NovelToon NovelToon
Alice Celestia Dalian

Alice Celestia Dalian

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Beda Usia / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Identitas Tersembunyi / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.

Jalanan licin membuat mobil tergelincir.

"Kyaaa!!!"

Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.

"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.

Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.

"Selamat datang, gadis berambut hitam."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gadis itu Punya Sisi yang Memikat

Beberapa hari kemudian.

Matahari sore perlahan tenggelam, memancarkan semburat jingga di langit yang cerah. Dalian berdiri di tengah lapangan basket, mengenakan kaus olahraga dan celana pendek. Suara bola memantul dan langkah kaki pemain terdengar di sekitarnya. Chelsey duduk di tepi lapangan, sibuk dengan minuman dinginnya.

Sementara Karel, seperti biasa, mengekor tak jauh di belakang Dalian dengan ekspresi penasaran.

“Ayo, Dalian! Tunjukin skill lo!” teriak Chelsey sambil melambai-lambaikan tangan.

Dalian hanya melirik Chelsey sambil mendesah, tapi sebelum sempat membalas, sebuah suara familiar menghentikan langkahnya. “Wah, nggak nyangka bisa ketemu lo di sini, Dalian.”

Dalian menoleh, manik mata ungunya langsung membelalak kecil. Di depannya berdiri seorang cowok tinggi, dengan rambut cokelat gelap yang sedikit berantakan, namun terlihat sengaja dibuat seperti itu.

Dia mengenakan jaket olahraga yang menunjukkan logo tim basket sekolah mereka. Dia adalah Rio, salah satu teman seangkatannya yang kini menjadi pelatih tim basket.

“Rio…” gumam Dalian, setengah tidak percaya.

Rio tersenyum santai, menyelipkan kedua tangannya ke saku jaket. “Masih inget gue, kan?”

Tentu saja Dalian ingat. Terlalu baik, bahkan. Dulu, dia pernah menyukai Rio. Caranya berbicara yang lembut, kepercayaan dirinya, dan senyumnya yang memesona membuatnya terpikat.

Tapi perasaan itu tidak berlangsung lama setelah dia tahu betapa playboy-nya Rio. Dalian merasa dipermainkan ketika dia mendengar bahwa Rio mendekati banyak perempuan di waktu yang sama, termasuk dirinya. Perasaan itu kini berubah menjadi rasa jengah.

“Ya, gimana mungkin gue lupa,” jawab Dalian datar, menyilangkan tangan di depan dada.

Rio terkekeh kecil, tak terpengaruh oleh nada dingin Dalian. “Gue dengar lo bakal bantu tim basket. Bagus, tuh. Siapa tahu, kita bisa bareng lagi kayak dulu.”

“bareng?” Dalian menaikkan satu alis, jelas-jelas tidak terkesan. “Waktu itu gue cuma korban candaan lo.”

Kata-kata Dalian membuat Rio terdiam sejenak, tapi hanya untuk beberapa detik sebelum dia kembali tersenyum penuh percaya diri. “Ah, gue waktu itu emang masih bocah. Tapi sekarang gue beda, Dalian.”

“Oh ya?” Dalian melipat tangan lebih erat, matanya menyipit. “Gue nggak lihat bedanya.”

Rio tertawa kecil, mendekat selangkah ke arah Dalian. “Dalian, lo nggak berubah. Masih cantik kayak dulu.”

Kalimat itu membuat Dalian meringis dalam hati. Dulu, mungkin dia akan tersipu dan merasa melayang, tapi sekarang hanya ada rasa geli bercampur ilfil. Dia mundur selangkah, menciptakan jarak.

“Gue di sini bukan buat ngobrolin masa lalu, Rio. Gue cuma bantu anak-anak yang butuh motivasi,” katanya dengan nada tegas. “Kalau lo nggak ada urusan, lebih baik jangan ganggu.”

Rio tampak sedikit terkejut dengan respons dingin Dalian, tapi sebelum dia bisa membalas, Karel melangkah maju, berdiri di antara mereka. Ekspresinya serius, tidak seperti biasanya. “Dia bilang jangan ganggu, lo dengar, kan?”

Mata Rio menatap Karel, seolah baru menyadari keberadaannya. “Dan lo siapa?”

“Karel. Temannya Dalian,” jawab Karel singkat, nadanya santai tapi tajam.

Dalian melirik Karel, sedikit terkejut melihat sikapnya yang tiba-tiba melindungi. Tapi sebelum Dalian sempat berkata apa-apa, Rio hanya tersenyum kecil. “Oke, oke. Gue nggak mau cari masalah.”

Dia menoleh ke Dalian lagi, kali ini dengan nada suara yang lebih serius. “Kalau lo berubah pikiran, gue selalu ada, Dalian.”

Dalian menghela napas panjang saat Rio berbalik dan pergi. Rasa jengah dan ilfilnya semakin menumpuk.

Chelsey, yang sejak tadi diam memperhatikan, akhirnya bersuara. “Wah, mantan gebetan lo itu emang masih sama aja, ya. Sombong dan sok keren.”

“Makanya gue ilfil,” gumam Dalian, lalu menatap Karel. “Tapi lo tadi kenapa ikutan nimbrung? Bukan urusan lo.”

Karel mengangkat bahu, senyum iseng kembali menghiasi wajahnya. “Gue cuma nggak suka cara dia ngeliat lo. Lagian, dia bikin suasana jadi nggak asik.”

Dalian mendengus kecil sambil berjalan menepi menuju tempat Chelsey berada. Chelsey pun memberinya minum.

Dalian berdiri di tepi lapangan, dengan tenang mengikat rambut hitam panjangnya menjadi kuncir kuda. Gerakan tangannya lincah, dan rambut yang biasanya tergerai indah kini tertata rapi, memperlihatkan leher belakangnya yang jenjang dan kulitnya yang halus.

Cahaya sore yang keemasan tampak memantul lembut di rambutnya, membuat penampilannya semakin memikat.

Karel, yang sejak tadi berdiri tak jauh, mendadak terdiam. Matanya tertuju pada leher Dalian, dan entah kenapa, jantungnya berdebar lebih cepat. "Kenapa tiba-tiba gue ngerasa nggak biasa?" pikirnya, merasa canggung dengan perasaannya sendiri.

Selama ini Kaya a.k.a Karel tidak pernah melihat Dalian menguncir rambut. Dalian selalu membiarkan rambut hitam tebalnya tergerai lurus dengan poni rapi yang manis.

Tanpa sadar, Karel melangkah mendekat, ekspresinya berubah serius. “Dalian, lepas itu,” ujarnya dengan nada tegas.

Dalian menoleh dengan bingung. “Apa? Lepas apa?”

“Itu.” Karel menunjuk kuncir rambutnya. “Jangan diikat. Lepasin aja.”

Dalian tertawa kecil, mengira Karel bercanda. “Hah? Lo serius? Gue mau main basket serius ini. Kenapa sih?”

“Pokoknya lepasin,” kata Karel, kali ini sambil menjulurkan tangan untuk menarik karet rambut yang mengikat rambut Dalian.

“Eh, Karel! Jangan seenaknya dong!” protes Dalian, mencoba menjauhkan kepala dari tangan Karel, tapi dia kalah cepat.

Karel berhasil melepaskan ikatan rambutnya, membuat rambut hitam panjang itu kembali tergerai indah.

Karel langsung tersenyum puas, meskipun wajahnya sedikit memerah. “Nah, gitu lebih bagus. Nggak usah diikat-ikat segala.”

Dalian mendengus kesal, memutar bola matanya. “Lo ini kenapa sih, ngatur-ngatur gue?”

Karel mengangkat bahu, berusaha terlihat santai, meski jelas dia sedang berusaha menyembunyikan rasa canggungnya. “Gue cuma nggak suka lo nguncir rambut. Apalagi kalau bikin orang lain ngeliat... ya, gitu.”

“Gitu gimana?” Dalian menyipitkan mata, mendekat ke Karel. “Lo bilang gue nggak boleh nguncir rambut karena alasan nggak jelas? Aneh banget, tau nggak.”

Karel menelan ludah, mencoba mencari alasan yang masuk akal. “Ya... pokoknya nggak usah. Kalau rambut lo diikat, leher lo kelihatan, dan... dan itu bisa bikin orang salah paham.”

Dalian terdiam sejenak, menatap Karel dengan ekspresi tak percaya. Kemudian, dia tertawa keras. “Lo ini kenapa sih? Overprotective banget. Gue nggak ngerti deh jalan pikiran lo.”

“Gue cuma nggak mau ada orang lain yang... gimana ya... lihat lo dengan cara yang nggak benar,” gumam Karel, wajahnya semakin merah.

“Cara yang nggak bener? Elonya aja yang nggak bener, Karel,” kata Dalian sambil mengambil karet rambutnya kembali dari tangan Karel. “Dan gue bakal nguncir rambut gue lagi. Deal with it.”

“Coba aja kalau lo bisa!” Karel berseru, mencoba menghalangi tangan Dalian lagi.

Pertengkaran kecil itu berlangsung cukup lama, dengan Dalian yang berusaha keras untuk mengikat rambutnya, sementara Karel terus menghalanginya.

Chelsey, yang sejak tadi menonton, akhirnya tak tahan lagi dan tertawa terbahak-bahak. “Dalian, Karel, serius deh. Kalian ini kayak anak kecil!” seru Chelsey sambil memegangi perutnya yang sakit karena tertawa.

Dalian akhirnya menyerah, menggerutu sambil membiarkan rambutnya tergerai kembali. “Lo menang kali ini, Karel. Tapi gue nggak akan lupa. Lo bakal gue balas.”

Karel hanya menyeringai, tapi dalam hatinya dia merasa lega. "Elonya aja yang nggak bener," Karel tersenyum mengingat perkataan Dalian yang begitu berani.

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Elisabeth Ratna Susanti
penuh misteri dan menegangkan 👍
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 🥰
Miu Nh.: ayay~ Kak Elisabeth arigatoo~

Kangen nih sama Zian, tapi aku lagi sibuk. Gomennasai~ 😣
total 1 replies
Drawumy Chan
Biar semangaaaatttt!!!
Drawumy Chan
Akku like semuwaa dulu Yaa Kaak Miu canteeqqq,,,,, biar semangat UP lagi!! Nanti bacanya pelan2 🤭🤭 ,, maklum… akku orgny cukup sibuk di duniya nyataaa!!
Miu Nh.: uhuk!

Terima kasih kakak... Aku blm bisa UP lagi karena masih nyelesein novel 1nya sampe tamat 😆 ,, tapi eh tapi... malah bikin novel baru 🙈🙈
total 1 replies
Jmath
cerita horor bukan sih ini...
aku sudah mampir yah kak "Fight or Flight"
Miu Nh.: Horor di awal, tapi lebih tepatny ke mistery 🤭🤭 ... krna PU pria ny berasal dari org zaman dulu yg memiliki kekuatan magis.

Sedangkan, PU wanita ny seorang gadis yg memiliki kekuatan misterius.

kalo senggang, baca lagi yah
total 1 replies
Bu Kus
wah serem dan menegangkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!