Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.
Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.
Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.
Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencoba mengakhiri
"Ibu apa-apaan sih!" bentakku sambil membantu anak itu bangun dari tanah. Tubuhnya kurus ringkih, bau dan sangat-sangat tidak terawat. Bisa dilihat dari rambutnya yang sedikit gimbal akibat tidak dicuci entah berapa lama.
"Lo siapa? Datang-datang pake acara bentak gue!"
"Gak usah tau siapa saya. Ibu kok jahat banget anaknya dipukulin gini? Ini anak ibu loh."
"Lah emang anak gue. Lo sendiri siapa berani ikut campur urusan gue. Pergi sana!"
"Gak! Saya gak akan pergi, saya akan laporin ibu ke polis."
"Apa sih ribut-ribut!?"
Tiba-tiba seorang pria keluar dari rumah yang lebih terlihat seperti gubuk. Tinggi, tidak memakai baju bagian atas. Tatonya banyak di mana-mana.
"Siapa Lo?" tanyanya padaku. Melihat sosok pria itu, aku sedikit merasa takut. kalau sampai aku digampar, aku yakin pasti aku akan pingsan seketika, pikirku.
"Bapak ini anaknya bukan? Kok bapak tega sih biarin anaknya disiksa begini? Kasian adeknya, Pak."
"Hak Lo apa ngomong gitu sama gue? Mau gue hajar, kau gue matiin sekalipun itu terserah gue. Lo ngapain ikut campur?"
"Matiin? Pak, bapak loh yang bikin anak ini sama ibu. Kenapa udah lahir malah disiksa, gak usah punya anak pak kalau gak mau tanggung jawab."
"Anjir nih anak. Kurang ajar banget mulut Lo. Mau gue bogem Lo?" ujarnya sambil berjalan mendekat.
"Sedikit saja Lo sentuh dia. Gue pastiin Lo gak akan melihat dunia lagi."
Aku menoleh ke sumber suara. Alan sudah berdiri di sana bersama V, Chandra dan Yoon.
"Siapa lagi nih orang? kacung Lo?" tanyanya padaku. "Maju sini satu-satu kalau berani."
Pria itu mendekat ke arah Alan dan teman-temannya sambil berkacak pinggang.
"Gak perlu satu-satu, hadepin aja gue dulu." Chandra maju ke depan.
"Udah bang, udah." Wanita yang menyiksa anak itu menarik tangan suaminya agar mundur. Tanpa menolak, pria itu pun melangkahkan kaki nya ke belakang. mungkin dia pun merasa takut. Omong kosong hanya untuk menggertak.
"Sini Lo!" wanita itu menarik tangan anaknya. Merasa tidak tega dan takut anak itu kembali dimarahi, aku menarik tangan anak itu.
"Jangan!" ucapku.
"Ara." Alan menarik tubuhku, melepaskan genggaman tanganku dari anak tersebut.
"Tapi, Kak."
"Bagaimanapun juga mereka orang tuanya."
"Orang tua? orang tua macam apa yang menyakiti anaknya begitu kejam? bahkan Ara yang bukan anak kandung mama dan papa saja tidak pernah diperlakukan seperti itu."
Alan memelukku dengan erat dan hangat. Air mataku tumpah dalam dekapannya.
"Ayo kita pulang."
Aku mengangguk saat Isak tangisanku mulai mereda.
"Pak, Ara pulang sama saya. bapak pulang saja duluan."
"Baik, den."
Aku ikut mobil Alan dan teman-temannya. Ternyata mereka tidak sengaja lewat karena hendak pergi makan di sebuah restoran.
"Mau pesen apa, Ara kecil?" tanya V.
"Nggak, Kak. Ara udah makan tadi sama pak Rudi."
Yoon mengusap sisa air mataku di pipi.
"Berani banget sih kamu, Ra. Kalau kita gak lewat, kamu bisa pingsan dipukul pria tadi."
"Ara hanya kasian liat anak tadi, kak Yoon. Tega banget wanita itu mukul anaknya. Memangnya ada ya ibu sejahat itu?" tanyaku kembali terisak.
"Yah, nangis lagi nih bocah," ujar Chandra.
"Banyak, Ra. Yang lebih kejam juga ada. mereka menganggap anak mereka adalah beban, ada juga yang menjadikan anak sebagai sumber pencaharian. Ya, disuruh ngamen lah, ngemis lah, bahkan ada loh bayi yang disewakan ke orang lain buat dibawa ngemis?"
"Disewakan?"
Chandra mengangguk. "Inilah sisi gelap dunia yang seharian kecilnya saja. Makanya kita harus banyak bersyukur berada di keluarga yang baik."
"Kenapa sih mereka kejam begitu? Enak bikinnya aja tapi gak mau ngurusnya."
"Ssttttttt." Yoon menutup mulutku. "Masih kecil, tau apa sih."
Makanan pun datang. mereka mulai makan seken aku masih memikirkan kondisi anak tadi. Jujur aku sangat cemas sesuatu terjadi padanya.
"Aaaa."
Reflek mulutku terbuka saat Alan menyodorkan potongan daging ke arah mulutku.
Satu kali, dua kali, hingga pada akhirnya aku menghabiskan satu porsi steak.
Jika aku dengan mudahnya memakan steak Wagyu yang mahal. Di luar sana ada anak yang berjuang demi menghidupi orang tuanya yang tidak bertanggung jawab, yang pemalas dan tidak punya belas kasih.
Benar kata pak Rudi, aku hanya perlu bersukur atas apa yang aku miliki saat ini. Lupakan perasaan cinta pada Alan, toh meski putus aku tetap akan memilikinya sebagai seorang kakak.
Jika demikian, hanya akan ada dua hati yang terluka. Jika aku bertahan dengan hubungan terlarang ini, makan banyak hati yang akan hancur.
Tetap saja misiku hanya satu, jangan sampai Angela yang memiliki kak Alan. Aku gak rela!
"Lama-lama abis juga," ujar Alan. Mereka tertawa.
"Laper ya, Nyil, habis debat sama emak-emak tadi? Hahaha."
"Katanya udah makan, rakus ternyata ya adik Lo, Lan?" tanya V.
"Udah, nanti mewek lagi. Berisik tau gak sih."
"Kak Chandra Ara doain punya anak kembar lima biar nanti nangisnya barengan kayak paduan suara."
"Ogah, aku gak mau punya anak."
"Ih, kenapa? Nanti kalau udah tua gak ada yang nemenin loh."
"Memangnya siapa dan di mana ada orang tua yang ditemani anaknya? Gak ada. Kita tua nanti yang nemenin itu cuma pasangan, anak sih punya kehidupan masing-masing."
"Ya udah Ara doakan istri lima biar bisa ramean nemenin kakak."
"Hahaha lima gak tuh? Kuat kagak Lo, Chan?" V terkekeh.
"Satu aja gua gak yakin Lo bisa."
"Sialan!" Chandra melempar Yoon dengan gulungan tisu.
"Mau ke mana habis ini?" tanya Alan sambil mengelap mulutku.
"Pulang aja ah. Ara kangen sama mama dan papa."
"Ya udah, kita naik taksi online aja. soalnya tadi kita ke sini naik mobil Chandra."
"Lo aja yang bawa mobil gue. Biar kita dijemput sopir V aja."
"Iya, kasian si kecil Ara kalau naik taksi."
"Kecil, kecil, kak V juga kecil tau."
"Ih, dibandingin kamu ya aku lebih tinggi lah."
"Gak adil kalau ngabanding nya sama Ara. Bandingin tuh sama kak Chandra."
V menjulurkan lidah sambil menarik bagian bawah matanya yang sebelah kanan. "Wleeeee!"
"Gue balik duluan, Ya. Ara besok harus sekolah."
"Ih, kakak. Besok Ara libur kali."
Tanpa basa-basi lagi, aku dan Alan pun pergi menuju parkiran. Lalu kami pergi meninggalkan restoran dan teman-teman Alan.
"Kamu ngapain sih pergi sama pak Rudi malem-malem?"
"Gak kenapa-kenapa. Lagi pula udah ijin sama papa kok."
"Iya, pak Rudi kan orang kepercayaannya papa. Pasti di ijinin lah. Besok, jangan hanya ijin sama papa ya, sayang. Ijin juga sama aku."
"Kak."
"Apa, Sayang?"
"Mari kita akhiri hubungan kita."
Alan langsung menepikan kendaraannya. Kami berdua terdiam di bawah lampu penerang jalan.
💜💜💜
Hallo semuanya, para readers setia Ara dan Alan. Terimakasih ya untuk like nya, itu benar-benar booster banget buat mamah othor. pokonya mamah othor doakan selalu agar kalian sehat, panjang umur dan murah rezeki. aamiin 😘🤲
Yuk follow akun mamah othor juga. Alan ada novel baru yang sebentar lagi lounching lohhhh ....
Terimakasih 💜