Darson Rodriquez seorang gangster yang menculik Gracia Vanessa, dan dijadikan sebagai pemuas ranjang selama tiga hari. Gracia yang dijual ibu tirinya harus menerima penderitaan yang tiada akhir.
Bagaimana Gracia bisa terlepas dari genggaman Darson yang berniat menjadikan dirinya sebagai simpanan? bukan tanpa sebab bos gangster tersebut sengaja gadis itu berada di sisinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Gracia mendesah dan merasakan nikmatnya serangan suaminya itu yang selalu bertahan lama. Darson mengoyangkan pinggul dengan cepat dan kasar sambil mendesah, menikmati setiap momen intens yang mereka alami. Setiap guncangan yang dia lakukan membuat tubuh Gracia ikut terguncang, rasa nikmat berubah menjadi perih yang tak tertahankan.
"Darson, sakit!" rintihan Gracia, suaranya bergetar dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Namun Darson tidak peduli dan hanya fokus menikmati goa istrinya. Ia menekan kuat pinggang Gracia sambil mengoyangkan pinggul dengan cepat, menikmati setiap sensasi yang dirasakannya.
Setelah mencapai puncak, ia membalikkan badan istrinya dan melanjutkan tusukan yang dalam dan bergerak kasar.
"Aahh!" jeritan Gracia yang kesakitan terdengar, tubuhnya dalam posisi menungging dan ditahan oleh Darson untuk melakukannya dengan lebih dalam. Sensasi yang luar biasa dirasakan.Darson dan sakit yang dirasakan Gracia.
"Darson, pelan...," rintih Gracia dengan suara bergetar, tubuhnya meronta-ronta saat kedua tangannya yang terikat berusaha melepaskan diri. Rasa sakit dan tersiksa semakin terasa ketika gerakan yang sangat kasar dilakukan oleh Darson.
Namun, Darson tidak menghentikan gerakannya. Dengan tatapan penuh gairah dan determinasi, ia memeluk dan menahan pinggul Gracia dengan kuat, memastikan istrinya tidak bisa melepaskan diri. Pusakanya bergerak keluar masuk dari goa milik istrinya dengan ritme yang semakin dalam, menimbulkan campuran rasa sakit dan kenikmatan yang tak terduga.
Setiap dorongan Darson membuat tubuh Gracia berguncang hebat. "Darson, tolong...," erangnya lagi, air mata mengalir di pipinya.
Dengan dorongan yang semakin kuat, Darson merasa dirinya semakin dekat dengan puncak kenikmatan. Setiap gerakannya membawa mereka lebih dalam ke dalam kebersamaan yang penuh dengan gairah, meski bercampur dengan rasa sakit.
tangan Darson mencengkeram pinggul istrinya dengan lebih erat. Gracia merasa dirinya semakin tidak tahan, rasa nikmat berubah menjadi sakit.
Akhirnya, dengan dorongan terakhir yang dalam dan kuat, Darson mencapai puncaknya, tubuhnya menegang saat ia merasakan gelombang kenikmatan yang luar biasa.
Jam dinding menunjukkan pukul 02.00. Darson masih belum memejamkan matanya, fokus pada sebuah dokumen yang dia baca dengan saksama. Wajahnya terlihat tegang, menunjukkan betapa pentingnya isi dokumen itu.
Tidak tahu apa yang tercantum di sana sehingga membuatnya tidak bisa terlelap. Pikiran-pikirannya berkecamuk, mengusir rasa kantuk yang mencoba mendekatinya.
Di sisi lain, Gracia berada di kamar tidur dalam kondisi tanpa pakaian dan hanya ditutupi selimut tebal. Tubuhnya yang lelah dan sakit akibat malam penuh gairah dan rasa sakit itu terlihat tenang dalam tidur, meski dalam kenyataannya, ia mengalami tidur yang gelisah.
Keesokan harinya, sinar matahari pagi menyelinap melalui jendela kamar, membangunkan Gracia dari tidurnya. Ia membuka matanya perlahan, kesadaran mulai merayap kembali. Ketika ia melihat sekeliling, ia mendapati suaminya telah tidak berada di sisinya. Ia bangkit dan menurunkan kakinya ke lantai dingin, merasakan sengatan rasa sakit yang membara.
"Perih sekali, Darson terlalu kasar," rintihnya sambil memegang bagian bawah perutnya. Setiap gerakan mengingatkannya pada malam yang penuh dengan campuran rasa nikmat dan penderitaan.
Sementara itu, di ruang makan, Darson duduk dengan tenang menikmati sarapannya. Pikirannya masih terganggu oleh isi dokumen yang dibacanya semalam.
Herry, salah satu orang kepercayaannya, mendekat untuk memberikan laporan."Bos, Nyonya Zanella kembali ke rumahnya," kata Herry dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.
Darson menatapnya sejenak, matanya menyipit dengan amarah yang tertahan. "Biarkan saja, kalau dia berani kembali, usir dia pergi. Jangan sampai dia menginjak kakinya ke dalam rumah ini!" perintahnya dengan suara tegas dan dingin.
"Baik, Bos!" jawab Herry, mengangguk patuh.
Darson menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Di mana dia?" tanyanya, nada suaranya mulai melunak sedikit.
"Sudah pergi, sudah saya pesan agar tidak muncul lagi di sini!" jawab Herry, memastikan semuanya terkendali.
Darson menatap anggotanya itu dengan tajam. "Herry, apa yang aku katakan padamu semalam, jangan mengecewakan aku!" perintahnya lagi, suaranya penuh dengan ancaman yang tersirat.
"Baik, Bos," jawab Herry, merasa sedikit gugup di bawah tatapan bosnya.
"Mulai hari ini ikuti dia kemana pun dia pergi!" perintah Darson lagi, suaranya terdengar tegas dan penuh wibawa. Dia tidak ingin ada celah dalam rencananya. Tidak tahu apa rencana yang dia susun.
"Iya, Bos," jawab Herry dengan patuh. Herry tahu bahwa perintah dari Darson bukan sesuatu yang bisa diabaikan. Dengan wajah serius, dia segera bergegas untuk melaksanakan tugasnya.
Di sisi lain kota, seorang wanita terkapar di sebuah ruangan kosong yang hanya diterangi oleh sinar matahari yang masuk melalui celah-celah kecil di dinding. Kondisi wanita itu sangat lemah dan tak sadarkan diri. Wanita tersebut adalah Gracia Vanessa, istri Darson. Tidak ada yang tahu bagaimana kejadiannya sehingga dia bisa terkurung di dalam sana, namun jelas bahwa nasibnya kini berada di ujung tanduk.
Mansion Darson
Seorang wanita yang baru saja menghabiskan satu malam bersama Darson berdiri di bawah guyuran air shower. Uap panas memenuhi kamar mandi, menciptakan suasana yang kontras dengan perasaannya yang dingin. Wanita itu tersenyum penuh kepuasan, membayangkan malam panas yang dia jalani.
"Walau Darson sangat kasar, setidaknya aku telah memilikinya," gumamnya sambil menatap bayangannya sendiri di kaca.
"Karena wajah kami mirip sehingga dia tidak bisa membedakan kami. Akhirnya rencanaku berhasil dan Gracia Vanessa akan menghabiskan sisa hidupnya di ruangan gelap dan kotor itu."
Dia menyandarkan kepalanya di dinding kamar mandi, merasakan sensasi air yang mengalir di kulitnya. Perasaannya bercampur aduk antara kebanggaan dan kebencian.
"Gracia Vanessa, semua ini menjadi milikku," batin wanita itu dengan penuh kepuasan. "Suamimu dan semua yang kamu miliki akan jatuh ke tanganku. Setiap malam aku yang tidur di sampingnya. Sementara kamu hanya bisa tidur di ruangan gelap," pikirnya sambil tersenyum sinis. Wanita itu adalah Alice, dan rencananya berjalan dengan mulus sejauh ini.
Setelah selesai mandi, Alice menghias dirinya dengan cermat, memastikan setiap detail sempurna. Ia mengenakan pakaian cantik dan seksi milik Gracia yang telah disediakan oleh Darson, merasa semakin yakin dengan penampilannya yang mempesona. Dengan langkah percaya diri, Alice keluar dari kamarnya dan menuju ruangan tengah.Di sana, ia menemukan Darson duduk di sofa, tenggelam dalam korannya.
Alice berjalan mendekat dan duduk di sampingnya dengan anggun. "Darson, kenapa begitu pagi kau sudah bangun?" tanyanya dengan suara lembut, mencoba meniru intonasi Gracia.
"Aku sudah terbiasa bangun pagi," jawab Darson sambil tetap fokus pada korannya.
Alice berpura-pura tersenyum manis, "Bagaimana kalau kita keluar makan?" tanyanya, berharap bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Darson untuk menguatkan penyamarannya sebagai Gracia.
"Aku masih ada janji dengan klien sebentar lagi. Aku harus berangkat sekarang!" jawab Darson singkat. Ia bangkit dari sofa, merapikan pakaiannya, dan berjalan menuju pintu, meninggalkan Alice sendiri.
Alice menyaksikan kepergian Darson dengan senyum licik di wajahnya. Rencananya berhasil, dan tidak ada yang mencurigai apapun. Dengan santai, ia duduk dan menyandarkan diri di sofa, merasakan kemenangan yang manis.
"Begini kehidupan yang dijalani sebagai seorang istri," ucap Alice pelan, menikmati setiap momen dari pencapaian liciknya.