Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Menjelang dini hari Ella baru saja pulang, dia beralasan jika temannya juga mengadakan pesta atas keberhasilan acara fashion show tersebut.
Akhirnya, Afandi, menunda untuk menceritakan tentang bisnisnya pada Ella. Toh Ella pasti lebih memilih untuk istirahat dibandingkan harus mendengar curhatannya.
Pagi hari, setelah mengantarkan Adira dan Vania sekolah. Afandi kembali pulang ke rumah. Dia menemui Ella yang masih setia di balik selimut tebalnya. Tadi pagi saja, untuk sarapan Afandi yang mengurusinya.
"Bu, bangun." perintah Afandi.
"Apa sih Yah? Aku masih ngantuk. Sana berangkat saja." usir Ella.
"Tapi ada yang ingin aku bicarakan Bu." mohon Afandi.
"Ganggu aja sih Ya, nanti aja kita ngomongnya. Aku ngantuk." tekan Ella membuat Afandi menghembuskan napas.
Dengan berat hati Afandi melajukan mobilnya ke rumah Ayahnya. Disana terlihat Johan sedang bersama burung-burung kesayangannya.
Melihat Afandi berjalan dengan gontai, setelah turun dari mobil. Langsung membuat Johan berdiri, menatap anak semata wayangnya.
"Masalah apa yang membuatmu datang ke sini? Adira baik-baik aja kan? Atau kalian kembali menindasnya?" beruntun Johan sebelum Afandi mendudukkan pantatnya.
"Adira baik-baik saja Ayah. Bahkan sekarang dia lagi sekolah." seru Afandi.
"Ada apa?" tanya Johan menatap anaknya yang memijit keningnya.
"Gak ada Ayah." lirih Afandi.
"Kamu gak bisa bohong nak, apapun yang kamu sembunyikan, kelak pasti Ayah juga akan tahu." ucap Johan kembali duduk di samping Afandi.
"Aku bangkrut Ayah." namun, hanya mampu Afandi ungkapkan di dalam hati.
"Aku pulang dulu. Ayah sehat-sehat lah." pamit Afandi meninggalkan Johan yang menatapnya.
Ella datang ke super market Afandi, dia teringat jika suaminya ada hal yang ingin dibicarakan. Apalagi sejak semalam Afandi pulang dengan gontai, dan melarangnya untuk pergi. Tadi pagi pun, Afandi juga memaksa untuk membangunkannya.
Tanpa memberi kabar terlebih dahulu, Ella memasuki ruangan Afandi. Disana terlihat Afandi sedang bersama kertas-kertas yang berhamburan, serta posisi Afandi yang menekuk di atas meja.
"Yah ..." sapa Ella sedikit heran, melihat ruangan yang berantakan. Apalagi selama ini Afandi merupakan suami yang selalu mengedepankan kebersihan dan kerapian.
"Ella ..." lirih Afandi, kemudian bangkit berjalan ke sisi Ella.
"Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Aku bangkrut Ella, aku gagal." lirih Afandi menarik Ella ke pelukannya.
"Maksud kamu?" tanya Ella. Dan Afandi menceritakan semuanya pada Ella. Dan dia juga mengatakan kalau barang-barang yang ada di supermarket belum dibayar pada distributor.
Ella mendengarkan segala keluh kesah yang Afandi ceritakan, sampai akhirnya dia teringat sesuatu.
"Apa kamu sadar? Kamu bangkrut semenjak dekat dengan Adira. Apakah, Adira kembali menebarkan aura pembawa sial?" ujar Ella dengan penuh hati-hati, karena dia juga takut, kalau Afandi salah sangka.
"Maksudmu?"
Menghela napas. "Kamu sadar gak sih Yah? Dulu, saat kita tidak terlalu dekat dengan Adira. Usaha mu dan usaha ku berjalan dengan lancar. Dan semenjak kepulangan Adira dari rumah Shanum, aku juga merasakan kerugian Yah. Ada beberapa klien ku yang membatalkan pesanan baju padaku. Dan alasan mereka tidak masuk akal." jelas Ella. "Dan sekarang, usahaku kembali membaik, dan aku sadar, itu semua berjalan dengan aku mulai menjauhi Adira." lanjut Ella.
"Aku bukan tidak menyayangi Adira. Aku sayang dia Yah, Ibu manapun, pasti akan sangat sayang pada anaknya. Apalagi anak kandungnya. Tapi, kita bisa menyayangi Adira dengan porsi yang berbeda dengan Vania. Kita cukupi kebutuhannya, kita berikan apapun keinginannya. Tapi, kita jangan terlalu memperlihatkan kasih sayang kita padanya. Ayah bisa kan?" harap Ella.
"Tapi ..." Afandi ragu pada pernyataan Ella.
"Coba kamu buktikan dulu." paksa Ella membuat Afandi setuju.
Hari ini, Adira menunggu jemputan dari Ayahnya, karena sudah beberapa hari Ayahnya selalu menjemputnya pulang sekolah. Adira sangat senang dengan perlakuan manis yang Ayahnya lakukan terhadapnya.
Namun, hampir satu jam dia menunggu, Afandi tak kunjung datang. Saat di telpon dia malah tidak mengangkatnya. Bahkan WA-nya juga tidak di respon.
Merasa lelah, akhirnya Adira mencoba pulang dengan berjalan kaki. Karena dia masih berharap akan bertemu Ayahnya di sepanjang jalan nanti.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Vania heran saat melihat Afandi tidak melajukan mobilnya ke arah sekolah Adira. Dia hendak bertanya. Namun, enggan karena tidak ingin jika Afandi mengaggap kalau dia mengkhawatirkan Adira.
Setelah mengantarkan Vania ke rumah, Affandi langsung kembali menjalankan mobilnya. Dan Vania, tidak bertanya kemana Ayahnya pergi.
Saat Vania baru masuk rumah, dia melihat Kakeknya sedang menikmati kopi dan pisang goreng di ruang tengah.
"Vania, baru pulang? Adira mana?" tanya Johan.
"Adira lagi Adira lagi. Emangnya apa sih yang spesial dari Adira? Sehingga Kakek hanya melihat Adira, sebagai cucu." berang Vania.
"Bukan begitu. Kamu kan sudah pulang, namun, Adira belum juga sampai. Bukannya beberapa hari ini kalian selalu pulang bareng? Bu Mar yang cerita." jawab Johan.
"Tanya Ayah." ujar Vania masuk kamar.
Johan langsung menelpon supirnya yang pamit keluar. Dia menyuruh sopirnya untuk segera kembali.
Setelah sopir sampai, tanpa menunggu lama Johan menyuruh sopir tersebut untuk menjalankan mobilnya ke arah sekolah Adira.
Johan menatap sekeliling jalanan, karena berharap bisa bertemu Adira. Karena setahu Johan, ini sudah telat dari jam biasanya.
Akhirnya Johan melihat Adira sedang berjalan gontai di trotoar. Johan langsung menyuruh sopirnya untuk memutar balik dan berhenti tepat di samping Adira.
"Kakek," seru Adira melihat ada mobil berhenti di sampingnya.
Johan langsung membuka kaca mobil di bangku penumpang. "Bagaimana kamu tahu, kalau ini Kakek heum?" tanya Johan tanpa turun dari mobil. Tapi dia menggeser kan tubuhnya agar Adira bisa duduk.
"Karena aku mengenali mobilmu Kek." kekeh Adira.
"Kakek mau kemana? Atau dari mana?"tanya Adira setelah duduk dengan nyaman.
"Kakek sengaja menjemputmu." jawab Johan menggenggam tangan Adira.
"Aaa Kakek, makasih ya."
"Kenapa jalan Kaki?"
"Eumm, karena Ayah tidak menjemput ku." lirih Adira kecewa. "Tapi biasanya Ayah menjemput ku kok Kek." ralat Adira.
"Tapi Kakek senang, dengan dia tidak menjemputmu, kita bisa satu mobil. Mau jalan-jalan?" tanya Johan.
"Aku beri kabar untuk Ayah dulu. Biar dia gak khawatir." ujar Adira mengambil ponsel dari tasnya.
"Biar Kakek yang beritahu. Kita akan menikmati perjalanan ini. Tapi sebelumnya, kita beli baju ganti dulu untukmu." ajak Johan tersenyum.
"Aku gak bisa nolak." kekek Adira bahagia.
Bersama Kakeknya, dia seperti mendapatkan seluruh dunia. Bersama Kakeknya, Adira mendapatkan segala yang diinginkan. Bersama Kakeknya, dia tidak peduli jika banyak orang yang membencinya. Karena bersama Kakeknya, Adira merasa dilindungi, dicintai juga disayangi. Bahkan Adira yakin, jika Kakeknya akan mengorbankan segalanya untuknya, bahkan nyawanya sekalipun.