerita Devano tentang situasi yang tengah dihadapi oleh istrinya saat ini.
"Apa kamu yakin jika insiden yang menimpa ayah mertua kamu terdapat unsur kesengajaan???." tanya papa Riza memastikan.
"Kerusakan yang terjadi pada sistem saraf bagian kepala yang di alami papanya Inayah sangat parah, Pah, sangat mustahil rasanya jika tidak ada unsur kesengajaan di dalam insiden itu. Lagipula bukan baru kali ini Deva mendapat pasien yang memiliki kasus yang sama, pah." jawab Devano. Ia sengaja bertukar pikiran dengan sang ayah, siapa tahu saja ayahnya itu bisa sedikit membantu memberi saran atau semacamnya.
Percakapan serius di antara Devano dan papa Riza masih terus berlanjut sampai kemudian papa Riza menyarankan pada putra sulungnya itu untuk mencari tahu tujuan utama nyonya Diana sampai melakukan tindakan tercela terhadap suaminya sendiri, jika memang dugaan Devano terhadap wanita itu benar adanya.
bikin judul sendiri mereka nya...