Akay, pemuda yang kadang bermulut pedas, terjebak dalam pernikahan dengan Aylin, gadis badung yang keras kepala, setelah menabrak neneknya. Itu adalah permintaan terakhir sang nenek—dan mereka harus menandatangani perjanjian gila. Jika Akay menceraikan Aylin, ia harus membayar denda seratus miliar. Tapi jika Aylin yang meminta cerai, seluruh harta warisan neneknya akan jatuh ke tangan Akay!
Trauma dengan pengkhianatan ayahnya, Aylin menolak mengakui Akay sebagai suaminya. Setelah neneknya tiada, ia kabur. Tapi takdir mempertemukan mereka kembali di kota. Aylin menawarkan kesepakatan: hidup masing-masing meski tetap menikah.
Tapi apakah Akay akan setuju begitu saja? Atau justru ia punya cara lain untuk mengendalikan istri bandelnya yang suka tawuran dan balapan liar ini?
Apa yang akan terjadi saat perasaan yang dulu tak dianggap mulai tumbuh? Apakah pernikahan mereka hanya sekadar perjanjian, atau akan berubah menjadi sesuatu yang tak pernah mereka duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Tumirah Caper
Akay duduk di meja makan dengan santai, menatap hidangan yang telah tersaji di depannya. Mbok Inem dengan cekatan menuangkan sup ke dalam mangkuknya. "Silakan makan, Tuan Akay," ucapnya sopan.
Belum sempat Akay mengangkat sendok, Tumirah sudah melangkah maju, tersenyum manis dengan ekspresi penuh niat. "Tuan Akay, biar saya yang mengambilkan nasinya, ya?" Tanpa menunggu jawaban, ia buru-buru mengambil centong dan menyendokkan nasi ke piring Akay dengan gerakan yang dibuat lembut dan anggun.
Akay hanya melirik sekilas, matanya datar. Ia tak terlalu peduli dengan tingkah wanita ini. "Nggak usah repot-repot," katanya, nadanya dingin.
Namun, bukannya mundur, Tumirah malah semakin berusaha menarik perhatiannya. Ia pura-pura merapikan lauk di meja, sesekali mencuri pandang ke arah Akay sambil menggigit bibir bawahnya pelan. "Tuan suka makanan yang pedas, nggak?" tanyanya dengan nada menggoda.
Mbok Inem, yang sedari tadi mengamati, menghela napas panjang. "Tum, kalau nggak ada kerjaan lain, tolong ambilin sambal di dapur," katanya ketus, berusaha menjauhkan wanita itu dari meja makan.
Tumirah cemberut, tapi dengan enggan, ia berbalik menuju dapur.
Begitu dia pergi, Akay mendongak, menatap Mbok Inem dengan alis sedikit terangkat. "Dia selalu begitu?"
Mbok Inem mendengus. "Jangan terlalu dipikirin, Tuan. Tumirah itu kalau lihat pria tampan dan tajir, matanya langsung hijau."
Akay menghela napas pendek, lalu mengambil sendoknya. "Kalau gitu, aku nggak heran." Ia mulai makan tanpa memedulikan kehebohan yang mungkin akan terjadi lagi saat Tumirah kembali.
Tak butuh waktu lama, Tumirah kembali dari dapur dengan sebuah mangkuk kecil berisi sambal di tangannya. Tapi alih-alih berjalan biasa, ia melangkah dengan gemulai, berusaha terlihat anggun. Tatapannya langsung tertuju pada Akay yang sedang makan dengan tenang.
"Ini sambalnya, Tuan Akay~" katanya dengan nada dibuat lembut, meletakkan mangkuk sambal di dekat piring Akay dengan gerakan dramatis.
Namun, karena terlalu fokus pada Akay, ia tak sadar lengannya menyenggol gelas air di meja.
Tak!
Air di dalam gelas tumpah dan nyaris mengenai tangan Akay. Pria itu refleks menarik tangannya, sementara Mbok Inem langsung berseru, "Astaga, Tum! Bisa nggak sih, nggak bikin onar?"
Tumirah terkesiap, buru-buru mengambil tisu dan dengan panik mencoba mengelap meja. "Aduh, maaf, Tuan Akay! Saya nggak sengaja, sumpah!" Ia bahkan mencoba meraih tangan Akay untuk memastikan apakah pria itu terkena tumpahan air atau tidak.
Akay dengan cepat menarik tangannya sebelum disentuh. Ekspresinya tetap datar, tetapi matanya menyipit menatap Tumirah yang terlalu antusias. "Lain kali hati-hati," ucapnya pendek, sebelum kembali fokus pada makanannya, seolah insiden itu tak ada.
Mbok Inem mendengus, lalu menepuk lengan Tumirah dengan sendok kayunya. "Udah sana duduk yang benar, jangan bikin rusuh di meja makan!"
Tumirah cemberut, tetapi tetap menarik kursi di sudut ruangan dan duduk. Namun, ia masih berusaha mencuri pandang ke arah Akay, berharap bisa mencairkan suasana.
Sayangnya, Akay tetap tak tertarik. Satu-satunya yang terlihat menikmati kekacauan ini adalah Mbok Inem, yang dalam hati hanya bisa mengelus dada menghadapi janda centil satu ini.
Setelah meja makan dibereskan, Akay memilih duduk di ruang tengah. Secangkir teh hangat yang disiapkan Mbok Inem mengepul di atas meja. Ia menghela napas, menikmati keheningan sejenak sebelum akhirnya bertanya, “Mbok, apa saja kebiasaan Aylin? Makanan kesukaannya apa?”
Mbok Inem menatap Akay dengan sedikit kaget, lalu tersenyum kecil. Namun, sebelum Mbok Inem sempat menjawab, suara langkah cepat terdengar. Tumirah langsung muncul dari dapur, membawa sepiring kecil kue yang entah sejak kapan ia ambil.
“Wah, Tuan Akay kepo tentang Non Aylin? Aduh, so sweet banget, sih!” ujar Tumirah sambil mendekat, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Tuan Akay ini tipe suami perhatian yang diem-diem posesif, ya?”
Akay hanya menatapnya datar. “Aku bertanya pada Mbok Inem.”
Tumirah pura-pura tidak paham dan justru mendekat, meletakkan kue di meja, lalu duduk tanpa diundang. “Tapi saya juga tahu, lho! Non Aylin suka makanan pedas, tapi nggak kuat pedas. Terus, kalau lagi bad mood, dia biasanya ngemil coklat.”
Mbok Inem menepuk dahinya, sudah lelah dengan kelakuan Tumirah. “Tum, kamu itu kenapa, sih? Dari tadi ikut campur urusan orang melulu!”
Tumirah terkikik, tapi masih bertahan di tempatnya. “Lah, Mbok, aku 'kan cuma bantu kasih info buat Tuan Akay! Masa dilarang?”
Akay mendengus pelan, lalu menatap Mbok Inem, mengabaikan Tumirah sepenuhnya. “Selain itu, ada lagi?”
Mbok Inem berpikir sejenak, lalu menjawab, “Non Aylin juga suka minum teh melati sebelum tidur, Tuan. Katanya biar lebih rileks.”
Tumirah langsung menyahut lagi, “Wah, berarti nanti Tuan Akay bisa bikinin teh melati buat Non Aylin sebelum tidur, dong! Romantis banget!”
Mbok Inem langsung menepuk paha Tumirah dengan sendok kayu yang entah sejak kapan masih dipegangnya. “Tum, kamu pulang aja sana! Aku nggak tahan lihat kelakuanmu.”
“Duh, Mbok, sakit!” Tumirah cemberut, mengusap pahanya, tapi tetap bertahan.
Akay menghela napas panjang, akhirnya memilih berdiri. “Terima kasih, Mbok. Aku mau istirahat.”
Saat ia berjalan ke arah kamarnya, Tumirah masih berbisik dengan penuh rasa ingin tahu, “Tuan Akay tidur sekamar sama Non Aylin, nggak, ya? Kalau enggak, aku ikhlas kok, nemenin tidur.”
Mbok Inem langsung melotot dan berseru, “Tumirah! Jangan kurang ajar!”
Akay memilih tak menoleh, tetapi dalam hati, ia benar-benar lelah menghadapi janda satu ini.
Malam semakin larut. Akay memilih masuk ke dalam kamar Aylin. Ruangan itu tertata rapi, seolah tak tersentuh sejak kepergian pemiliknya. Matanya menyapu sekeliling kamar, melihat rak buku kecil berisi novel-novel favorit Aylin, meja belajar yang tersusun rapi, dan foto-foto yang tertata di dinding.
Di sisi lain, begitu Akay menghilang di balik pintu kamar Aylin, Tumirah masih duduk di ruang tengah, tangannya menopang dagu dengan wajah penasaran. Bibirnya manyun, tapi matanya berkilat penuh rasa ingin tahu.
"Hmm… kalau mereka memang sudah nikah, kenapa cuma ada Tuan Akay, tapi Non Aylin nggak kelihatan? Bahkan, sudah lebih dari tiga bulan Non Aylin nggak pulang ke rumah ini," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Mbok Inem yang masih membereskan meja langsung menatapnya tajam. “Tum, mulutmu itu bisa nggak sih, ditahan?”
Tumirah malah terkikik. “Lho, Mbok, aku cuma penasaran. Soalnya dari dulu Non Aylin nggak pernah ada kabar soal suami. Pacar aja enggak. Tau-tau ada pria ganteng tinggal di rumah ini. Masa aku nggak boleh kepo?”
Mbok Inem mendesah panjang. “Kepo boleh, tapi nggak usah kayak detektif kampung. Lagian, buat apa juga kamu mikirin mereka?”
Tumirah memutar bola matanya. “Lah, buat hiburan, Mbok! Hidup di desa ini tuh sepi, mana calon suami nggak ada. Kalau ada pria tajir mampir, masa aku diem aja?”
“Tum!” Mbok Inem langsung menepuk paha Tumirah dengan kain lap. “Otakmu itu jangan cuma mikir laki-laki mulu!”
Tumirah cemberut, mengusap pahanya. “Ish, Mbok, sakit! Kenapa sih, galak banget? Aku 'kan cuma bercanda.”
“Bercanda, bercanda… Lama-lama bukan bercanda lagi, tapi cari masalah!” Mbok Inem melotot tajam. “Mending tidur, Tum. Udah malam.”
Tapi bukannya menurut, Tumirah justru melirik ke arah kamar Aylin dengan penuh rasa ingin tahu. “Eh, Mbok… Gimana kalau aku intip dikit? Pengen tahu, Tuan Akay udah tidur apa belum. Siapa tahu butuh sesuatu… atau pengen dibikinin sesuatu.”
Belum sempat ia bergerak, Mbok Inem sudah lebih dulu menjewer telinganya.
“Aduuuh! Mbok!”
“Kamu ini bener-bener ya, Tumirah!
"Tidur! Sekarang juga!” Mbok Inem mendorong janda itu ke arah pintu kamarnya.
Tumirah akhirnya pasrah, mengusap telinganya yang merah sambil merajuk. “Ih, Mbok ini, nggak seru banget!”
“Seru-seru apaan! Sana pergi, sebelum aku siram pakai air cucian!”
Tumirah akhirnya melangkah menuju kamarnya, tapi tak lupa menoleh sekali lagi ke arah kamar Aylin, matanya masih berbinar penuh rasa penasaran. “Kalau Non Aylin nggak mau pulang nemenin suaminya tidur, aku bersedia nemenin.”
“Tumirah!!!”
Mbok Inem hampir melemparkan kain lap di tangannya, tapi Tumirah langsung kabur sambil cekikikan.
Di dalam kamar Aylin, setelah mengamati setiap sudut ruangan istrinya, Akay akhirnya menghela napas lelah. Tanpa berpikir panjang, ia duduk di tepi ranjang, merasakan empuknya kasur di bawah tubuhnya.
Ia menyalakan lampu tidur, tapi ternyata mati. Dengan sedikit kesal, ia akhirnya mematikan lampu utama, membiarkan kegelapan menyelimuti kamar. Tak butuh waktu lama, tubuhnya terbenam dalam kehangatan kasur, napasnya melambat, dan ia pun tertidur.
Malam semakin dalam…
Pintu kamar tiba-tiba terbuka.
Suara gesekan kayu yang halus di tengah keheningan malam seakan mengiris kesunyian. Sesosok wanita melangkah masuk dengan perlahan, bayangannya samar tertelan gelap. Setelah menutup kembali pintu, ia berjalan mendekati ranjang tanpa suara, kemudian merebahkan tubuhnya di sana.
Akay tertidur lelap tidak menyadari kehadiran seseorang di sampingnya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
ada ketidak sukaan yang Akay rasakan..secara terang²an si Jordi suka sm Aylin