Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Kamu juga seorang ibu
"Oma, kenapa Papa belum pulang? Papa bawa Bunda kemana? Bunda sakit apa?" tanya Afrin beruntun.
"Bunda lagi diperiksa Om Dokter, nanti kalau sudah sembuh pasti boleh pulang," jawab Karina.
"Oma, telpon Papa, tanyain Bunda sudah sembuh apa belum?"
"Nanti saja ya, Sayang."
"Nggak mau, maunya sekalang. Ayo, Oma!"
"Iya sebentar." Karina mengambil ponselnya dan menghubungi Emran.
Drtt drtt drtt
Ponsel di saku Emran bergetar, ada sebuah panggilan masuk dari Karina. Emran pamit pada orang tua Yasna keluar ruangan untuk mengangkat panggilan.
"Assalamualaikum," ucap Emran.
"Waalaikumsalam," jawab Karina di seberang telepon. "Ran, bagaimana keadaan Yasna? Dia baik-baik saja, kan?"
"Alhamdulillah baik, Ma. Untungnya aku nggak terlambat bawa dia ke sini."
"Syukurlah kalau begitu," ucap Karina. "Ran, sebenarnya ... Aydin ....
"Aku sudah menduganya, Ma. Karena tidak mungkin alergi Yasna bisa kambuh tanpa sebab, nanti biar aku yang meminta maaf pada Yasna dan keluarganya."
"Kamu jangan marah sama Aydin ya, Ran."
"Tidak, Ma. Mungkin setelah ini, kita jangan berharap Yasna atau wanita lain yang akan menjadi bagian keluarga kita. Aku tidak ingin ada orang lain lagi yang celaka."
"Mama mengerti." Karina sedih mendengar kata-kata Emran, tetapi apa yang dikatakan putranya itu memang benar.
"Oma, Alin mau bicala sama Papa," pinta Afrin.
"Iya, ini." Karina menyerahkan ponselnya pada Afrin.
"Halo, Papa," ucap Afrin.
"Halo, Sayang," sahut Emran.
"Bunda mana, Pa?"
"Bunda masih tidur, Bunda kecapekan kata Om Dokter jadi, harus banyak tidur."
"Bunda udah sembuh?"
"Setelah tidur, nanti sembuh ... Ponselnya kasih ke Oma dulu ya."
"Iya, Pa." Afrin memberikan ponsel itu pada Karina.
"Ma, aku pulang nanti, setelah Yasna sadar. Aku belum bisa tenang kalau belum melihat dia sadar."
"Iya, tidak apa-apa. Biar Mama yang jaga anak-anak," ucap Karina.
"Iya, Ma. Aku tutup teleponnya ya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Karina menutup ponselnya, ia mendekati Aydin yang masih ketakutan.
"Kamu dengar, kan? Kata Papa, Tante Yasna nggak papa, dia baik-baik saja, tapi lain kali Aydin nggak boleh melakukan hal seperti tadi, ya!" Karina mencoba menenangkan Aydin.
"Tante Yasna nggak akan laporin Aydin ke polisi kan, Oma?" tanya Aydin.
"Tante Yasna nggak mungkin melakukan itu, Tante Yasna kan orang baik. Dia juga sayang sama Aydin, buktinya waktu itu, Tante Yasna nolong kamu waktu hampir tertabrak motor."
Aydin diam, memang benar jika Yasna selama ini sangat baik padanya. Padahal ia selalu menjahili Yasna, tetapi Yasna tidak pernah kesal apalagi sampai marah. Berbeda dengan wanita yang selama ini selalu mencoba mendekati Emran.
"Aku minta maaf, Oma," sesal Aydin.
"Kok minta maaf sama Oma, Aydin kan punya salahnya sama Tante Yasna jadi, minta maaf sama Tante Yasna."
"Iya, nanti Aydin minta maaf sama Tante Yasna."
"Itu baru anak pintar," sahut Karina.
"Aku bukan anak lagi, Oma. Aku sudah besar," kilah Aydin.
Karina terkekeh mendengarnya, Aydin memang selalu menolak dipanggil anak, apalagi anak kecil, ia lebih suka dipanggil remaja, ia sudah memasuki bangku SMP jadi, ia sudah besar.
*****
"Ibu," Panggil Yasna dengan suara lirih.
"Yasna, kamu sudah bangun? Bagaimana keadaanmu? Apa kamu merasa ada yang sakit?" tanya Alina.
Yasna menggeleng, ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya dan akhirnya ia ingat jika alerginya kambuh, tetapi bagaimana bisa kambuh? Yasna sama sekali tidak makan udang, hidangan di rumah Emran juga tidak ada udangnya.
"Aku tidak apa-apa kok, Bu. Jangan khawatir," jawab Yasna pelan.
"Bagaimana Ibu tidak khawatir? Kamu sampai masuk rumah sakit seperti ini," sahut Alina.
Pintu ruangan terbuka, terlihat Emran memasuki ruangan. Ia menatap Yasna yang seluruh tubuh dan wajahnya masih menyisakan ruam merah. Yasna tersenyum pada Emran.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Emran.
"Tidak apa-apa. Tadi Ibu, sekarang kamu yang nanya," gerutu Yasna.
"Karena kami khawatir sama kamu, lagian kenapa bisa sampai kambuh? Kamu lupa kalau punya alergi udang?" tanya Alina.
"Maaf, Bu--
"Keluarga Mas Emran nggak tahu, Bu. Kalau aku punya alergi udang," potong Yasna.
Yasna tahu jika itu ulah Aydin, di lihat dari wajah Emran yang sangat merasa bersalah, itu sudah cukup memberi Yasna jawaban, apa yang sudah terjadi.
Emran terkejut mendengar kata-kata Yasna, padahal Yasna sudah memberi tahu mereka jika ia alergi udang. Saat makan siang tadi juga tidak ada udang sama sekali.
'Apa Yasna sudah tahu jika yang melakukan ini padanya adalah Aydin?' tanya Emran dalam hati.
"Kalau mereka tidak tahu, seharusnya kamu yang lebih hati-hati. Apa alergi membuatmu lupa, bagaimana bentuk udang?" ejek Alina.
"Ibu." Yasna kesal disaat seperti ini, Alina malah mengejeknya.
"Bu, ayo keluar! Ibu belum makan siang tadi, Ayah juga lapar," ajak Hilman, ia tahu jika Emran ingin berbicara dengan Yasna, maka dari itu dia mengajak istrinya keluar.
"Bilang saja kalau Ayah lapar, kenapa Ibu yang jadi kambing hitam?"
"Iya, Ayo! Ayah lapar."
Hilman dan Alina sudah pergi meninggalkan Emran dan Yasna.
"Kenapa kamu bohong sama Ibu?" tanya Emran.
"Apa Mas akan mengatakan jika yang membuatku seperti ini, adalah anak kecil?" tanya Yasna balik.
"Tapi memang seperti itu kenyataannya."
"Aydin hanya anak kecil, Mas. Aku yakin saat ini dia pasti ketakutan. Aydin anak yang baik, dia tidak tahu tentang akibat dari alergiku. Karena itu dia berani melakukannya. Mas jangan memarahinya, dia pasti akan sedih dan semakin takut."
"Mama juga berkata seperti itu."
"Karena kami seorang wanita. Apalagi Bu Karina juga seorang ibu, pasti dia sangat tahu, bagaimana perasaan seorang anak disaat seperti ini."
"Kamu juga sama seperti mama, walaupun kamu belum menjadi seorang ibu, tapi kamu mempunyai hati seorang ibu."
"Bukan belum, tapi aku tidak akan pernah menjadi seorang ibu."
"Kamu akan menjadi ibu untuk anak-anakku, meski tidak lahir dari rahimmu, mereka akan selalu menganggapmu sebagai ibu, tanpa harus melupakan ibu kandung mereka."
Yasna terharu mendengar apa yang Emran katakan, tapi masih terlalu dini untuk menyebut dirinya ibu, meski seorang ibu sambung.
"Tadi aku sempat berpikir kalau aku akan melepasmu, aku tidak ingin kamu celaka seperti hari ini, tapi melepasmu pasti akan membuatku menyesal suatu hari nanti. Karena itu aku akan berjuang agar kita bisa bersama," ujar Emran dengan menatap Yasna.
"Aku juga tidak akan menyerah, meski aku harus kembali bertaruh dengan nyawaku, akan aku lakukan," sahut Yasna tersenyum.
Emran menggenggam tangan Yasna, ia bahagia bisa mengenal wanita sebaik Yasna, yang selalu mengutamakan kebahagiaan orang yang disayanginya.
Pintu ruang rawat Yasna tiba-tiba terbuka.
"Na ....
.
.
.
.
Rekomendasi Novel yang sangat bagus untukmu, Oh...My Lady, di sini dapat lihat: https://share.mangatoon.mobi/contents/detail?id\=1333553&\_language\=id&\_app\_id\=2
Poppy ditinggal meninggal oleh suaminya ketika hamil 2 bulan. Sebagai seorang wanita hamil ia memerlukan seseorang untuk mendukung dan menjadi sandaran hidupnya.
Budi seorang pemuda pekerja keras dan menjadi orang kepercayaan Rangga atasanya di kantor.
Pada suatu hari sebelum meninggal dunia Ranga menitipka istrinya yang sedang hamil 2 bulan kepada Budi untuk dilindungi.
Dapatkah Budi menjalankan amanah yang diberikan oleh Rangga?