Sena, gadis tujuh belas tahun yang di abaikan oleh keluarganya dan di kucilkan oleh semua orang. Dia bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan bullying yang setiap hari merampas kewarasannya.
Alih-alih mati menjadi arwah gentayangan, jiwa Sena malah tersesat dalam raga wanita dewasa yang sudah menikah, Siena Ariana Calliope, istri Tiran bisnis di kotanya.
Suami yang tidak pernah menginginkan keberadaannya membuat Sena yang sudah menempati tubuhSiena bertekad untuk melepaskan pria itu, dengan begitu dia juga akan bebas dan bisa menikmati hidup keduanya.
Akankah perceraian menjadi akhir yang membahagiakan seperti yang selama ini Siena bayangkan atau justru Tiran bisnis itu tidak akan mau melepaskan nya?
*
Ig: aca0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Mansion keluarga Calliope sudah lama berdiri megah di tengah-tengah kota Limerick, untuk sampai kesana hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit.
Perjalanan menuju rumah di gunakan oleh Siena untuk melihat-lihat gedung tinggi, perumahan atau apapun yang di lewati oleh kendaraan roda empat yang membawanya.
Di pinggir jalan beberapa siswa sedang duduk santai, mereka tampak riang dan tertawa bersama. Melihat itu hati Siena mendadak sesak, ia tidak pernah mengalaminya. Sekolah nya hanya di penuhi oleh belajar dan bullying.
Kakak dan adiknya adalah orang dibalik pembullyan yang selama ini Sena terima, kedua orang itu sangat membencinya padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun.
"Nyonya, silahkan."
Tidak terasa mobil sudah berhenti di halaman rumah megah Calliope, Sena mengerjap linglung, segera turun setelah mengucapkan terimakasih.
" Bapak bisa pulang sekarang, saya akan menginap disini."ucap Sena pelan.
"Baik, nya." Pak Bagas membungkuk hormat kemudian masuk kembali ke dalam mobil.
Sena melangkah enggan, menghembuskan nafas berat sebelum mengetuk pintu di depannya. Sena tidak tahu harus bersikap seperti apa kepada orangtuanya, terlalu canggung tapi-
Sena masih melamun saat pintu terbuka. Seorang wanita muda keluar, menatapnya terkejut.
"KAK SIENAA!" Sedetik kemudian dia berteriak, matanya berbinar dan langsung menubruk Sena untuk memeluknya. Sena yang kebingungan membalas pelukan itu dengan pasrah.
"MAMA! KAK SIENA DATANG!" Gadis itu kembali berteriak setelah melepas pelukan.
Sena meringis, telinganya berdengung. Gadis itu cengengesan melihat wajah kaget kakaknya.
"Kamu siapa?"Sena tidak pernah tahu kalau Siena memiliki adik, atau selama ini memang tidak pernah di beritakan? Ya, bisa jadi.
"Kakak lupa sama aku?"tanya nya dengan cemberut.
"Nicole, jangan teriak-teriak dong. Kuping mama sakit nih," omel perempuan baruh baya yang baru saja muncul dari dalam. Namun saat bersitatap dengan Siena matanya langsung berkaca-kaca, "Siena sayang, akhirnya kamu pulang." Dia membawa anak sulungnya ke pelukan.
Apa selama ini Siena jarang pulang? Tanya Sena dalam hati.
Kedua wanita berbeda usia itu menuntun Siena masuk, dekorasi rumah ini membuat Siena berdecak kagum. Jika mansion Harrison terlihat mewah dan elegan, maka mansion Calliope di hiasi banyak barang berseni tinggi, terlihat bersejarah dan mewah.
"Aku ingin ke kamarku," kata Siena. (mulai sekarang kita panggil Sena dengan Siena biar nggak bingung).
" Ya sudah pergilah ke kamar, mama sedang masak di dapur." Kata mama lembut, mengusap surai cokelat Siena yang terurai hingga punggung.
Siena bersama Nicole naik ke lantai dua menggunakan lift. Nicole gadis yang cerewet, sejak tadi tidak bisa berhenti mengoceh, dari yang penting sampai yang tidak penting.
"Kamarku yang mana?" Tanya Siena setelah keluar dari lift.
"Ya ampun kak, kau sakit atau bagaimana? Sejak tadi kau sudah melupakan banyak hal," kata Nicole mulai dramatis.
Siena memutar matanya malas, manusia spesies Nicole ini adalah yang paling Siena hindari, banyak drama dan banyak bicara, "katakan saja yang mana? Aku capek mau istirahat."
"Baiklah kakakku sayang, kamarmu ada disini." Nicole menarik tangan Siena lantas membawanya ke sebuah pintu berwarna biru laut, diatasnya tertulis Princess siena's room. Siena bergidik ngeri membacanya.
" Aku boleh tidur disini?" tanya Nicole dengan wajah sedih andalannya.
Siena menggeleng tegas, membuka pintu lalu menutup nya cepat, ia ingin menikmati waktu sendirian tanpa ada yang mengganggu.
Kamar Siena sama besarnya dengan kamarnya di mansion Harrison, kamar ini di dominasi warna biru laut. Sepertinya Siena asli sangat menyukai warna tersebut.
Siena membaringkan tubuhnya nyaman diatas ranjang, matanya terpejam. Siena belum tidur, ia sedang mengingat beberapa hal yang membuatnya sesak.
Seingatnya ia belum pernah merasakan bahagia, kehidupan nya sebagai Sena di penuhi pengabaian dari keluarga dan pembullyan dari orang-orang sekitarnya. Di sekolah kehidupan Sena sudah mirip neraka, diantaranya banyak orang yang belajar di sana hanya ada satu orang yang mau berteman dengannya.
Ah, Siena jadi merindukan temannya itu, sayangnya ketika kemarin ia di bully temannya itu sedang izin karena ada acara keluarga.
Di kehidupan keduanya mungkin akan lebih sulit daripada kehidupan pertama, ia memasuki jiwa wanita problematik yang sibuk membuat reputasi buruk serta sibuk mengejar pria yang tidak mencintainya.
Pusing memikirkan dua kehidupan yang sama-sama menyedihkan membuat Siena terlelap.
Entah sudah berapa lama tertidur, Siena membuka matanya ketika merasakan guncangan pelan di lengan kanannya.
"Erlan!"pekik Siena kaget. Pria berwajah datar itu sedang duduk di pinggir ranjang, tangannya mengguncang pelan lengan siena.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Siena, ia tadi sudah mengunci pintu lalu bagaimana caranya pria sombong itu masuk kesini?
"Aku masih suamimu, itu artinya ini juga kamarku jadi wajar saja kalau aku ada disini."jawab Erlan santai.
Sialan! Ingin rasanya Siena mengumpat ke depan wajah datar Erlan tetapi tentu ia masih sayang nyawa jadi untuk sementara ia akan menahannya.
Tapi, tunggu? Sejak kapan Erlan menganggap dirinya suami Siena?
" Kau sedang merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakai ku, ya?" Tuduh Siena memicingkan mata curiga.
Alis Erlan bertaut tidak senang, ia mendengus, " Bukankah biasanya kau yang senang melakukan hal jahat?" Sindirnya.
"Terserah." Siena malas berdebat dengan Erlan, ia juga malas berbicara dengannya.
"Pergi sana, aku mau mandi!" Usir Siena.
"Mandi saja," Erlan mengangkat bahunya acuh, ia ikut berbaring di ranjang.
Melihat itu Siena buru-buru bangun dan berlari ke kamar mandi. Siena masih anak tujuh belas tahun yang belum pernah berdekatan dengan pria, ia tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Sengaja Siena berlama-lama di kamar mandi demi menghindari Erlan. Pria itu selain membuatnya takut juga membuatnya naik darah. Siena harus menceraikan Erlan secepatnya.
Tok...tok...tok..
"Sie, udah belum? Kata Erlan kamu belum keluar sejak tadi, udah satu jam lebih kamu di dalam." Kata mama dari luar kamar mandi.
" Iya bentar!" Siena berteriak di bawah guyuran shower, padahal ia baru mandi, memang Siena sudah di kamar mandi sejak tadi tapi kan itu karena ia takut berduaan dengan Erlan. Pria itu punya potensi tertinggi sebagai orang yang bisa menghilangkan nyawanya.
"Cepat ya, langsung ke ruang makan."
Setelah itu tidak terdengar lagi suara mama, mungkin sudah keluar dari kamar Siena.
Sebelum keluar Siena mengintip sebentar, tidak melihat keberadaan Erlan barulah ia keluar. Siena memakai pakaian yang cukup tertutup kemudian segera ke ruang makan.
Erlan sedang mengobrol akrab dengan Thomas Calliope, papa Siena.
"Hebat banget sandiwara nya," melihat pemandangan itu membuat Siena tidak tahan untuk mengkritik Erlan, tentu saja dengan suara pelan yang tidak terdengar oleh siapapun.
"Ayo duduk disini sie," mama yang pertama kali menyadari kehadiran Siena, memanggilnya untuk duduk di samping Erlan. Siena duduk dengan tenang di samping Erlan.
Thomas yang menatap Siena penuh intimidasi, tanpa sadar membuat Siena merapatkan diri pada Erlan, mencari perlindungan. Hanya naluri bertahan hidup tanpa ada niat sedikitpun mencari perhatian.
...***...