Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13: Kemenangan dan Pengorbanan
Ketika debu pertempuran mulai mereda, suasana di Lembah Tersembunyi terasa sunyi. Jian berdiri di tengah reruntuhan, napasnya masih terengah-engah. Ia menatap sekelilingnya, melihat para penghuni lembah yang terluka dan berjuang untuk bangkit. Kemenangan yang diraihnya terasa pahit; banyak yang harus membayar harga mahal untuk melindungi rumah mereka.
Jian merasakan beratnya tanggung jawab di pundaknya. Ia berjalan perlahan di antara para korban, menolong yang terluka, dan memberikan semangat kepada mereka. "Kita telah berjuang bersama. Kita tidak akan menyerah!" teriaknya, suaranya penuh keyakinan.
Namun, di dalam hati, ia merasakan kesedihan yang mendalam. Ia menemukan tubuh Master Agung tergeletak di tanah, terluka parah namun masih hidup. Jian berlari ke arahnya, jantungnya berdebar kencang. "Master Agung! Tidak!" Ia berlutut di sampingnya, menggenggam tangan sang guru.
Master Agung membuka matanya yang lelah. "Jian," katanya, suaranya lemah namun tenang. "Kau telah melakukannya. Kau telah melindungi Lembah Tersembunyi. Aku bangga padamu."
Air mata mengalir di pipi Jian. "Tapi... kau terluka. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa bimbinganmu."
Senyuman lembut muncul di wajah Master Agung. "Kekuatanmu sekarang lebih dari cukup. Ingatlah, kekuatan sejati berasal dari dalam dirimu. Aku akan selalu bersamamu, meskipun aku tidak ada di sini."
Jian merasakan beratnya kata-kata itu. Ia harus belajar untuk melanjutkan hidup, meski tanpa Master Agung di sisinya. Dengan lembut, ia mengobati luka-luka sang guru, berusaha memberikan yang terbaik untuk menyelamatkannya. Namun, ia tahu bahwa waktu tidak berpihak padanya.
Sementara itu, Mei, yang tergeletak di dekatnya, mulai membuka matanya. Jian bergegas ke arahnya. "Mei! Kau baik-baik saja?" Ia merasa lega melihatnya masih hidup, meskipun terluka.
"Aku... aku baik-baik saja," jawab Mei, suaranya lemah. "Aku melihatmu melawan... kau hebat, Jian."
Jian menunduk, merasa sedikit malu. "Aku hanya melakukan yang seharusnya. Kita semua berjuang bersama."
Mei tersenyum lemah. "Kita akan membangun kembali Lembah Tersembunyi. Kita akan melakukannya bersama."
Dengan semangat baru, Jian membantu Mei berdiri, meskipun ia harus menyangga tubuhnya. Bersama-sama, mereka berjalan kembali ke arah Master Agung. Jian merasa bahwa meskipun banyak yang hilang, harapan masih ada. Mereka bisa membangun kembali, dan semua pelajaran yang ia terima akan membantunya.
Setelah beberapa saat, Jian melihat sekelompok orang berkumpul di sekitar tempat di mana pemimpin Sekte Bayangan jatuh. Mereka tampak bingung dan cemas. Jian merasa dorongan untuk menyelidiki, dan ia bergegas ke sana.
Di sana, pemimpin Sekte Bayangan tergeletak di tanah, terluka parah. Meskipun ia adalah musuh, Jian merasakan sedikit empati. "Dia mungkin memiliki cerita yang belum terungkap," pikirnya. Tanpa membiarkan rasa bencinya menguasai, ia mendekat.
"Kenapa kau menyerang kami?" tanya Jian, suaranya tegas namun penuh rasa ingin tahu.
Pemimpin itu mendongak, matanya yang penuh kebencian kini tampak lelah. "Kami ingin kekuasaan. Dunia ini tidak adil. Kami hanya ingin mengubahnya," katanya dengan suara serak.
Jian terdiam sejenak. Ia menyadari bahwa meskipun pemimpin itu jahat, ada alasan di balik tindakannya. "Mengubah dunia tidak harus dengan kekerasan. Ada cara lain untuk mengatasi ketidakadilan," jawab Jian.
Pemimpin itu tertawa pahit. "Kau tidak mengerti. Kekuatan adalah satu-satunya cara untuk bertahan."
Jian tidak setuju, tetapi ia tahu saatnya bukan untuk berdebat. "Kau bisa memilih untuk bertobat. Ini bukan akhir bagimu. Ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahanmu."
Dengan kata-kata itu, Jian memberi sinyal kepada para penghuni Lembah Tersembunyi untuk tidak membunuh pemimpin itu. Ia tahu bahwa tindakan kekerasan hanya akan melahirkan lebih banyak kebencian.
Ketika malam tiba, Lembah Tersembunyi dipenuhi dengan suasana refleksi. Para penghuni mulai membersihkan reruntuhan dan merawat yang terluka. Jian, Mei, dan Master Agung, meskipun terluka, bersatu dalam tekad untuk membangun kembali lembah.
"Besok adalah hari baru," kata Jian kepada mereka. "Kita akan menjadikan Lembah Tersembunyi lebih kuat dari sebelumnya."
Semua orang mengangguk, semangat baru mengalir di antara mereka. Dalam hati, Jian tahu bahwa pertempuran ini adalah awal dari perjalanan baru. Ia telah belajar banyak tentang keberanian, cinta, dan pengorbanan. Dan dengan itu, ia siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
(Bersambung ke Chapter 14)