Gara-gara salah masuk ke dalam kamarnya, pria yang berstatus sebagai kakak iparnya itu kini menjadi suami Ara. Hanya dalam satu malam status Ara berubah menjadi istri kedua dari seorang Dewa Arbeto. Menjadi istri kedua dari pria yang sangat membencinya, hanya karena Ara orang miskin yang tak jelas asal usulnya.
Dapatkah Ara bertahan menjadi istri kedua yang tidak diinginkan? Lalu bagaimana jika kakak angkatnya itu tahu jika ia adalah istri kedua dari suaminya.
Dan apa sebenarnya yang terjadi di masa lalu Dewa, sampai membuat pria itu membenci orang miskin. Sebuah kebencian yang tenyata ada kaitannya dengan cinta pertama Dewa.
Semua jawabannya akan kalian temukan di kisah Ara dan Dewa, yuk baca🤭
Jangan lupa follow akun dibawah ini
Ig mom_tree_17
Tik Tok Mommytree17
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Tidak kak, aku tidak mau," ucap Ara dengan cepat karena panik, hingga membuat Vivian mengerutkan keningnya.
"Kenapa?"
"A-aku.., Aku..." Ara bingung ingin menjawab apa. Karena tidak mungkin jika ia menjawab tidak mau tinggal di atap yang sama dengan orang yang sudah memperkosanya.
"Ck, sudahlah jangan banyak protes. Hidupmu itu hanya untuk melayani dan tunduk pada perintahku!"
"Tapi kak..." lirih Ara dengan memohon.
"Sudahlah pergilah sana!"
Vivian mendorong Ara dengan kasar, menumpahkan kekesalan akan hubungannya dengan Dewa, pada anak pungut tersebut lalu menutup pintu kamar dengan keras.
Sementara itu Ara yang berada diluar pintu kamar hanya bisa menghela napas dengan kasar. Kini ia hanya bisa berharap Dewa akan menolak permintaan Vivian, sehingga Ara tidak terjebak dan bisa bebas dari kehidupan dua orang tersebut.
Namun keinginan untuk bebas itu sepertinya hanya angan belaka. Karena baru saja ia sampai di depan halaman hotel, sebuah mobil berhenti tepat didepannya dimana seorang pria turun dan langsung membukakan pintu untuknya.
"Silahkan masuk, Nona Ara!" Edward mempersilahkan gadis itu untuk masuk.
Ara yang bingung melihat keberadaan Edward, terlebih diperintahkan untuk masuk kedalam mobil mewah berwarna hitam tersebut, hanya diam menatap pria yang berkerja sebagai asisten pribadi Dewa Arbeto.
"Mari Nona!" Edward kembali meminta gadis itu untuk masuk.
"Apa kau diperintahkan Kak Vivian untuk mengantarku ke mansion utama?" tanya Ara untuk memastikan.
Edward menganggukkan kepalanya dengan berbohong, karena bukan Vivian yang menyuruhnya untuk membawa gadis itu. Tetapi seseorang yang berada di dalam mobil yang memerintahkannya.
Melihat Edward menganggukkan kepalanya, Ara pun hendak masuk kedalam mobil. Namun ia urungkan saat melihat sosok yang duduk di dalam sana, sosok angkuh dengan raut datar dan dingin itu tidak lain dan tidak bukan Dewa Arbeto.
"Tu-tunggu dulu!" Ara yang hendak keluar justru didorong masuk kedalam mobil, hingga membuatnya mau tak mau berada di kursi yang sama dengan Dewa. "Buka pintunya!" ia mencoba untuk keluar dengan menekan beberapa tombol yang ada di pintu mobil.
Sungguh bukan sesuatu yang baik berada didekat Dewa, mengingat hanya keburukan yang akan terjadi jika bersama pria itu.
"Jalan, Ed!" perintah Dewa tanpa menatap gadis disampingnya. Gadis yang semalam sudah ia jadikan seorang wanita seutuhnya.
"Baik, Tuan."
Seiring dengan mobil yang melaju meninggalkan hotel, suasana didalamnya pun terasa begitu tegang dan canggung. Dimana ketiga orang yang duduk di dalamnya tidak ada yang berbicara satu pun.
Edward yang berkonsentrasi mengemudikan kendaraannya dengan sesekali menatap pada kaca spion. Dewa yang hanya diam dengan pandangan lurus kedepan, dan Ara yang ketakutan tak tahu harus berbuat apa untuk dapat keluar dari dalam mobil.
Bukan tanpa alasan Ara takut pada Dewa. Karena ia tahu betul pria yang duduk disampingnya itu bisa melakukan apa pun termasuk melenyapkannya, agar kejadian tadi malam diantara mereka tak terbongkar ke khalayak umum.
"Apa dia akan membunuh dan membuang mayat ku?" gumam Ara dalam hati dengan sangat takut. Terlebih saat melihat tangan Dewa menunjuk tepat diwajahnya. "Jangan bunuh aku Kak, aku masih ingin hidup. Aku janji tidak akan mengatakan pada siapapun kalau kita—"
Ara langsung terdiam dengan mulut tertutup rapat saat mendapatkan tatapan tajam dari Dewa. Bahkan untuk sekedar menelan salivanya saja Ara tidak bisa.
"Dengar baik-baik, jangan memanggilku kak karena aku bukan kakakmu!" sahut Dewa dengan tegas. "Aku juga tidak akan membunuh wanita miskin tak berguna sepertimu."
Perkataan pedas Dewa sampai membuat Edward menggelengkan kepalanya. Sementara Ara hanya diam tak mempedulikan hinaan tersebut yang baginya tak berarti apa pun karena sudah terbiasa dihina oleh orang lain.
"Kalau begitu kenapa aku dibawa?"
"Sebaiknya Nona jangan banyak bertanya, ikut saja dengan kami. Aku akan menjamin keselamatan Anda." Edward yang menjawab.
Ara pun memilih diam karena percaya pada perkataan Edward.
"Kau sudah memanggil Dokter Tristan?"
"Sudah Tuan."
"Dokter?" gumam Ara keceplosan.
Rasa takut yang tadi dirasakannya kini berganti dengan kebingungan. Kenapa Dewa memanggil seorang dokter? Memangnya siapa yang sedang sakit diantar ketiganya. Semua pertanyaan itu pun ingin Ara tanyakan, namun bibirnya yang baru terbuka kembali tertutup rapat saat melihat tatapan tajam dari pria yang berstatus sebagai kakak iparnya.
ntar Ara mati rasa baru tau