Andah, adalah mahasiswi yang bekerja menjadi penari striptis. Meskipun ia bekerja di hingar bingar dan liarnya malam, tetapi dia selalu menjaga kesucian diri.
Sepulang bekerja sebagai penari striptis.Andah menemukan seorang pria tergeletak bersimbah darah.
Andah pun mengantarkannya ke rumah sakit, dan memaksa Andah meminjam uang yang banyak kepada mucikari tempat dia menari.
Suatu kesalahpahaman membuat Andah terpaksa menikah dengan Ojan (pria amnesia yang ditemukannya) membawa drama indah yang terus membuat hubungan mereka jadi semakin rumit.
Bagaimana kisahnya selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Merindukan Ojan
Andah duduk di samping sang ayah dengan wajah pucat dan berkeluh kesah di hadapan Yanto yang tengah terbaring lemah tanpa bisa bergerak itu. Sudah sebulan Andah menunggu, tetapi Ojan tak juga kembali muncul menampakkan batang hidung. Andah dibuat makin resah dan cemas, mengkhawatirkan Ojan jika sampai terjadi sesuatu pada pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu.
“Ayah, Ojan tidak juga pulang. Bagaimana ini? Haruskah aku lapor polisi saja? Aku sudah mencari Ojan ke mana-mana, tapi aku tidak juga menemukannya,” ujar Andah dengan manik mata berkaca-kaca menahan tangis.
Andah mulai berencana membuat laporan orang hilang, tapi gadis itu mulai berpikir mungkin saja Ojan sudah bertemu dengan keluarga aslinya sampai lupa untuk kembali. “Aku ingin mencari Ojan, tapi aku juga takut. Aku takut mengganggu kebahagiaan Ojan kalau nyatanya dia sudah berjumpa lagi dengan keluarganya. Tapi aku juga cemas. Aku takut kalau ternyata Ojan terluka di suatu tempat dan tidak ada orang yang menyelamatkannya,” ungkap Andah panjang lebar mencemaskan sang suami.
Inggrid tak sengaja melewati kamar Yanto dan mendengar sekilas ocehan Andah pada sang ayah. Wanita itu ikut menyela dan mengomentari Andah yang sudah bermalas-malasan selama beberapa hari hanya karena Ojan.
“Untuk apa kau sibuk mengurus pria tidak berguna seperti suamimu itu? Biarkan saja dia kabur dan tidak kembali! Lagipula, dia juga tidak bisa memberikan tambahan uang yang cukup! Jangan membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting! Lebih baik kau keluar sekarang dan cari uang yang banyak!” titah Inggrid tanpa peduli sedikitpun dengan perasaan anak tirinya yang tengah bersedih.
Andah hanya diam tanpa menimpali perkataan sang ibu tiri. Bagaimana bisa wanita itu pergi bekerja dengan pikiran kalut seperti ini? Di kampus maupun di tempat kerja, Andah tak bisa membebaskan diri dari bayang-bayang yang saat ini entah berada di mana Ojan.
“Kenapa kau masih diam saja? Sampai kapan kau aka duduk di sini?” omel Inggrid pada Andah.
Mau tak mau, wanita itu pun segera bangkit dan menuruti sang ibu tiri, daripada ia terus-terusan membuat Inggrid mengomel dan membuat istirahat sang ayah terganggu. Gadis itu pun bergegas pergi menuju tempat ia biasa menari.
Selama di tempat kerja, Andah masih saja tidak fokus dan tidak menyuguhkan penampilan sebagus biasanya. Usai diomeli oleh Inggrid di rumah, kini gadis malang itu pun juga kena marah oleh Mamih Lova di tempat kerja.
“Andah! Apa yang kau lakukan hari ini? Tarian macam apa itu? Apa kau lupa dengan semua hutang kepadaku? Kau sudah bosan bekerja di sini?” omel Mamih Lova pada Andah.
Andah hanya diam dengan kepala tertunduk dan mengakui kesalahannya pada sang bos. Gadis itu hanya bisa pasrah saat Mamih Lova mencecar dirinya dengan teriakan dan bentakan yang membuat telinga Andah lelah.
“Ada apa denganmu, Andah? Kau sedang tidak sehat?” tanya Yana pada Andah usai gadis itu menerima amukan bos mereka.
Andah duduk termangu dengan tatapan kosong. Selama seharian ini gadis itu terus diteriaki tanpa mendapatkan keringanan atas masalah yang tengah ia hadapi. Andah hanya bisa memendamnya sendiri tanpa tahu ke mana dirinya dapat mengadu dan mencari orang yang bisa membantu.
“Ceritakan saja padaku, Andah! Apa kau sedang tidak sehat? Atau ada masalah genting yang mengganggu konsentrasimu?” tanya Yana penuh perhatian sebagai seorang teman.
Andah tampak bingung harus mulai bercerita dari mana. Dia sangat merindukan Ojan dan ingin sekali mengetahui kabar Ojan, tapi sayangnya Andah tak tahu harus berbuat apa lagi untuk dapat menemukan Ojan. “Aku baik-baik saja. Tidak ada masalah genting. Aku … sepertinya hanya kurang istirahat saja. Aku ingin pulang,” cetus Andah memendam kegalauannya seorang diri tanpa membaginya dengan Yana.
“Andah! Kau yakin kau baik-baik saja? Apa kau sedang butuh uang?” tanya Yana masih belum melepaskan Andah yang berwajah muram.
Andah mengulas senyum tipis. Gadis itu masih mencoba menutupi keresahannya dan berpamitan pulang dengan lesu. “Tidak ada. Aku tidak apa-apa. Aku hanya kelelahan saja. Aku pulang dulu Kak Yana,” ujar Andah sembari melambaikan tangan pada sang teman.
Begitu sampai di rumah, Inggrid masih menunggu Andah di depan pintu dan bersiap menagih uang pada anak tirinya itu. “Berapa uang yang kau dapatkan? Kau keluar sejak tadi untuk melakukan sesuatu, kan?” sungut Inggrid pada anak tirinya dengan ketus.
Kepala Andah hampir pecah mendengarkan suara nyaring orang-orang yang terus terngiang di kepalanya. Gadis itu hanya bisa menahan diri dan mencoba untuk tidak terpancing emosi, meskipun kondisi psikis gadis itu sudah benar-benar lelah.
“Kenapa kau diam saja? Kau sudah mulai berani, ya? Kau ingin membangkang? Kau sudah tidak ingin lagi menghargaiku sebagai ibumu?” omel Inggrid tiada habisnya.
Andah hanya pasrah saat Inggrid menggeledah kantong pakaiannya demi mencari uang. Menghilangnya Ojan benar-benar membuat Andah terpukul dan terbebani dengan kecemasan dan rasa rindu, tanpa tahu jika pria yang ia khawatirkan itu sudah kembali ke kehidupan asli dan menikmati peran sebagai tuan muda.
“Kau sesuka itu pada pria bodoh yang kau nikahi itu? Untuk apa kau mengingat-ingat pria itu lagi? Pria itu juga tidak bisa memberikanmu uang, kan? Lebih baik kau cari pria lain yang lebih kaya dan segeralah menikah lagi! Hidupmu akan lebih makmur jika kau menikahi pria kaya!” cetus Inggrid tanpa digubris oleh Andah sedikitpun.
“Aku lelah. Aku tidur dulu,” ujar Andah dengan suara lesu.
Tentu saja gadis itu juga tak bisa mendapatkan tidur nyenyak. Hati dan pikiran Andah benar-benar terkuras karena Ojan. Pagi hari saat gadis itu pergi ke kampus, Andah masih menunjukkan sikap yang sama. Tidak fokus, kehilangan konsentrasi dan sering melamun bahkan di tengah-tengah diskusi kelompok.
“Andah! Kau tidak mendengarku sejak tadi?” tegur salah seorang teman Andah yang sejak tadi mengajak Andah berbicara, tapi tak didengarkan sedikitpun oleh Andah.
“Hm? Ada apa? Aku ketinggalan sesuatu?” tanya Andah gelagapan usai gadis itu tersadar dari lamunannya.
Teman-teman Andah nampak dibuat kesal dengan sikap Andah yang tak memperhatikan penjelasan dosen dengan benar dan bahkan tak menggubris jalannya diskusi bersama kelompok tugas. “Apa yang sedang kau pikirkan sejak tadi? Tidak bisakah kau berkonsentrasi sedikit saat sedang membagi tugas seperti ini?” omel salah seorang teman.
“Maafkan aku,” ucap Andah lirih. Gadis itu pun berpamitan ke toilet dan mencoba membasuh wajahnya berkali-kali hingga ia bisa kembali sadarkan diri. Andah membasahi wajahnya dengan air segar berulang kali untuk menjernihkan isi kepalanya yang kacau beberapa hari belakangan ini.
“Sadarlah, Andah! Aku tahu kau khawatir pada Ojan, tapi tidak seharusnya kau membuat semua orang marah padamu karena sikapmu yang menyebalkan, bukan?” omel Andah pada dirinya sendiri sembari menatap cermin.
Gadis itu menatap dirinya sendiri di cermin cukup lama tanpa mengucapkan sepatah kata. Lama kelamaan, manik mata Andah pun mulai memerah dan tanpa sadar gadis itu meneteskan air mata.
“Ojan … kau ada di mana? Kenapa kau tidak pulang?” oceh Andah dengan suara parau. “Aku merindukanmu, Ojan. Tolong beri aku kabar!”
****
takut lo brkl bpkmu smpe dipecat???