Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 17 ~ Ada Apa Denganku?
Dara tiba di kediaman keluarga Mahendra hampir jam tujuh malam, karena diminta lembur oleh Leo menggantikan sementara petugas lain yang datang terlambat. Inginnya langsung pulang ke kosan karena lebih dekat dan ingin segera beristirahat. Tubuhnya terasa sangat lelah, apalagi sejak subuh tadi sudah meninggalkan rumah.
“Nona Dara, langsung saja ke ruang makan. Sepertinya baru dimulai,” ujar salah satu asisten rumah tangga saat Dara memasuki kediaman tersebut.
“Tidak usah mbak, saya langsung ke kamar saja.”
“Ayo Nona, nanti Tuan besar marah kalau tahu saya tidak antar ke dalam.”
Ingin memaksakan kehendak, tapi takut kalau Jaya benar marah pada perempuan paruh baya itu. Mau tidak mau, Dara pun menuju ruang makan. Kehadirannya menjadi pusat perhatian, apalagi tatapan CItra seakan mengejek juga Harsa dan tatapan Bunda.
“Maaf, saya tadi ….”
“Kebiasaan deh, selalu bikin orang lain menunggu dan telat terus,” ujar Citra menyela ucapan Dara.
“Kemari dan duduk,” titah Surya.
Jaya menatap Dara yang hanya mengangguk lalu berjalan malas menempati kursi di samping Kemala, sedangkan Citra menempati tempat Dara sebelumnya. Duduk di antara Pandu dan Harsa. Pandu tidak mengalihkan pandangannya dari wajah Dara.
“Maaf Opa, tadi aku lembur dan terjebak macet.”
“Hm. Kamu sakit?” tanya Jaya.
“Tidak, hanya … lelah saja,” jawab Dara.
Kemala mengambil piring di depan Dara, mengisinya dengan nasi dan lauk lalu diletakan kembali ke hadapan putrinya. “Habiskan!” ujarnya lirih.
Rasanya waktu berjalan sangat lama dan makanan yang dikunyah seakan sulit untuk ditelan. Hanya ingin segera meninggalkan tempat itu dan bergegas istirahat, bahkan Dara tidak terlalu menyimak apa yang dibicarakan.
Jaya yang juga kondisinya sedang tidak baik, langsung ke kamar dibantu asistennya. Pandu mengekor langkah pria itu, meski sempat melirik ke arah Dara yang masih duduk ditahan oleh Kemala.
“Lain kali kasih tahu Bunda kamu mau ke mana atau tidak bisa pulang, jangan berkesan seperti liar dan Bunda membiarkan kamu hidup tidak jelas,” ujar Kemala ketika Surya dan Harsa sudah meninggalkan meja makan.
“Aku kerja Bun, di mana tidak jelasnya?”
“Paham, maksud bunda kasih tau kalau kamu sudah berangkat atau tidak pulang. Ini bukan rumah kita Dara, jadi kita harus menghormati mereka.”
“Tau, bikin malu aja,” cetus Citra.
“Jangan ikut campur, urus saja masalahmu sendiri. Bisa jadi besok-besok kamu yang bikin malu Bunda.”
“Tuh, dengar Bun. Emang dia yang julid terus dan kayaknya nggak suka banget sama aku. Lihat sendiri ‘kan?”
“Sudah-sudah. Bunda ingatkan ini untuk kalian berdua. Kita harus ikuti aturan di rumah ini, sarapan dan makan malam. Kalau memang tidak bisa, kasih tahu Bunda.”
“Iya. Sudah dulu Bun, aku lelah.”
Dara beranjak dan menuju kamarnya, sempat mengambil air mineral botol untuk dibawa ke kamar. Tidak menyadari seseorang yang berjalan cepat mengejar langkahnya.
“Dara.”
Dara terkejut, ternyata Pandu sudah berada di belakangnya dan menarik siku tangan membuatnya terpaksa menoleh.
“Kenapa mengabaikan teleponku?” tanya Pandu.
“Saya kerja, sibuk dan tidak bisa diganggu. Tahu sendiri ‘kan sekarang posisi saya sebagai apa?” Dara menarik tangannya agar lepas dari cengkraman Pandu, yang ada malah semakin dieratkan lagi cengkramannya.
“Sibuk apanya, aku lihat kamu sedang tidur.”
Tuh ‘kan, pasti jadi masalah. Pas banget dia lihatnya pas aku tidur, bukan lagi sibuk sampe keringetan.
“Istirahat kali Om, nggak masalah dong saya mau nungging atau jumpalitan. Lagi ngapain juga nyariin, mau memastikan saya laksanakan tugas apa nggak? Jangan takut, Dara Larasati bukan pegawai kaleng-kaleng. Lepas, saya capek mau istirahat.”
“Apa maksud kamu kirim foto tadi?” tanya Pandu menarik tangan Dara membuat tubuh gadis itu semakin dekat wajah mereka sudah berhadapannya meski Pandu harus agak menunduk karena tubuhnya yang lebih tinggi.
“Nggak ada maksud apa-apa.” Dara mengedikkan bahu.
“Aku tahu isi otak kamu, pasti sengaja menggoda ‘kan?”
“Bagian mananya yang menggoda? Awalnya berharap, Om Pandu bakal kasihan terus kembalikan jabatan saya. Capek tahu Om, biasa kerja di depan komputer bukan pegang sapu dan kain pel,” tutur Dara sambil menghentakan kaki dan terlihat menggemaskan menurut Pandu.
“Seharusnya ….”
“Mas Pandu.”
Dara dan Pandu menoleh, Citra menatap heran dengan interaksi kedua orang itu. Selain posisi mereka sangat dekat, tangan Pandu terlihat memegang lengan dara. Sadar kalau ia menjadi perhatian CItra dan khawatir salah sangka, Dara pun menghentakan tangannya lalu melangkah mundur untuk menjauh.
“Katanya capek malah di sini. Oh iya, kebetulan ada Mas Pandu juga,” tutur Citra. “Mas Pandu bilang tanyakan pada kamu, peluang kerja di Hotel.”
Dara menatap Pandu sambil mengernyitkan dahi, kenapa juga harus bertanya pada dirinya yang bukan siapa-siapa. Seharusnya Pandu yang bisa merekomendasikan apakah CItra bisa bekerja di Grand Season atau tidak. Pandu mengedipkan matanya seakan memberitahu sesuatu hal.
“Bisa aku kerja di sana, jadi asisten Mas Pandu atau sekretarisnya gitu?” tanya CItra lagi.
“Sekretaris?” tanya Dara. “Memang kamu bisa?”
“Kamu ….”
“Housekeeping mau?” tanya Dara lagi.
“Dih, ogah.”
Pandu mengalihkan pandangan karena ingin tertawa. Ternyata idenya dan usulan Dara sama. Tentu saja CItra tidak suka dan malah merajuk tidak jelas.
“Ayolah Mas Pandu, masa aku harus minta langsung ke opa,” rengek CItra sambil memeluk lengan Pandu membuat pria itu berkali-kali melepaskan tangannya dari CItra.
“Aku nggak ikutan,” ujar Dara lalu meninggalkan Pandu dan Citra.
“Hei, Dara. Urusan kita belum selesai,” teriak Pandu.
“Masih ada besok kali. Malam, Om Pandu.”
“Shittt.” Pandu mengumpat lalu meninggalkan CItra yang masih berteriak memanggil-manggil namanya.
Brak.
Pandu menutup pintu kamar dengan kasar, karena tidak menyukai sentuhan dari Citra. Ditambah Dara yang acuh, padahal sejak tadi siang rasanya sudah tidak karuan ingin menemui gadis itu.
“Ada apa denganku?” gumam Pandu sambil mengusap dagunya.
\=\=\=\=
Pandu : Ada apa denganku?
Pembaca : Ada Cinta Neng Dara nihhhh 🥰🥰🥰
bener 2 meresahkanb dara fdan pandu
terbucin bucinlah kamu..
pegalan katacdisetiap kalimatmya teratur dan ini udah penulis profeaional banget , aku suka npvel seperti ini simple yo the point dan tak bertele tele..aku suka🥰🥰💪