Debi menuruni jalan setapak yang menuju rumahnya dengan langkah cepat. Matahari mulai tenggelam, memberi warna keemasan di langit dan menyinari tubuhnya yang lelah setelah perjalanan panjang dari Sarolangun. Hawa desa yang sejuk dan tenang membuatnya merasa sedikit lebih ringan, meskipun hatinya terasa berat. Liburan semester ini adalah kesempatan pertama baginya untuk pulang, dan meskipun ia merindukan rumah, ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan setiap kali memikirkan Ovil.
Debi sudah cukup lama tinggal di Sarolangun, bersekolah di sana sejak awal tahun ajaran baru. Sekolah di kota jauh berbeda dengan kehidupan di desa yang sudah dikenalnya. Di desa, segalanya terasa lebih sederhana. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan kota, ia merasa bahwa dirinya sudah mulai terbiasa dengan keramaian dan rutinitas yang cepat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Debi Andriansah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keputusan besar
Minggu-minggu setelah percakapan antara Debi dan Ras, situasi di sekitar Debi dan Ovil mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan. Mereka berdua merasa semakin dekat, tetapi ketegangan di antara teman-teman mereka belum sepenuhnya hilang. Ras, yang awalnya terlihat khawatir, kini mulai menerima kenyataan bahwa Debi dan Ovil memang sudah memilih satu sama lain. Namun, ada satu orang yang masih tampak ragu—Mega.
Mega selalu menjadi teman baik bagi Ovil, dan meskipun ia tidak pernah secara langsung mengungkapkan perasaannya, Debi bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Mega. Suatu hari, mereka bertiga—Debi, Ovil, dan Mega—bertemu di sebuah kedai kopi. Mega tampak lebih pendiam dari biasanya.
"Ovil, Debi," Mega akhirnya membuka percakapan setelah beberapa detik hening. "Aku tahu kalian berdua sudah memutuskan untuk bersama, tapi aku hanya ingin memastikan kalau kalian benar-benar siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang."
Debi menatap Mega dengan bingung. "Apa maksudmu, Mega? Kita sudah memutuskan untuk bersama, dan kita tahu ada banyak hal yang harus kita hadapi."
Mega menghela napas panjang. "Aku tahu, Debi, aku hanya merasa ada hal-hal yang belum kalian pertimbangkan. Aku khawatir kalau hubungan kalian nanti akan diuji lebih keras dari yang kalian bayangkan."
Ovil mengerutkan kening. "Mega, aku mengerti kekhawatiranmu. Tapi kami sudah saling memilih, dan kami siap menjalani hubungan ini bersama."
Mega menundukkan kepala. "Aku hanya tidak ingin melihat kalian berdua terluka. Terlalu banyak yang bisa mengubah segalanya. Kalian tahu kan, bahwa hubungan seperti ini... tidak selalu berakhir dengan bahagia."
Debi merasa hatinya sedikit terguncang oleh kata-kata Mega. Memang, ia tahu tidak ada hubungan yang bebas dari masalah, namun kadang-kadang kebahagiaan yang sederhana terasa lebih berharga. "Kami sudah memutuskan, Mega," kata Debi dengan tegas. "Kami akan menghadapi semua ini bersama."
Mega diam sejenak, lalu akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku hanya ingin kalian berdua tahu bahwa aku akan selalu ada untuk kalian. Tapi aku berharap kalian bisa tetap kuat, apapun yang terjadi."
Setelah pertemuan itu, Debi dan Ovil kembali pulang bersama, namun perasaan Debi terasa campur aduk. Ia tahu Mega peduli, namun ia juga merasakan bahwa persahabatan mereka tidak akan pernah sama lagi. Ada banyak hal yang berubah dalam hubungan mereka, dan Debi tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa masa depan mereka akan penuh dengan ujian.
Beberapa hari setelah itu, Debi mendapatkan tawaran yang tak terduga. Sebuah kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Ini adalah peluang yang sangat besar, tetapi di sisi lain, ia harus meninggalkan Ovil dan kehidupannya di tanah kelahirannya. Debi merasa sangat bingung.
"Ovil, aku... aku mendapat tawaran untuk kuliah di luar negeri," ujar Debi suatu malam, saat mereka berdua duduk di balkon rumah Ovil.
Ovil menatap Debi dengan terkejut. "Kamu serius? Itu adalah kesempatan besar, Debi. Tapi... apakah kamu siap meninggalkan semuanya?"
Debi mengangguk, mencoba menahan air mata yang mulai mengalir. "Aku tidak tahu, Ovil. Ini adalah impian yang selalu aku miliki, tapi aku juga tidak ingin meninggalkanmu. Aku tahu kalau aku memilih untuk pergi, itu akan mengubah segalanya."
Ovil menggenggam tangan Debi dengan lembut. "Debi, aku tahu betapa besar kesempatan ini bagimu. Aku tidak akan menahanmu. Tapi aku juga ingin kamu tahu, apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu."
Debi terdiam sejenak, merasakan perasaan yang campur aduk. Ia tahu ia harus membuat keputusan yang sangat besar dalam hidupnya. Apakah ia akan mengejar impian yang telah ia dambakan selama ini, ataukah ia akan memilih untuk tetap tinggal bersama Ovil dan menjalani hidup bersama? Kedua pilihan itu sangat sulit, namun Debi tahu bahwa apapun yang ia pilih, itu akan membawa perubahan besar dalam hidupnya.
"Kamu yakin, Ovil?" tanya Debi, menatap matanya dengan penuh keraguan.
Ovil tersenyum tipis. "Aku yakin, Debi. Jika ini adalah impianmu, aku tidak akan menghalangimu. Aku hanya ingin kamu bahagia, apapun yang terjadi."
Debi merasa hatinya tersentuh oleh kata-kata Ovil. Ia tahu, bagaimanapun, Ovil selalu mendukungnya, meskipun itu berarti harus berpisah.
Namun, pada saat yang sama, Debi juga merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia mulai menyadari bahwa kebahagiaannya tidak hanya bergantung pada keputusan ini, tetapi juga pada cara ia menghadapinya. Mungkin, inilah saatnya untuk memilih dengan bijaksana dan membuat langkah besar dalam hidupnya, apapun itu.
"Terima kasih, Ovil," kata Debi dengan suara bergetar. "Aku akan memikirkan ini dengan serius."
---
Bab ini adalah titik balik dalam perjalanan hubungan Debi dan Ovil. Dalam menghadapi pilihan yang sulit, mereka harus mengerti bahwa cinta juga berarti memberikan ruang bagi masing-masing untuk mengejar impian mereka. Namun, apakah keputusan Debi untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri akan memisahkan mereka? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.