Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikahlah Denganku
Nina berbaring malas di atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun Abi belum juga pulang. Sekar memang mengatakan kalau Abi dan Cakra ada meeting seusai jam kantor. Sejak tadi waktu serasa berjalan lambat. Nina ingin segera bertemu dengan Abi. Dia ingin menanyakan lebih banyak tentang Anfa. Selain itu, entah mengapa dirinya begitu merindukan Abi malam ini. Sepertinya efek ciuman dikening dan panggilan sayang berbekas begitu dalam di hatinya.
Saking gabutnya, Nina bahkan mencoba semua dress yang dibelikan Abi. Beberapa kali dia mencoba dress lalu berlenggak-lenggok di depan cermin. Terakhir dia mencoba dress warna putih selutut. Nina tersenyum membayangkan dirinya kencan bersama Abi mengenakan dress ini. Nina memasukkan kembali dress ke dalam lemari. Tapi tak melepaskan dress putih yang dikenakannya sekarang. Dia ingin menyambut Abi dengan dress ini.
Untuk mengusir kebosanan, Nina bermaksud menemui Sekar. Setidaknya mengobrol dengan gadis itu bisa membunuh waktu lebih cepat. Ketika langkahnya sampai di ruang tengah, sayup-sayup dia mendengar orang berbincang di ruang tamu. Tak ingin mengganggu Rahma dan Teddy, Nina memilih langsung ke lantai dua. Namun sebuah tangan menahannya.
“Kak Nial..”
“Nin.. ayo kita bicara.”
“Lepas kak.”
Nina berusaha melepaskan diri dari Danial, namun cengkeraman pria itu di tangannya begitu keras. Bahkan Danial sudah menarik tubuhnya menjauh dari sana. Sekuat tenaga Nina memberontak, tiba-tiba Danial mendorong tubuh Nina ke tembok. Jarak keduanya begitu dekat. Danial berusaha mencium Nina, namun gadis itu memalingkan wajahnya.
“Dasar j*lang!! Lepaskan anakku!!”
Baik Nina maupun Danial terkejut, Marisa sudah berada di dekat mereka. Wanita paruh baya itu menatap Nina dengan pandangan berapi-api. Danial melepaskan cengkeramannya ketika melihat Rahma dan Teddy mendekat. Dengan langkah panjang Marisa menghampiri Nina.
“Dasar perempuan mur*han! Masih berani kamu mengganggu anakku!”
“Ma.. sudah.. kami tadi hanya ingin berbicara.”
“Bicara? Apa yang perlu dibicarakan lagi? Heh! Apa telingamu tuli, sudah berulang kali saya katakan berhenti mengganggu anak saya!!”
“Ma tolong jangan seperti ini. Aku dan Nina saling mencintai.”
Nina menatap tak percaya pada Danial. Rahma yang juga terkejut mendengar ucapan pria itu sontak melayangkan pandangannya pada Nina.
“Jeng Rahma.. kenapa wanita mur*han ini ada di sini?”
“Dia perawat yang membantu Abi terapi.”
“Huh.. jadi perawat hanya kedoknya saja. Sebenarnya dia sedang berusaha merayu Abi. Tempo hari Abi mengatakan kalau dia itu calon istrinya. Kamu menggoda anakku juga Abi, apa maksudmu? Apa uang yang kuberikan saat itu masih kurang? Sebut berapa yang kamu mau, saya akan memberikannya padamu. Tapi jangan pernah ganggu Danial lagi!”
“Harusnya uang itu tante tawarkan pada anak tante bukan padaku. Dia yang selalu menggangguku, bukan aku. Aku tidak menginginkan laki-laki pengecut seperti dia.”
“Beraninya kamu!!”
Marisa mengangkat tangannya lalu menggerakkannya. Namun tangannya tak sampai mengenai pipi Nina, karena gadis itu menahan dengan tangannya. Dengan kasar Marisa menarik tangannya.
“Apa salah saya sama tante? Kenapa tante selalu memusuhi dan menghina saya? Saya sudah meninggalkan kak Nial bertahun-tahun lalu, seperti keinginan tante. Saya juga tidak berminat menjalin hubungan dengannya lagi.”
“Nin.. please jujur saja. Kita sudah melalui banyak hal sejauh ini. Aku akan bertanggung jawab atas anak dalam kandunganmu.”
Nina seperti tersambar geledek mendengar penuturan Danial. Marisa semakin berang, dia merangsek maju lalu menarik rambut Nina dengan kasar setelah itu menghempaskan tubuhnya ke lantai. Rahma menghentikan Marisa yang hendak menyiksa Nina lagi.
“Nina.. apa benar yang dikatakan Danial?” tanya Rahma.
“Iya tante. Ini hasil test pack-nya,” Danial menyerahkan test pack dengan dua garis biru pada Rahma. Wanita itu menatap test pack di tangannya dan Nina bergantian.
Nina tertawa sumbang, Danial kembali berhasil membuatnya terluka dan terhina. Dia bangun lalu berjalan keluar rumah. Tak dipedulikannya lagi umpatan Marisa atau teriakan Rahma memintanya untuk tidak pergi. Bahkan Juna dan Nadia yang baru saja tiba tak dihiraukannya.
Tahu orang-orang di belakangnya mencoba menghentikannya, Nina berlari kencang keluar dari rumah. Dengan asal dia menyetop motor yang melintas di depannya. Melihat Nina yang bersimbah airmata, sang pengemudi tak tega dan mengijinkan Nina untuk naik.
“Ma.. sebenarnya ada apa ini?” Juna yang baru datang nampak kebingungan.
“Juna.. tante ngga nyangka kamu bisa kecolongan memilihkan perawat untuk Abi. Apa kamu tahu siapa perempuan itu? Dia itu perempuan murahan yang kerjanya menggoda pria muda dan berduit.”
“Cukup tante. Tante ngga tahu apa-apa soal Nina.”
“Kamu yang tidak tahu soal perempuan mur*han itu. Tante sudah mengenalnya lama. Dulu dia juga menggoda Danial. Tante sampai mengeluarkan uang banyak untuk membuatnya pergi. Dan sekarang dia kembali menggoda Danial bahkan dengan cara yang lebih licik. Danial.. mama ngga sudi punya keturunan darinya. Biarkan saja dia pergi atau suruh dia menggugurkan kandungannya.”
“Siapa yang hamil?”
Semua mata langsung tertuju ke arah pintu. Abi sudah berdiri di sana. Danial diam-diam tersenyum tipis. Upayanya membuat Nina keluar dari kediaman Abi berhasil. Kini dia hanya perlu meracuni Abi. Laki-laki yang pernah dikhianati pasti akan lebih mudah untuk dihasut. Hanya tinggal sedikit lagi dia menjadikan Nina miliknya.
“Nina hamil anakku Bi. Sudah kukatakan kalau kami masih saling mencintai. Diam-diam kami selalu bertemu dan melakukan hubungan suami istri.”
BUGH
Sebuah pukulan mendarat di wajah Danial. Pria itu jatuh tersungkur, sudut bibirnya terluka dan mengeluarkan darah. Marisa terpekik lalu menghampiri anaknya itu.
“Mana Nina?”
“Nina tadi pergi Bi,” jawab Nadia.
“Kalian berdua! Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Jika sesuatu terjadi pada Nina, aku tidak akan melepaskan kalian!!”
Abi segera berlari keluar rumah lalu masuk ke dalam mobilnya. Sambil mengemudi, dia mencoba menghubungi Nina. Namun panggilannya terhubung pada kotak suara. Abi menginjak pedal gas dalam-dalam, mengarahkan kendaraannya menuju daerah Gatsu. Dia hendak mencari Nina ke panti asuhan.
Sesampainya di sana, Abi tak bisa menemukan gadis itu. Justru Lidya ikutan cemas sekarang. Abi bergegas pamit, kini dia menuju tempat kost Nina, berharap gadis itu ada di sana. Tapi lagi-lagi nihil. Teman saku kost-nya mengatakan Nina tidak pernah datang lagi sejak bekerja untuk Abi.
Abi meremat rambutnya dengan kasar. Malam semakin larut namun keberadaan gadis yang dicintainya belum juga diketahui. Dia lalu menghubungi Beno, meminta pria itu membantu mencari Nina.
“Baik mas, saya akan mencari mba Nina sekarang. Oh iya tadi siang mba Nina minta diantar ke TPU Sirnaraga, apa mungkin dia ke sana mas?”
“Ok, saya akan cek ke sana. Bang Beno tolong cari ke tempat lain.”
“Baik mas.”
Abi memutuskan panggilan kemudian segera menyalakan kendaraannya. Kini tujuannya adalah TPU Sirnaraga. Walau tak yakin, tapi dia berharap bisa menemukan Nina di sana. Beno tadi sudah memberi petunjuk di mana letak blok makam Anfa.
☘️☘️☘️
Sebuah kendaraan roda dua memasuki area pemakaman Sirnaraga. Radix dan Gurit turun dari motor. Radix menatap ke sekeliling makam yang nampak gelap. Dia sempat bergidik, namun demi cita-cita menjadi youtuber ternama, pemuda itu memberanikan dirinya. Gurit sudah menyiapkan ponselnya.
“Set.. sepi bener yak,” celetuk Gurit.
“Kalau rame, pasar malem namanya PEA.”
“Ayo let’s go. Gurit memulai siaran langsungnya.”
“Hai.. hai.. para pecinta makhluk astral.. sekarang kita lagi di TPU Sirnaraga. Kalian pasti tahu kan TPU ini. Di sini juga sering ada cerita mistis, katanya ada makhluk tanpa kepala yang sering gentayangan malam-malam, atau neneng kunti yang sering nangkring di pohon. Cuss.. ikutin kita.”
Radix dan Gurit berjalan menyusuri deretan makam. Sesekali Gurit mengarahkan ponselnya ke tempat-tempat yang dianggap menjadi lokasi mejeng para makhluk astral. Tanpa sadar, mereka terus berjalan masuk ke dalam makam. Perlahan tetes air mulai membasahi bumi namun tak menyurutkan langkah kedua pemuda itu.
Di salah satu makam, seorang perempuan duduk bersimpuh sambil memegangi nisan yang bertuliskan nama Muhammad Anfa. Dibantu sang kuncen, Nina berhasil menemukan makam Anfa. Sudah setengah jam lamanya gadis itu terpaku di tempatnya. Tangisnya sedari tadi tak juga berhenti.
Kejadian di rumah Teddy tadi sukses meluluh lantakkan dunianya. Kebohongan yang dibuat Danial, hinaan dan tuduhan Marisa membuatnya tak sanggup untuk terus berada di rumah itu. Dia tak akan sanggup menerima tatapan benci dari Rahma, wanita yang sudah disayanginya seperti ibu sendiri.
Baju yang dikenakannya sudah basah karena hujan turun semakin deras. Tapi Nina bergeming di tempatnya. Bahkan tangisnya semakin keras, bersaing dengan suara hujan. Lewat tangisan, Nina berusaha melepaskan rasa sesak di dadanya.
Tak jauh darinya, Gurit dan Radix semakin berjalan mendekat. Hujan menambah suasana pemakaman ini semakin mencekam. Sayup-sayup mereka mendengar suara tangis perempuan.
“Bro.. lo denger ngga? Ada suara perempuan nangis,” bisik Radix.
“Iya gue juga denger.”
Gurit segera menggerakkan ponselnya, berusaha mencari sumber suara. Ponselnya digerakkan ke samping, atas bawah, berharap menemukan sosok yang mengeluarkan suara tersebut. Kemudian ponsel Gurit menangkap gambar Nina yang memunggungi mereka.
“Dix.. i.. itu apa?” suara Gurit nampak bergetar.
“Kunti bukan?”
“Lo pikir? Mana ada cewek malem-malem ke sini, hujan lagi.”
“Jadi beneran kunti ini?”
Gurit memperbesar gambar di ponselnya. Nampak seorang perempuan mengenakan baju putih, berambut panjang sepunggung yang basah oleh air hujan tengah menangis di depan sebuah kuburan. Tangan Gurit langsung bergetar.
“Gaeesss... kita berhasil merekam penampakan.”
“Rit... cabut Rit,” ajak Radix.
Nina yang mendengar suara kasak-kusuk di belakangnya, perlahan menolehkan kepalanya. Namun sebelum itu terjadi Radix dan Gurit langsung lari terbirit-birit dari sana sambil berteriak kencang.
“Setaaaaaannn....”
Kedua itu terus saja berlari tanpa melihat kanan kiri. Beberapa kali mereka hampir terjatuh tersandung makam. Bahkan ketika sudah keluar dari deretan makam, mereka masih saja berlari. Hampir saja mereka menabrak mobil yang berhenti tak jauh dari mereka. Abi turun dari dalamnya. Radix dan Gurit terkejut sekaligus lega melihat Abi.
“Kak Abi ngapain ke sini?”
“Kalian ngapain ke sini?”
“Kita lagi bikin konten youtube kak. Ada kunti kak, jangan ke sana.”
“Kunti di mana?”
“Itu di sana? Pasti kunti itu, ngga mungkin cewek malem-malem ke kuburan...”
Abi langsung melesat masuk ke area pemakaman tanpa mendengarkan ucapan Radix sampai selesai. Kedua pemuda itu memilih pergi sebelum kunti mengejarnya. Sementara itu Abi terus menelusuri deretan makam sambil memanggil nama Nina.
“Nina!!”
“Nina!!”
Nina mengangkat kepalanya ketika mendengar namanya dipanggil. Dia berdiri, memandang berkeliling, mencari arah sumber suara. Langkah Abi terhenti begitu melihat gadis yang dicarinya berdiri tak jauh darinya. Penampilan Nina tampak kacau, dress putihnya sudah basah oleh air hujan penuh dengan bercak tanah di bagian bawahnya. Bergegas Abi mendekatinya.
“Nina...”
“Mas Abi..”
Abi sampai di dekat Nina tepat ketika tubuh gadis itu ambruk. Dengan sigap Abi menangkap tubuh Nina lalu bergegas membawanya ke mobil.
☘️☘️☘️
Rahma berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sudah selarut ini Abi maupun Nina belum pulang juga. Dia menyesal tadi tak mencegah kepergian Nina. Seharusnya tadi dia menghentikan Nina dan mengusir Marisa juga Danial. Teddy yang menemaninya di ruang tengah hanya bisa duduk diam melihat sang istri yang terus maju mundur cantik seperti setrikaan.
“Ma.. duduk aja kenapa sih.”
“Pa.. coba telpon lagi Abi.”
“Ngga diangkat ma.”
Rahma baru saja hendak meminta Teddy menghubungi Abi kembali bergegas ke depan begitu mendengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Dia terkejut melihat Abi membopong Nina.
“Nina kenapa Bi?”
“Nina pingsan ma. Tolong bantu Nina, ma.”
Rahma bergegas menuju kamar Nina, membukakan pintu untuk anaknya. Abi membaringkan tubuh Nina di atas kasur.
“Nina biar mama yang urus, kamu cepat ganti baju nanti sakit.”
Abi keluar lalu masuk ke kamarnya. Teddy berinisiatif memanggil bi Sari untuk membantu istrinya. Lima belas menit kemudian Abi keluar dari kamarnya. Rahma dan bi Sari juga telah selesai menggantikan pakaian Nina.
“Nina gimana ma?”
“Dia sudah sadar. Dia sedang ditemani bi Sari.”
“Kamu ketemu Nina di mana Bi?” tanya Juna. Dia dan Nadia langsung keluar dari kamar begitu mendengar kedatangan Abi dan Nina, begitu pula dengan Sekar.
“Di TPU Sirnaraga.”
“Hah? Ngapain dia di sana?” tanya Rahma.
“Panjang ceritanya ma. Nina...”
Belum selesai ucapan Abi, pintu kamar Nina terbuka. Gadis itu keluar dari dalam kamar seraya menggeret kopernya.
“Nina.. kamu mau kemana?”
“Aku mau pergi mas. Tugasku di sini sudah selesai. Mas sudah sehat dan bisa berjalan dengan normal lagi. Anfa juga sudah ditemukan, jadi sudah waktunya aku pergi. Terima kasih atas kebaikan semuanya. Maaf kalau kehadiranku selalu membuat kerusuhan di rumah ini. Om.. tante.. saya minta maaf atas yang terjadi tadi. Saya permisi.”
“Nina.. ini sudah malam, kamu juga sedang tidak sehat. Di luar masih hujan, ayo kembali ke kamarmu,” bujuk Rahma.
Nina menggeleng, dia sudah tak sanggup lagi tinggal di rumah ini. Danial dan Marisa telah sukses mempermalukan dirinya pada seluruh penghuni rumah. Nina tak memiliki keberanian untuk terus berada di tengah-tengah mereka.
“Kamu ngga boleh kemana-mana Nin.”
“Tugasku sudah selesai mas. Aku pernah bilang akan pergi kalau mas sudah tak membutuhkanku lagi.”
“Apa kamu lupa kalau kita masih punya satu taruhan lagi? Apa kamu lupa kalau aku pemenangnya? Kamu belum boleh pergi, karena aku belum mengatakan apa keinginanku. Kamu sudah berjanji akan mengabulkan semua permintaanku.”
Nina menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap Abi. Matanya yang sayu melihat ke arah Abi yang terus menatapnya.
“Katakan apa maumu mas? Aku akan segera melakukannya.”
“Menikahlah denganku.”
☘️☘️☘️
Akhirnya Abi ngelamar Nina juga, tapi kenapa ngga romantis banget ya, terkesan maksa malah🤣
Radix and Gurit sok²an mau hunting makhluk astral. Baru ketemu Kunti jadi²an aja udah kabur🤣