Kepercayaan adalah tonggak dari sebuah hubungan. Mempercayai seseorang bukanlah kesalahan, namun mempercayai seseorang yang baru kita kenal itulah yang bisa menjadi sebuah kesalahan. Dan.. Inilah yang terjadi pada Nadien, hidupnya yang damai seketika berubah menjadi penuh tekanan dan rasa sakit. Jiwa dan raganya disakiti terus menerus oleh pria yang ia cintai, pria yang mulut nya berkata Cinta. Namun, terdapat dendam di balik itu semua.
Akankah Nadien mampu melewati ujian hidupnya dan membuat pria tersebut mencintainya? Ataukah, memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang selama ini telah menyakitinya?
Penasaran..? Cuss langsung baca ceritanya, di cerita baru Author Dendam Dibalik Cinta Mu by. Miutami Rindu🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miutami Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengutarakan Kebencian
Kaki Nadien terasa lemas, gadis itu luruh di lantai marmer yang dingin. Nadien kembali terisak, hanya ini yang Nadien bisa lakukan sekarang. Semuanya berubah, hidupnya yang di awal terasa begitu indah kini menjadi menyakitkan.
Kenapa Gavin begitu tega padanya? Bahkan pria itu terlihat begitu membencinya. Padahal, Nadien juga tidak tau jika Sheryl telah meninggal dunia. Nadien juga sedih, ia sangat terpukul, hatinya seolah remuk mendengar jika teman baiknya itu sudah meninggal.
Tapi, kenapa Gavin mengatakan jika apa yang terjadi pada Sheryl itu karna dirinya. Kenapa Gavin selalu mengatakan jika kematian Sheryl itu salahnya? Menyalahkan Nadien, padahal Nadien sendiri tidak mengetahui kematian sahabatnya itu.
Siapa Gavin sebenarnya, ada hubungan apa antara Gavin dan Sheryl? Kenapa Nadien merasa Gavin seolah tau banyak tentang Sheryl.
.
.
.
Malam harinya. Nadien sudah memasak untuk makan malam bersama suaminya, dengan senyum manis Nadien duduk di ruang tengah. Menunggu kepulangan seseorang, Nadien tak peduli sebenci apapun Gavin padanya. Nadien adalah istrinya dan ia akui, dirinya sangat mencintai dan menghargai Gavin.
Bagi Nadien, pernikahan itu bukanlah hal yang bisa ia buat main-main. Bagaimanapun, Nadien menginginkan pernikahan yang hanya terjadi sekali dalam seumur hidupnya.
Ini semua hanyalah salah paham, sebisa mungkin Nadien akan menjelaskan apapun yang ia tau tentang Sheryl pada Gavin. Nadien ingin bisa mempertahankan pernikahan nya, dan menyadarkan Gavin jika tuduhan terhadapnya itu salah.
Waktu berlalu tanpa terasa, jam sudah menunjuk ke angka 11 dan Nadien masih di posisinya. Nadien beranjak dari meja makan, gadis itu menuju ke ruang tengah menunggu Gavin di sana.
"Sudah malam begini, kenapa Gavin belum pulang?" Gumam nya harap-harap cemas.
"Semoga tidak terjadi sesuatu dengan nya," Nadien berniat menelpon Gavin, namun ia urung mengingat bagaimana tadi siang Gavin menolak panggilan telpon darinya.
Nadien menghela nafasnya panjang, kembali duduk di sofa dengan pandangan terus tertuju ke arah pintu. Hingga rasa kantuk mulai menjalar, matanya terasa berat. Nadien menyandarkan kepala nya di sandaran sofa, karna lelah perlahan matanya tertutup.
Nadien tertidur di sofa ruang tengah, beberapa menit kemudian mobil Gavin berhenti di halaman rumah nya. Pria itu turun melangkah masuk, Gavin mendorong pintu rumah nya yang tak terkunci. Rahang nya mengeras, Gavin masuk lalu menutup pintunya. Baru saja ia hendak berteriak, pandangan nya jatuh pada seorang wanita yang tengah tertidur di sofa, dengan posisi yang nampak tak nyaman.
"Ekhem !!"
Nadien mengerjap bangun, ia melihat Gavin berdiri di hadapan nya dengan sebelah tangan di masukkan ke saku celananya.
"Gavin. Kamu udah pulang?" Nadien beranjak bangun sedikit memperbaiki penampilan nya.
"Menurut kamu?" Ucapnya datar.
"Maaf, aku ketiduran. Tadi aku--"
"Kamu tuh gimana sih? Masa pintu rumah gak kamu kunci, sedang kamu enak-enakan tidur di sini. Ceroboh banget !" Menyela Nadien dengan ekspresi marah.
"Aku nungguin kamu pulang makanya aku gak kunci pintu kan kamu belum pulang," sahut Nadien.
"Bagus aku pulang, kalo enggak? Sampe pagi rumah ini gak kamu kunci ?! " Sentak Gavin lagi.
"Maaf.." Lirihnya menunduk.
Gavin mendengus kesal, kemudian melengos pergi. Sebenarnya bukan itu alasan yang sebenarnya, pasalnya di depan rumah nya ada banyak penjaga. Tidak mungkin juga rumah Gavin kemasukan maling.
Namun, rasanya ada yang kurang jika Gavin tidak memarahi dan memaki wanita yang berstatus istrinya itu. Selama ini Gavin selalu berpura-pura baik di depan Nadien, tapi kini ia bisa bebas mengutarakan kebencian nya langsung tanpa harus menutupi nya dengan sikap manis dan lembutnya.
"Gavin.." Panggil Nadien menghentikan langkah Gavin.
"Kamu udah makan belum? Aku udah masak buat kamu, kalo kamu mau.. Aku angetin dulu makanan nya yaa." Katanya perhatian.
"Gak perlu. Kamu gak liat ini udah jam berapa? Aku capek, mau istirahat." Jawabnya cepat, tanpa melihat ke arah Nadien.
Nadien tak bisa berkata-kata lagi, gadis itu hanya menatap punggung suaminya yang semakin menjauh. Lagi-lagi Nadien harus menelan kekecewaan, namun Nadien tak bisa berbuat apa-apa selain meremas ujung bajunya dengan wajah sendu.
Gavin lagi-lagi tak menghargai usahanya, padahal Nadien sudah masak banyak. Bahkan, Nadien sendiri belum makan karna menunggu Gavin untuk makan bersama suaminya. Tapi, nyatanya yang ia terima hanyalah penolakan yang sangat menyakitkan.
Keesokan harinya, Nadien bangun lebih pagi. Ia tidak mau membuat Gavin marah lagi, dengan wajah yang lebih segar dan rambut yang di cepol ke atas. Nadien membuat sarapan untuk Gavin, gadis itu begitu cekatan menyiapkan kebutuhan suaminya, bahkan Nadien melakukan semua pekerjaan rumah sendirian.
Merasa Gavin masih belum turun, Nadien mencoba naik untuk membangunkan suaminya. Gadis itu beberapa kali mengetuk pintu Gavin, namun tak ada sahutan dari dalam. Nadien mencoba membuka handle pintu kamar Gavin, dan ternyata tidak di kunci.
Nadien menyembulkan kepalanya ke dalam, "Gavinn.." Panggilnya hati-hati.
Nadien masuk ke kamar yang seharusnya menjadi kamarnya juga. Nadien tak melihat Gavin di atas tempat tidurnya, sepertinya Gavin sudah bangun. Pikir Nadien.
Melihat tempat tidur yang sedikit berantakan, Nadien berinisiatif membereskan nya. Selesai dengan kegiatan nya, Nadien menuju walk in closed. Di sana Nadien dapat mendengar suara gemericik air, itu artinya Gavin sedang mandi.
Nadien tersenyum, sebagai istri nalurinya mendorong Nadien untuk melakukan tugasnya. Nadien menuju lemari pakaian milik Gavin, nampak berjejer pakaian formal dan non formal di dalam nya, di antara nya kemeja dan jas yang berjejer begitu rapi. Nadien mengambil satu kemeja berwarna putih, di padukan dengan jas hitam polos beserta celana bahan yang senada dengan jas nya.
Entah kenapa Nadien penasaran dengan laci panjang di depan nya, Nadien membuka laci tersebut. Matanya membelalak, Nadien sampai melenan saliva nya susah payah melihat benda di depan matanya.
"Astaga! " Buru-buru Nadien menutup kembali laci tersebut, yang mana di laci tersebut tersimpan barang pribadi Gavin.
Nadien dengan cepat berbalik, terlihat semburat merah di kedua pipinya. Rasanya Nadien malu sendiri melihat benda tersebut.
"Astaga..! Seharusnya aku gak buka laci itu," Gerutunya mengingat benda penutup pusaka Gavin.
Nadien menggelengkan kepalanya dengan senyuman tipis. Padahal tak ada masalah jika Nadien melihat benda itu, toh Nadien inikan istri sah nya Gavin. Tapi rasanya masih terasa malu dan kurang nyaman saja, mengingat baru hitungan hari Nadien dan Gavin menikah.
Gemericik air di kamar mandi seketika berhenti, Nadien dengan cepat meletakkan stelan yang sudah ia siapkan untuk Gavin kenakan hari ini di sofa yang ada di sana. Lalu, bergegas pergi dari sana.
Gavin keluar dari kamar mandi, pria itu begitu tampan dengan rambut basahnya. Tubuhnya begitu kekar dengan otot di perutnya yang sudah seperti roti sobek itu. Namun, pada saat ia mengangkat wajahnya, kening nya berkerut saat melihat pakaian nya di atas sofa.
Gavin melangkah mendekat, matanya terangkat menyorot tajam. Ia tau perbuatan siapa ini, eksfresi nya menunjukan kemarahan dan ketidak sukaan.
"Mulai berani ternyata.." Gumamnya dengan rahang mengeras.
Gavin turun, menuju meja makan. Sedang di sana Nadien sudah duduk menunggu Gavin datang.
Brakk !
Gavin menepis kursi disamping Nadien kasar, membuat kursi itu terbalik di lantai. Nadien terperanjat, terkejut dengan apa yang Gavin lakukan secara tiba-tiba.
Nadien memegang dadanya, menatap kursi yang terbalik dilantai. Tanpa aba-aba Gavin langsung mencengkram tangan Nadien memaksa gadis itu berdiri. Nadien meringis kesakitan ketika Gavin memutar tangan nya kebelakang.
"Ahh.. Gavin, sakiitt ! Apa yang kamu lakukan?" Merintih menahan sakit di pergelangan tangan nya.
"Berani sekali kamu masuk ke dalam kamar ku! " Desis nya semakin menekan tangan Nadien kuat.
"Ssshh.. Akhh.. Tolong lepasin Gavin, ini sakit.." Pinta Nadien meringis kesakitan bahkan membuat gadis itu hampir menangis.
"Aku peringatkan untuk yang terakhir kalinya. Jangan pernah berani menginjakan kaki kotor mu di kamar ku lagi, MENGERTI ?! " Melepaskan tangan Nadien dengan sedikit mendorong nya .
Nadien menganggukkan kepalanya, memegangi tangan nya yang terasa nyeri. "Ba-baik. Maafkan aku.." Kata Nadien air matanya mengalir cepat.
Gavin melenggang lalu duduk di kursi yang bersebrangan dengan Nadien. Pria itu dengan acuhnya tak mempedulikan Nadien dengan santai nya ia bersikap seolah tak terjadi sesuatu di ruangan itu.
"Dengar! Jangan pernah melakukan hal yang tidak aku inginkan, tanpa izin ku kamu tidak boleh menyentuh barang-barang pribadi ku." Ucap nya penuh penekanan, sorot matanya begitu mengerikan sampai Nadien pun tak sanggup menatap tatapan mata Gavin saat ini.
Sakit, tentu sangat sakit di perlakukan seperti ini oleh orang yang paling dicintai nya. Nadien menangis tertahan, gadis itu menatap Gavin yang acuh tak mempedulikan Nadien yang nampak kesakitan. Bukan hanya tangan nya saja, tapi Gavin juga begitu melukai hatinya.
Nadien berusaha tegar, menegakkan tubuhnya. Menghiraukan hatinya yang hancur lebur, bahkan rasa nyeri di tangan nya pun tak ia rasakan.
Hatinya kembali berdenyut nyeri begitu menyadari jika Gavin tak mengenakan pakaian yang sudah Nadien pilih. Sebenarnya, apa yang Nadien harapkan. Bodohnya dirinya, mengharapkan sesuatu yang tidak akan mungkin bisa terjadi.
Seharusnya Nadien tak melakukan semua itu, kalau saja Nadien tidak pergi ke kamar Gavin pasti pagi ini Gavin tidak akan memarahi nya seperti ini. Nadien tidak tau jika Gavin juga akan menyakiti nya dengan tega, Nadien sudah seperti penjahat yang tertangkap melakukan kejahatan.
Gavin menyantap sarapan nya tanpa menghiraukan keberadaan Nadien. Jujur, tak bisa Gavin pungkiri kalau ia menyukai makanan yang Nadien buat. Masakan Nadien sangat enak dan cocok di lidah nya, itulah kenapa Gavin begitu menikmati sarapan nya. Hanya saja Gavin tidak menyukai orang yang sudah membuat semua makanan ini.
Nadien duduk di depan Gavin, berusaha terlihat baik-baik saja mengenyampingkan rasa sakit yang menggerogoti hatinya, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Emm, Gavin.."
Gavin melirik Nadien sinis, Nadien merasa tercekat oleh air liurnya sendiri. Namun, Nadien memberanikan dirinya menatap Gavin, walau sebenarnya ia takut.
"A-aku ingin tanya sesuatu, boleh?" Lanjut Nadien ragu-ragu, melihat tatapan mata Gavin yang tak ada ramah-ramahnya sama sekali membuat Nadien ciut.
"Kamu tidak bisa melihat sedang apa aku sekarang?!" Sahut nya dingin.
Nadien terhenyak menelan saliva nya dengan susah payah, "Baiklah kita bicara nanti saja. " Imbuh gadis itu tersenyum tipis.
Nadien membiarkan Gavin menghabiskan sarapan nya lebih dulu. Jangan sampai ia membuat Gavin marah lagi, takut jika pria itu akan melempar makanan nya karna marah. Tanpa ada pembicaraan lagi keduanya sama-sama fokus dengan makanan nya masing-masing.
...****************...
Next..
Jangan lupa tinggalkan jejak nya ya..
Terimakasih🤗