Satu lagi karya dari Miu Sensei 🌻
It's just a Sweet Romance Novel. Dipadu dengan fantasi dan nuansa magis.
Kaya, Pria tampan bernama lengkap Pandita Wakaya dari dunia magis dikutuk menjadi seekor Kucing menyeramkan guna mencari Gadis yang memiliki kekuatan Istimewa untuk dijadikan tumbal demi menyelamatkan kekasihnya.
Gadis itu, Alice Celestia Dalian. Panggil dia, Dalian. Kekuatan misterius apa yang dimiliki gadis berambut hitam panjang dengan wajah super jutek ini?
Yuk, ikutin kisah pertengkaran mereka berdua 🤗
🌻🌻🌻
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
"Panggil aku, Kaya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis itu Punya Sisi yang Memikat
Beberapa hari kemudian.
Matahari sore perlahan tenggelam, memancarkan semburat jingga di langit yang cerah. Dalian berdiri di tengah lapangan basket, mengenakan kaus olahraga dan celana pendek. Suara bola memantul dan langkah kaki pemain terdengar di sekitarnya. Chelsey duduk di tepi lapangan, sibuk dengan minuman dinginnya.
Sementara Karel, seperti biasa, mengekor tak jauh di belakang Dalian dengan ekspresi penasaran.
“Ayo, Dalian! Tunjukin skill lo!” teriak Chelsey sambil melambai-lambaikan tangan.
Dalian hanya melirik Chelsey sambil mendesah, tapi sebelum sempat membalas, sebuah suara familiar menghentikan langkahnya. “Wah, nggak nyangka bisa ketemu lo di sini, Dalian.”
Dalian menoleh, manik mata ungunya langsung membelalak kecil. Di depannya berdiri seorang cowok tinggi, dengan rambut cokelat gelap yang sedikit berantakan, namun terlihat sengaja dibuat seperti itu.
Dia mengenakan jaket olahraga yang menunjukkan logo tim basket sekolah mereka. Dia adalah Rio Okrio, salah satu teman seangkatannya yang kini menjadi pelatih tim basket.
“Rio…” gumam Dalian, setengah tidak percaya.
Rio tersenyum santai, menyelipkan kedua tangannya ke saku jaket. “Masih inget gue, kan?”
"Tauk."
Tentu saja Dalian ingat. Terlalu baik, bahkan. Dulu, dia pernah menyukai Rio. Caranya berbicara yang friendly, kepercayaan dirinya, dan senyumnya yang memesona membuatnya terpikat.
Tapi perasaan itu tidak berlangsung lama setelah dia tahu betapa playboy-nya Rio. Mungkin karena dia pemain pro basket, cowok itu banyak memiliki Fans. Dalian memahami itu.
Tapi, Dalian merasa dipermainkan ketika dia mendengar bahwa Rio mendekati banyak perempuan di waktu yang sama, termasuk dirinya. Perasaan itu kini berubah menjadi rasa jengah.
Rio terkekeh kecil, merasa senang. “Gue dengar lo bakal bantu tim basket. Bagus, tuh. Siapa tahu, kita bisa bareng lagi kayak dulu.”
“bareng?” Dalian menaikkan satu alis, jelas-jelas tidak terkesan. “Waktu itu gue cuma korban candaan lo.”
Kata-kata Dalian membuat Rio terdiam sejenak, tapi dia kembali tersenyum penuh percaya diri. “Ah, gue waktu itu emang masih bocah. Tapi sekarang gue beda, Dalian.”
“Oh ya?” Dalian melipat tangan lebih erat, matanya menyipit. “Gue nggak lihat bedanya.”
Rio tertawa kecil, mendekat selangkah ke arah Dalian. Hampir-hampir merangkul leher gadis itu, tapi Dalian buru-buru mundur selangkah. Menciptakan jarak.
“Dalian, lo nggak berubah. Masih cantik kayak dulu.” Rio tersenyum manis.
Kalimat itu membuat Dalian meringis dalam hati. Dulu, mungkin dia akan tersipu dan merasa melayang, tapi sekarang hanya ada rasa geli bercampur ilfil.
“Gue di sini bukan buat ngobrolin masa lalu, Rio. Gue cuma bantu anak-anak yang butuh motivasi,” katanya dengan nada tegas. “Kalau lo nggak ada urusan, lebih baik jangan ganggu.”
Rio tampak sedikit terkejut dengan respons dingin Dalian, tapi sebelum dia bisa membalas, Karel melangkah maju, berdiri di antara mereka. Ekspresinya serius, tidak seperti biasanya. “Dia bilang jangan ganggu, lo dengar, kan?”
Mata Rio menatap Karel, seolah baru menyadari keberadaannya. “Dan lo siapa?”
“Karel. Temannya Dalian,” jawab Karel singkat, nadanya santai tapi tajam.
Dalian melirik Karel, sedikit terkejut melihat sikapnya yang tiba-tiba melindungi. Tapi sebelum Dalian sempat berkata apa-apa, Rio hanya tersenyum kecil menoleh ke Dalian lagi, kali ini dengan nada suara yang lebih serius. “Kalau lo berubah pikiran, gue siap jadi pacar lo Dalian.”
Chelsey, yang sejak tadi diam memperhatikan, akhirnya bersuara. “Wah, mantan gebetan lo itu emang masih sama aja, ya. Sombong dan sok keren.”
“Makanya gue ilfil,” gumam Dalian, lalu menatap Karel. "Karel, ngapain sih elo ikutan nimbrung? Ini bukan urusan lo.”
Karel mengangkat bahu, senyum iseng kembali menghiasi wajahnya. “Gue cuma nggak suka cara dia ngeliat lo. Lagian, dia bikin suasana jadi nggak asik.”
Dalian mendengus kecil sambil berjalan menepi menuju tempat Chelsey berada. Chelsey pun memberinya minum.
Dalian berdiri di tepi lapangan, dengan tenang mengikat rambut hitam panjangnya menjadi kuncir kuda. Gerakan tangannya lincah, dan rambut yang biasanya tergerai indah kini tertata rapi, memperlihatkan leher belakangnya yang jenjang dan kulitnya yang halus.
Cahaya sore yang keemasan tampak memantul lembut di rambutnya, membuat penampilannya semakin memikat.
Karel, yang sejak tadi berdiri tak jauh, mendadak terdiam. Matanya tertuju pada leher Dalian, dan entah kenapa, jantungnya berdebar lebih cepat. "Kenapa tiba-tiba gue ngerasa nggak biasa?" pikirnya, melirik ke tempat para cowok berada.
Rio dan teman-temannya mulai berbisik, "Emang ya Dalian itu cewek yang sangat memikat. Gue bener-bener ingin ngajak dia balikan."
Karel yang mendengar itu melangkah mendekat, ekspresinya berubah serius. “Dalian, lepas itu,” ujarnya dengan nada tegas.
Dalian menoleh dengan bingung. “Apa? Lepas apa?”
“Itu.” Karel menunjuk kuncir rambutnya. “Jangan diikat. Lepasin aja.”
Dalian tertawa kecil, mengira Karel bercanda. “Ha? Gue mau main basket serius ini. Kenapa sih?”
“Pokoknya lepasin,” kata Karel, kali ini sambil menjulurkan tangan untuk menarik karet rambut yang mengikat rambut Dalian.
“Eh, Karel! Jangan seenaknya dong!” protes Dalian, mencoba menjauhkan kepala dari tangan Karel, tapi dia kalah cepat.
Karel berhasil melepaskan ikatan rambutnya, membuat rambut hitam panjang itu kembali tergerai indah. "Nah, gitu lebih bagus. Nggak usah diikat-ikat segala.”
Dalian mendengus kesal, memutar bola matanya. “Lo ini kenapa sih, ngatur-ngatur gue?”
Karel mengangkat bahu, berusaha terlihat santai, "Gue cuma nggak suka lo nguncir rambut. Apalagi kalau bikin orang lain ngeliat... ya, gitu.”
“Gitu gimana?” Dalian menyipitkan mata, mendekat ke Karel. “Lo bilang gue nggak boleh nguncir rambut karena alasan nggak jelas? Aneh banget, tau nggak.”
Karel menelan ludah, mencoba mencari alasan yang masuk akal. “Ya... pokoknya nggak usah. Kalau rambut lo diikat, leher lo kelihatan, dan..." Dia melirik sekilas ke arah Rio dan teman-temannya. "Dan itu bisa bikin orang salah paham.”
Teman Rio, Mondi berbisik, "Elo mau kalah cuman sama cowok culun itu bos? Jangan diem aja, maju!" dia mendorong punggung Rio.
Dalian menatap Karel dengan ekspresi tak percaya. “Lo ini kenapa sih? Overprotective banget. Gue nggak ngerti deh jalan pikiran lo.”
“Gue cuma nggak mau ada orang lain yang... gimana ya... lihat lo dengan cara yang nggak benar,” gumam Karel, wajahnya semakin merah.
“Cara yang nggak bener? Elonya aja yang nggak bener, Karel,” kata Dalian sambil mengambil karet rambutnya kembali dari tangan Karel. “Dan gue bakal nguncir rambut gue lagi. Deal with it.”
“Coba aja kalau lo bisa!” Karel berseru, berniat berlari menjauh supaya Dalian mengejarnya. Niatnya benar-benar menjauhkan Dalian dari Rio yang sedang berjalan mendekat.
Pertengkaran kecil itu berlangsung cukup lama, kejar-kejaran sampai dilihat anak-anak.
Rio, akhirnya tak tahan dan berseru, "Woi! Kalian ini kayak bocil! Jangan caper cuma ingin dilihat anak-anak!"
Dalian masih terus mengejar dan Karel masih saja terus berlari mutar-mutar. “Lo menang kali ini! Tapi gue nggak akan lupa. Lo bakal gue balas. Karel, berhenti!!"
Karel hanya menyeringai, tapi dalam hatinya dia merasa lega. "Elonya aja yang nggak bener," Karel tersenyum mengingat perkataan Dalian yang begitu berani.
Kita pulang ke dunia manusia dulu ya. Biar Dalian tenang 😌
🐱✨💨
🌸🧚♀️🌙💫
😳💥😂😤
😠🌪️🚶♀️🌼
🍎🌳🌌🤯
🌀❓🌬️
😶🌫️🌠🕯️
👭🫂💬💔
🛡️🎭🌈
⏳🪄🔮