~ Dinar tak menyangka jika di usianya yang baru tujuh belas tahun harus di hadapkan dengan masalah rumit hidupnya. Masalah yang membuatnya masuk ke dalam sebuah keluarga berkuasa, dan menikahi pria arogan yang usianya jauh lebih dewasa darinya. Akankah dia bertahan? Atau menyerah pada takdirnya?
~ Baratha terpaksa menuruti permintaan sang kakek untuk menikahi gadis belia yang pernah menghabiskan satu malam bersama adiknya. Kebenciannya bertambah ketika mengetahui jika gadis itu adalah penyebab adik laki lakinya meregang nyawa. Akankah sang waktu akan merubah segalanya? Ataukah kebenciannya akan terus menguasai hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Bara masih berdiri di tempatnya, matanya masih mengarah pada wanita berpostur tinggi dengan kulit putih yang duduk di lobi. Gaun hitam tanpa lengan dengan panjang sebatas lutut, tas branded dan sepatu branded warna senada dengan riasan bold membuat penampilan wanita itu sangat mencolok.
"Tamu anda sudah menunggu...ah maaf saya salah, kekasih anda sudah menunggu dari tadi Tuan Baratha."
Bara berdecih sinis ketika mendengar suara Anom yang sudah berdiri didepannya. Sampai saat ini Gabriella masih berstatus kekasihnya. Tapi dua bulan yang lalu wanita itu menolak lamarannya dengan alasan ingin lebih dulu mengejar karirnya.
Seperti dirinya, Gabriella juga berkecimpung di dunia bisnis. Wanita itu mempunyai perusahaan skin care yang mulai berkembang pesat. Bukan hanya di London tapi brand skin care miliknya sudah mulai dikenal negara lain.
Sejak saat itu hubungan mereka terasa canggung, jarang sekali mereka berkomunikasi.
Di usianya yang sudah kepala tiga Baratha ingin hidup dengan lembaran baru, dia hanya ingin memiliki sebuah keluarga yang akan menjadi poros hidupnya.
Seperti pria pria lain di dunia, Bara ingin mempunyai anak dan istri yang selalu menantinya dirumah saat ia pulang kerja. Makan malam dirumah dengan mendengar celotehan anak anaknya kelak.
"Ada waktu sekitar dua puluh menit bicara dengan kekasih anda, tapi setelah itu kita akan pergi ke Global Corp. Ada perjanjian kontrak yang harus ditanda tangani, mungkin memakan waktu cukup lama karena anda harus menandatangani surat pengalihan kuasa," ujar Anom.
Pria muda itu kemudian melangkah pergi kembali ke kantornya. Tadi Anom tak membawa Gabriella ke atas karena dia tak menyukai wanita itu sejak awal melihatnya. Entah...tapi wajah cantik dengan suara ramah itu seperti menyimpan sebuah kesombongan.
"Sayang....darimana kau tahu aku ada disini? Bukankah sudah aku katakan jika tak lama lagi aku akan pulang."
"Honey....l miss you!"
Bara tak bergeming ketika tiba tiba Gabriella datang menghambur memeluknya. Tak bisa ia pungkiri jika ia juga sangat merindukan wanita di depannya. Tapi seperti ada sesuatu yang melarangnya untuk membalas pelukan itu.
"Jangan begini, semua orang sedang melihat kita. Sebaiknya kita ke atas."
"Apa kau tidak merindukan aku? Apa kabar yang aku dengar benar? Jika keluarga ayahmu telah memaksamu untuk menikahi gadis yang tak kau kenal?"
"Aku jawab semua pertanyaanmu jika kita sudah ada di kantor. Jika kau membuat ini sulit maka sebaiknya kau aku antar dulu ke hotel karena sebentar lagi ada urusan yang harus aku selesaikan," ujar Bara sambil melihat ke arah jam tangannya. Dia yakin jika pembicaraan ini akan menjadi lama apalagi jika ia mengatakan tentang statusnya. Sekarang dia adalah pria beristri!
"Kau hanya sedang membalasku bukan? Kau pasti ingin melihat aku mengemis cintamu, aku tidak pernah menolakmu honey...aku hanya minta sedikit waktu," sahut Gaby tak suka jika Bara mengabaikannya. Hampir satu bulan pria itu pergi tanpa pamit atau memberi kabar padanya.
Bara menghela nafasnya, sepertinya dia memang harus mencari hotel terlebih dahulu untuk Gabriella. Mereka akan meneruskan pembicaraan setelah pekerjaannya selesai.
*
Menjelang sore akhirnya kegiatannya sebagai 'mahasiswa baru' telah selesai. Dinar segera menunggu jemputan di halte yang ada di depan kampus. Disana ia duduk bersama mahasiswa baru lain yang sedang menunggu angkutan umum.
Setengah jam menunggu tapi mobil Mang Surya belum juga terlihat. Padahal supirnya itu sudah menerima dan bahkan membaca pesan yang ia kirimkan, jika ia sudah menunggu di depan kampus.
"Ririn!" pekik Dinar ketika melihat sahabat baiknya melintas menaiki sepeda motor matic didepannya. Sepertinya sepeda motor baru karena setahunya Ririn tidak punya kendaraan pribadi. Saat SMA mereka selalu naik angkutan umum jika berangkat ataupun pulang sekolah.
Dinar segera berlari mendekat ketika melihat motor yang dinaiki Ririn menepi di pinggir jalan.
"Hei, gimana kabarmu? Aku sulit sekali menghubungimu setelah hari itu, kau masih bekerja di hotel tempat terakhir kita bekerja?"
Bukannya terlihat senang, Ririn malah melihat senyum sinis padanya. Dia berpikir mungkin Ririn marah karena mereka putus kontak cukup lama. Dinar yakin jika Ririn pasti belum mendengar jika sekarang dia sudah menikah.
"Ckk masih aja pakai angkot, untung Kak Akbar nggak jadi merid sama kamu Din! Kalau enggak bisa ikut miskin dia kayak kamu," cibir Ririn kesal, dia tahu jika setiap hari Akbar dan teman temannya masih mencari keberadaan Dinar.
"Rin..."
"Untung aja Akbar lolos dari jebakan elo ya! Elo yang jual diri tapi Kak Akbar yang harus tanggung jawab...licik!"
"Bukan seperti itu, kok elo jadi begini sih Rin. Elo temen gue! Elo tahu banget siapa gue!" seri Dinar ingin marah tak terima dengan semua tuduhan Ririn. Tapi ia tak bisa kehilangan sahabatnya, mereka sudah melalui banyak hal bersama.
"Gue nggak tahu siapa elo, sekarang jangan deket deket sama Kak Akbar lagi karena dia sudah menjadi milik gue!"
"Nyonya Muda tidak apa apa?"
"Ehh...nyonya muda?" Ririn kaget ketika seorang pria parubaya berseragam hitam mendekat pada mereka. Pria itu mengangguk hormat pada Dinar! Dan ia seperti mengenali mobil mewah berwarna hitam yang di bawa oleh pria itu. Entah tapi sepertinya belum lama ini dia pernah melihatnya.
tidak pernah membuat tokoh wanitanya walaupun susah tp lemah malahan tegas dan berwibawa... 👍👍👍👍
💪💪