Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suapan Manis
Matahari mulai condong ke barat, memantulkan bayangannya di permukaan danau kampus Nolite. Hembusan angin yang lembut menggoyangkan rambut Calista yang tergerai, dengan jepit panda yang selalu nangkring di sana, membuat Evan sesekali melirik, meskipun ia pura-pura sibuk dengan laptopnya.
"Epan, laptopnya istirahat dulu, deh. Ini udah jam makan siang, meski udah telat banget sih," ucap Calista sembari membuka kotak bekal yang ia bawa. Aroma capjay yang langsung menyeruak, mengalahkan bau wangi bunga di sekitar danau.
"Udah Lu makan aja dulu, kerjain ini bentar lagi selesai," gumam Evan tanpa mengalihkan pandangan dari layar.
Calista mendengus kecil. Dasar keras kepala, pikirnya sambil menyendok capjay ke ke kotak makan bagian Evan. Namun, senyum jahil muncul di wajahnya. Ia tahu betul Evan nggak suka sayur, tapi ia juga tahu cara "mengakali" cowok satu ini.
"Eh, buka mulut, coba!" seru Calista dengan ceria.
"Ngapain sih?" tanya Evan, setengah heran, setengah malas. Karena merasa terganggu fokusnya.
"Udah buka aja! Nih, multitasking, sambil kerja, sambil makan. Kan katanya cowok pintar multitasking," goda Calista sambil menyodorkan satu sendok capjay.
Evan menghela napas. Pria itu berdecih lirih, melirik sekilas pada Calista lalu kembali menatap layar laptop miliknya. Tugasnya harus segera selesai sore ini, kemarin malam Evan terlalu bermain PS bersama dua sohibnya. Sampai membuat tugasnya terbengkalai.
Calista hampir terkikik melihat rencananya berhasil. Sendok yang ia suapkan berisi potongan brokoli dan wortel, terselip di antara potongan ayam dan jamur kesukaan Evan. Dengan sekali kunyah, Evan bahkan tidakk sadar ada yang aneh. Lama-lama, Evan mulai merasa ada yang janggal, ia merasakan sesuatu yang asing dalam mulutnya.
"Loh, kok ini kayak..." Evan berhenti sejenak, matanya menyipit curiga ke arah Calista.
"Kayak apa?" tanya Calista polos sambil menyuapkan lagi.
"...Nggak apa-apa," gumam Evan akhirnya, terlalu sibuk dengan tugas untuk protes. Ia terus saja mengunyah, tanpa sadar sudah menghabiskan semua potongan sayur yang biasanya ia jauhi seperti musuh bebuyutan.
Setelah wadah bekalnya kosong, Evan akhirnya bersandar di kursi taman yang ia duduki, meregangkan tubuh.
"Bekal Lu tumben enak, Ca."
"Tumben? Enak terus kali. Buktinya Epan selalu abis tuh kalau makan Bekal buatan aku," sahut Calista langsung tertawa kecil, suaranya mengalun manis seperti angin yang menyapu danau.
"Kecuali sayur," koreksi Evan.
"Tapi kok kayaknya ada rasa... sayur ya?" Evan mencoba mengingat rasa asing yang familiar saat ia kecil, tadi dia tidak terlalu fokus mengenal rasa hanya kunyah dan telan saja apa Calista suapkan.
Tawa Calista pecah dan membuat Evan menyipit menatap gadis dengan jepit panda itu penuh curiga.
"Ya iya lah, masa capjay nggak ada sayurnya? Kamu tadi habis makan brokoli, wortel, sama sawi. Gimana rasanya? Enak, kan?"
Evan tertegun, lalu menggeleng pelan sambil mengusap wajahnya.
"Lu ini bener-bener ya, usil banget." Evan mendorong kening Calista denga telunjuknya.
"Kan aku udah bilang, aku akan buat Epan makan sayur," sahut Calista mengebu.
"Suka-suka Lu lah Ca," sahut Evan pasrah, sepertinya Calista sangat serius dengan misi sayurannya itu.
Percuma jika Evan menolak, dia yakin Calista akan punya seribu cara untuk membuatnya makan sayur. Tapi rasa sayuran dimasakan Calista tadi tidak begitu buruk. Evan lumayan bisa menelan sayur itu, mungkin karena dia suka, suka yang membuat masakan maksudnya.
"Kapan aku masakin lagi ya , dan kamu janji nggak pilih-pilih makanan lagi." Calista mengangkat bahu dengan bangga, karena berhasil membuat Evan makan sayur.
"Terserah Lu Calista," jawab Evan tanpa mengalihkan tatapannya pada laptop.
Matahari makin condong ke barat, dan mereka pun melanjutkan makan siang yang lebih terasa seperti kencan kecil. Di tengah tawa dan obrolan mereka, satu hal terasa jelas Calista punya caranya sendiri untuk menyeimbangkan Evan yang keras kepala, dan Evan... diam-diam selalu menikmati setiap momen bersama Calista, meski ia tak pernah mengatakannya langsung. Meski mereka hanya pacar sementara tapi rasa nyaman ini membuat Evan lupa, dia mulai terbiasa dengan Calista di sisinya.
Calista serta Evan berjalan bersama menuju gedung fakultas hukum setelah selesai makan siang setengah sore, Evan masih ada satu kelas terakhir. Calista membawa kotak bekalnya dengan senyum puas, sementara Evan terlihat biasa saja, meski di dalam hatinya masih terbayang momen "disuapi sayur" tadi.
Begitu sampai di belakang kelas, Rian sudah menunggu sambil bersandar di tembok dengan ekspresi penuh arti.
"Wih, akhirnya datang juga si couple bucin baru," sapanya dengan nada menggoda.
Evan mendengus sambil melewati Rian. "Ngapain Lu di sini? jadi kang jaga pintu Lu, dasar nggak ada kerjaan ?"
Rian langsung mengikuti di belakang Evan, seperti bayangan yang terlalu bersemangat.
"Gue tuh dapet info menarik dari mata-mata terpercaya gue." Rian melirik Calista sambil nyengir.
"Katanya, tadi ada yang suap-suapan di tepi danau. Aduh, manis banget kayak drama Korea."
Calista menoleh, wajahnya mulai memerah. "Apaan sih, Rian! Biasa aja kali, cuma bantuin Epan makan."
Rian tertawa keras.
"Bantuin makan? Kalau disuapin sambil dilihatin sunset, terus ada angin sepoi-sepoi, itu mah bukan bantuin, Ca, itu namanya nge-date!"
Evan, yang sudah mulai muak dengan ocehan sahabatnya, berhenti mendadak dan menatap Rian tajam.
"Lo diam nggak, Yan, lemes amat kaya kayak emak-emak komplek Lu."
Tapi Rian nggak gentar. Malah, dia semakin mendekat dan menepuk bahu Evan.
"Suka-suka gue lah, ini kan tempat umum, milik bersama. Lagian gue juga nggak nyebar hoax gue cuma menyampaikan kebenaran. Lu tahu nggak, Bobby aja sampe nggak percaya waktu gue bilang Lu sekarang udah masuk level suap-suapan. Biasanya anti banget kan Lu sama yang gitu-gitu?"
Evan hanya menghela napas panjang, Bobby bahkan tidak ada di sini tapi dia bahkan sudah tahu hal ini. Hah, sepertinya Evan harus siap mental disindir sampe mampus.
"Lu semua emang suka lebay. Itu cuma makan biasa, ngerti nggak? Udah, jangan diperpanjang lagi."
Namun, Calista malah tertawa kecil, membuat Rian makin semangat menggoda.
"Oke,oke cuma makan tapi sambil disuapin ayang, duh ayang, kalian sudah saling sayang kan ya. Dan Lu ngaku aja deh, sebenernya tadi lo menikmati, kan? Apa jangan-jangan Lu yang minta disuapin tiap hari sama Calista? wah udah kena virus bucin akut ternyata, hahahahaaa," kelakar Rian.
"Rian! Satu kata lagi, gue iket mulut Lu dan gue pastikan lu nggak bakal bisa jalan pulang sendiri," ucap Evan, nadanya pelan tapi penuh ancaman.
Rian terdiam sebentar, tapi lalu meledak lagi dengan tawa keras.
"Widih ngeri ancaman orang bucin, hahahahah."
Evan memutar matanya jengah dengan kelakuan Rian, sahabatnya ini tidak akan berhenti sampai puas.
"Lu tunggu di kantin, Gue udah suruh Bobbby temenin Lu. Nanti sama Laura juga, tunggu gue. Pulang bareng gue," tutur Evan penuh penekanan.
"Iya-iya tahu, Laura juga udah nungguin di kantin sini kok," sahut Calista.
"Gue masuk, Lu pergi sekarang. Jangan gobrol sama jin iprit laknat ini," sarkas Evan sambil melirik tajam pada Rian.
"Kalau Gue jin iprit Lu dajal Van," tukas rian tidak terima.
Evan langsung memutar badan dan berjalan cepat ke pintu kelas, meninggalkan Rian yang masih cekikikan dan Calista yang tersipu malu.
"Semangat banget yang abis di suapin ayang, Ayang mau ... Epan mau mam disuapain ayang, hahahaha!" teriak Rian, membuat Evan mengangkat tangan tanpa menoleh, memberi tanda seolah ingin melempar sesuatu.
Calista hanya menggeleng sambil menahan tawa. Rian memang ahli bikin suasana jadi rusuh. Tapi... suap-suapan tadi emang manis sih, pikirnya. Ia pun pergi ke kantin Fakultas hukum sesuai perintah Evan.
kpn Evan tahu tentang Calista
ini yg di umpetin Caca ttng keluarganya yg buruk rupa buruk hati buruk kelakuan jg.
lalu paman nya Calista mna knpa gk ada yg belain Calista
kasian km cal Malang sekali nasib km udah mah kurang tidur blum LG harus kuliah semoga km sehat selalu ya cal