Sebuah Seni Dalam Meracik Rasa
Diajeng Batari Indira, teman-teman satu aliran lebih suka memanggilnya Indi, gadis Sunda yang lebih suka jadi bartender di club malam daripada duduk anteng di rumah nungguin jodoh datang. Bartender cantik dan seksi yang gak pernah pusing mikirin laki-laki, secara tak sengaja bertemu kedua kali dengan Raden Mas Galuh Suroyo dalam keadaan mabuk. Pertemuan ketiga, Raden Mas Galuh yang ternyata keturunan bangsawan tersebut mengajaknya menikah untuk menghindari perjodohan yang akan dilakukan keluarga untuknya.
Kenapa harus Ajeng? Karena Galuh yakin dia tidak akan jatuh cinta dengan gadis slengean yang katanya sama sekali bukan tipenya itu. Ajeng menerima tawaran itu karena di rasa cukup menguntungkan sebab dia juga sedang menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya di kampung. Sederet peraturan ala keraton di dalam rumah megah keluarga Galuh tak ayal membuat Ajeng pusing tujuh keliling. Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyai Gendeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wacana Tinggal Bareng
"Lo bilang kita bakalan tinggal di apartemen nantinya enggak sama keluarga lo, kok bisa kayak gini sih?" Ajeng segera berbisik protes kepada Galuh yang saat ini sedang menikmati sepotong semangka di tangannya. Galuh sendiri hanya mengangkat bahu. Dia juga sama seperti Ajeng, sedikit kaget dengan kata-kata dari kanjeng romo dan kanjeng Ibu barusan.
"Kan gue udah bilang, keluarga gue itu penuh dengan kejutan. Apalagi yang baru menikah di keluarga gue itu cuman gue. Lo lihat sendiri aja, kakak gue sampai sekarang masih aja jomblo. Jadi ya wajar mereka bakal minta kita untuk tinggal di rumah mereka. Tapi lo tenang aja, bukan Galuh namanya kalau nggak bisa mikirin jalan keluarnya."
"Maksudnya?" tanya Ajeng.
"Ikutin aja apa maunya keluarga gue dulu. Paling kalo kita tinggal di rumah mereka juga nggak bakalan lama kok, cuman beberapa bulan aja. Nah selebihnya ntar gue bakalan rayu kanjeng Ibu supaya dia izinin kita untuk tinggal di apartemen aja, gue juga nggak mau kali tinggal di sana. "
"Iya! Pokoknya lo mesti usahain supaya kita nggak tinggal bareng di rumah keluarga lo itu. Gue nggak bisa hidup terlalu banyak aturan. Bisa pusing tahu nggak sih?" Ajeng protes lagi membuat Galuh akhirnya menjejalkan sisa semangka yang tadi dia gigit ke dalam mulut Ajeng yang segera mengejar lelaki itu dengan kesal.
Orang-orang di dalam masih menikmati makanan yang sudah dihidangkan oleh mima dan babah untuk menyambut calon besan mereka. Tampak mereka berbincang akrab juga menanyakan silsilah keluarga satu sama lain. Mima dan babah paham anak mereka memang akan menjadi bagian dari keluarga besar kaya yang mana memang benar-benar orang yang sangat terpandang dan bangsawan. Mereka juga banyak sekali perusahaan, perusahaan yang sudah menjamur dengan satu gedung raksasa yang menjadi pusatnya.
"Jadi, menantu kami berarti akan menjadi bagian dari keluarga besar kami toh? Kami tidak meminta banyak loh calon besan, kami hanya ingin nanti Ajeng itu bisa menurut kepada kami, karena kami ingin sekali merawat dan menganggap Ajeng seperti putri kami sendiri. Makanya kami tidak akan mengizinkan dia untuk tinggal di tempat lain bersama Galuh. Untuk apa rumah besar kalau akhirnya ditinggalkan, iya kan?" tanya kanjeng Ibu sambil mengipas dirinya dengan kipas tangan yang tidak pernah dilepaskannya ke mana-mana itu.
"Kalau kami hanya menurut saja, calon besan. Yang penting dua anak itu merasa bahagia karena kan yang akan menjalani biduk rumah tangga adalah mereka," sambut mima yang segera disetujui oleh babah.
Sementara itu, Galuh dan Ajeng saat ini sedang di luar, duduk di ayunan mereka dan bersisian. Ajeng duduk dengan menyandarkan kepalanya di bahu Galuh. Lelaki itu juga membiarkan saja Ajeng untuk bersantai dan bersandar di bahunya. Beberapa orang mengabadikan foto mereka yang tampak mesra itu dengan ponsel secara diam-diam. Tampak keduanya juga tidak peduli, lagipula semua orang sudah tahu bahwa sebentar lagi mereka akan segera menikah. Tak ada salahnya bukan terlihat mesra di depan siapa saja saat ini.
"Lo mesti janji satu hal sama gue, selama kita menikah gue nggak mau lo halangin gue untuk gak kerja, gue tetep masih mau kerja."
"Iya, gue nggak lupa kok. Gue pasti tetap izinin lo buat kerja."
"Terus gimana kalo kita seandainya ketemu sama orang yang kita suka dengan status kita yang masih menikah?"
"Gue kan udah bilang sama lo, lo bakal tetap mendapatkan kebebasan lo, sekalipun kita udah menikah ntar. Lo mau deket sama siapa aja ya terserah begitu juga dengan gue. Gue juga nggak mau lo batesin buat deket sama siapa aja apalagi sekarang gue tuh lagi deket sama cewek," jawab Galuh penuh semangat.
"Alah, pasti cewek yang kemarin , yang bikin lo goyang sampai lupa daratan itu!"
Ajeng berkata sambil tertawa sinis. Galuh sendiri hanya tersenyum melihat Ajeng seperti cemburu kepada perempuan itu dan entah mengapa, ia jadi suka melihatnya. Rasanya, dia harus selalu menggoda Ajeng setiap hari agar perempuan itu punya rasa cemburu terhadap dirinya.
Tapi buat apa? Kan mereka menikah hanya pura-pura dan hanya untuk status saja. Kemudian tidak lama setelah pernikahan itu, mereka juga akan mengarang cerita bahwa Ajeng keguguran dan akhirnya mereka akan bercerai. Sesimpel itu. Tapi entah mengapa Galuh merasa sangat puas ketika melihat Ajeng cemburu melihatnya bersama perempuan lain seperti tadi.
"Iya, cantik kan ceweknya? Lo lihat badannya oke punya kan?" goda Galuh membuat Ajeng menoleh dan menatapnya dengan sebal.
"Iya cantik sih. Ya udah jalanin aja, gue juga kalau ketemu cowok nanti gue bakal tunjukin ke lo cowok gue itu gimana." Ajeng tak mau kalah
Lalu keduanya diam lagi, sibuk dengan pikiran masing-masing. Baik Ajeng dan Galuh, tak ada yang bersuara. Ajeng memejamkan matanya, merasakan semilir angin di kampung halamannya yang begitu segar.
"Lo tau nggak sih, gue tuh nggak nyangka bakalan dikasih nikah secepat ini, ya walaupun pernikahan ini cuma pura-pura dan yang tahu hanya lo ama gue aja, tapi kan tetep aja orang taunya gue bakalan nikah beneran." Ajeng tersenyum miris saat mengatakan itu sementara Galuh hanya santai menanggapinya.
"Itung-itung buat belajar, kalau nanti lo bakal nikah beneran. Jadi lo tahu kalau berumah tangga itu gimana sih."
"Oh iya, ada satu lagi yang pengen gue tegasin sama lo. Gue bilang ini berulang kali supaya lo nggak lupa point paling penting di perjanjian kita ini."
"Apa tuh?" tanya Galuh penasaran.
"Selama kita menikah pura-pura, kita bisa aja satu kamar kalau memang terpaksa dan biar orang di rumah itu nggak curiga. Satu kamar bareng-bareng nggak masalah. Tapi lo nggak boleh nyentuh gue. Gue nggak mau ada hubungan suami istri di antara kita. Itu poin paling penting ya dari pernikahan pura-pura ini."
"Lo tenang aja, kan dulu gue pernah bilang kalau lo itu bukan tipe gue, jadi lo tenang aja, gue nggak mungkin bakal ngajakin elu make love," sergah Galuh.
"Alah gaya lo aja nggak mau sama gue! Ntar juga lihat gue kayak kemarin, lo mana bisa nahan nggak nyium gue?!" Ajeng melemparkan tisu ke wajah Galuh membuat lelaki itu segera tertawa ketika mengenang kejadian ketika ia mencium Ajeng kedua kali di saung pada waktu hujan waktu itu.
"Lo juga kagak nolak. Gue ada kesempatan ya gue ambil dong," jawab Galuh sekenanya, membuat Ajeng mencubit lelaki itu bertubi-tubi hingga membuatnya berteriak kesakitan dan mencoba menghindar tetapi keduanya malah terjerembab di ayunan dan jadi berpelukan.
Lalu kemudian mereka sama-sama melepaskan diri lalu mereka pergi berpencar ke keluarga masing-masing. Baru saja diperingatkan, Galuh malah sudah membuat pelanggaran lagi hingga hampir lupa diri! Perempuan itu mendengus dongkol di dalam hati.