Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesuatu Yang Tak Terduga
Kejutan yang Rania janjikan terpaksa ditunda sebab kejadian tidak terduga kembali Aluna dapatkan. Tiga hari yang lalu sang ibu meninggal kini disusul oleh sang ayah. Meninggalnya kedua orang tuanya jelas menjadi pukulan terbesar bagi Aluna belum lagi keberadaan Hariz yang belum diketahui sampai detik itu. Bahkan hingga hari ketujuh kematian sang ibu.
"Suami dan keluarga kamu itu sudah keterlaluan, Aluna," geram Rania. "Bukan hanya tidak datang, mereka bahkan tidak menelpon untuk sekedar mengucapakan bela sungkawa," sambung Rania.
Aluna tidak mampu bicara apapun, ia hanya mampu mendengar omelan sang sahabat dan semuanya itu memang benar. Perempuan itu hanya bisa duduk bersandar pada dinding ruang tengah yang tidak seberapa di temani oleh air mata yang tidak tahu kapan akan berhenti.
"Mereka pergi berlibur ke Paris."
Aluna dan Rania menoleh ke sumber suara. Farel baru saja tiba di rumah orang tua Rania.
"Siapa yang berlibur ke Paris?" tanya Aluna lirih serta suaranya yang serak, tetapi masih bisa didengar oleh Rania maupun Farel.
"Mertua dan adik iparmu," jawab Farel. "Dan … suamimu," imbuh Farel.
Aluna memejamkan matanya dibarengi tetesan air matanya. Sakit sekali hatinya mendegar kabar itu. Bahkan mereka bisa berlibur tanpa dirinya dan dalam kondisi seperti itu.
"Sabar ya." Rania memeluk Aluna yang makin membuat sang sahabat menangis.
"Ran … apa mereka sudah tidak menganggap aku ada," tangis Aluna.
"Dengar, Aluna." Rania menarik dirinya terlebih dahulu lantas mengusap air mata di pipi Aluna dengan ibu jarinya. "Kali ini lawanlah." Rania memberikan sebuah kunci kepada Aluna. "Sebelum kamu menikah kamu adalah seorang wanita karir. Tidak ada yang tidak mengenal dan tidak suka dengan produk yang kamu luncurkan. Jadi … ambilah ini. Kembali menjadi dirimu sendiri," ucap Rania.
"Ini …?" Aluna memerhatikan kunci di tangannya, ia merasa tidak asing.
"Kunci butik milikmu," ungkap Rania.
"Butik? Bagaimana kunci ini ada di tangan kamu?" tanya Aluna penuh selidik.
"Aku membelinya dari pemilik sebelumnya. Mereka menjual tempat itu karena tidak bisa mengelolanya. Aku ingin memberikan padamu dulu sebagai hadiah pernikahanmu, tapi saat itu kamu memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Maka aku menyimpannya. Beruntung aku tidak memberikannya waktu itu," jelas Rania.
"Rania …." Tangis haru Aluna pecah, ia memeluk Rania karena tidak mampu bicara apa-apa. "Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya aku berterima kasih padamu dan juga Farel."
"Tetap bahagia, Aluna. Jadilah dirimu sendiri." Rania menyentuh dagu Aluna dan memberikan senyumannya.
"Jangan sungkan pada kami, Aluna," ucap Farel.
"Ini sudah malam, sebaiknya kalian pulang. Kalian juga butuh istirahat," ucap Aluna.
"Tidak, Aluna. Bagaimana mungkin kami bisa meninggalkan kamu dalam keadaan seperti ini," tolak Rania. "Aku sama Farel malam ini menginap di sini," sambungnya.
"Tapi di sini tempatnya kecil, juga mungkin tidak nyaman," ucap Aluna.
"Jangan pikirkan itu. Besok kita juga harus pergi ke butik untuk mengantar kamu. Jadi dari pada kita bolak balik mending kita nginep," terang Farel membuat Aluna makin tidak enak padanya.
"Kalian benar tidak apa-apa?" tanya Aluna disambut gelengan oleh Farel dan Rania.
Kejutan untuk Aluna sepertinya tidak hanya sampai di situ saja. Waktu pukul 10 malam saat mereka akan beristirahat tiba-tiba ada yang datang ke rumah itu, seorang pria paruh baya. Aluna sangat mengenali orang itu. Aluna yang akan menutup pintu dikejutkan oleh panggilan laki-laki. Terlihat pria paruh baya itu berjalan tergopoh-gopoh menghampiri dirinya.
"Aluna," sapanya.
Aluna mengerutkan keningnya, matanya menyipit guna memperjelas ingatan dan juga penglihatannya.
"Bapak Roger, kan?" tanya Aluna.
"Syukurlah kamu masih mengenali saya, Aluna," ucap Roger lega.
"Tentu saja saya masih bisa mengenali Anda. Mari silahkan duduk," ucap Aluna.
Aluna dan Roger duduk di lantai beralasan tikar.
"Aluna, siapa yang datang?" tanya Rania yang kembali keluar kamar.
"Oh perkenalkan, Rania. Beliau ini pak Roger. Pengacara keluarga kami dulu," jelas Aluna.
"Oh iya. Saya Rania dan ini suami saya, Farel." Rania dan Farel bergantian mengalami Roger kemudian mereka duduk bersama di ruang tamu itu.
"Bapak ada keperluan apa kemari. Mama sama papa sudah …." Aluna tidak mampu lagi untuk meneruskan kata-katanya.
"Saya tahu, Aluna. Saya tahu. Maka dari itu setelah mendapatkan kabar ini saya buru-buru ke sini," ucap Roger. "Saya minta maaf, Aluna. Andai saya datang ke sini lebih awal mungkin kedua orang tua kamu masih hidup," terang Roger.
"Maksud Bapak?" tanya Aluna tidak mengerti.
"Bapak tahu tentang keadaan ibumu. Tapi saya tidak bisa membantu banyaknya. Tapi … sebulan yang lalu ada seseorang yang datang menemui saya. Dia orang yang sudah membawa lari uang dan menipu ayahmu," aku Roger.
Pada akhirnya Roger menceritakan alasan orang itu menemui dirinya. Yandi Herlambang, teman dan rekan bisnis mendiang sang ayah tidak berani bertatap muka langsung dengan mereka sebab merasa malu atas tindakannya.
"Yandi tidak berniat untuk menipu ayah kamu. Dia butuh uang untuk membangun kembali perusahaannya yang sudah diambang kebangkrutan," jelas Roger.
"Tidak berniat? Dia sudah melakukannya dan tidak mau mengakuinya." Aluna menggeleng tidak percaya.
"Aluna …." Rania mengusap pundak Aluna untuk memenangkan dirinya.
"Saya tahu, Aluna. Tapi beliau sudah merasa menyesal. Sebelum Beliau meninggal beliau menitipkan ini pada saya. Harusnya saya langsung memberikan semua ini pada ayahmu pada saat itu juga, tapi saya menundanya sebab istri saya sakit dan harus dibawa keluar negeri untuk berobat. Sampai saya dengar kabar mengenai kondisi ibu kamu yang makin parah. Tapi saya datang terlambat Aluna. Maafkan saya," sesal pak Roger.
"Apa saja yang dia berikan pada mendiang keluarga saya?" tanya Aluna.
"Ini cek berisi uang 5 Miliyar, tabungan beliau di bank, aset rumah, dan juga apartement. Jika diuangkan mungkin mencapai puluhan milyar," jelas Roger. "Beliau sudah menulis surat kuasa untuk memindahkan semua ini atas nama ayah Anda, tetapi beliau lebih dulu pergi. Saya akan membantu kamu untuk mengurus semua ini jadi milik kamu, Aluna," ucap Roger.
"Anda sedang tidak bercanda, kan?" tanya Aluna memastikan.
"Tidak, Aluna. Saya serius. Ini saya bawa surat-suratnya." Roger mengambil beberapa berkas dan memberikannya kepada Aluna. "Silahkan kamu lihat sendiri."
Aluna memeriksa semua berkas itu dibantu oleh Farel dan juga Rania. Ketiganya tercengang melihat itu semua.
"Aluna, kamu sangat beruntung," ucap Farel.
"Ini jalan untuk kamu, Aluna. Kamu bisa membalas apa yang sudah suami serta keluarganya lakukan padamu," imbuh Rania.
"Pak Roger, terima kasih." Aluna mencium punggung tangan Roger sembari menangis haru.
"Saya tahu kondisi rumah tangga kamu, Aluna. Saya ikut prihatin." Roger mengusap punggung Aluna. "Jika kamu butuh bantuan saya untuk mengurus mereka, saya siap membantu," sambungnya.
"Dari mana Bapak tahu?" tanya Aluna.
"Sebelum saya ke sini, saya pergi ke rumah kamu. Penjaga di sana mengatakan segalanya kepada saya," jelas Roger.
"Lihat Aluna bahkan Tuhan sepertinya mendukung kamu untuk membalas semua keburukan yang dilakukan suamimu dan keluarganya," ucap Rania disambut anggukkan oleh Aluna.
Perempuan itu kini bisa menunjukkan senyumannya.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang