Sekuel off 'Pesona Mama Mertua Muda'
Wajib baca season satu duluan ya ≧∇
"Duniaku ikut mati tanpamu."
Kehidupan Javas hancur saat wanita yang paling dicintainya meninggal. Ia mencoba melarikan diri, menyingkir dari tempat yang menenggelamkan banyak jejak kenangan tentang wanita itu.
Namun, ia tak bertahan lama, Isvara selalu tinggal di kepalanya, sehingga pria itu memutuskan kembali.
Hanya saja, apa jadinya jika Isvara yang mereka pikir telah meninggal—justru masih hidup? Bisakah Javas menggapai dan melanjutkan hidupnya bersama wanita itu lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 | Sheva Sakit
Sebenarnya Javas mengerti mengapa putrinya menolak permintaannya untuk tentang Isvara dan Sheva, tetapi sekarang ia merasa begitu penasaran sekali. Jadi pria itu ingin mendapatkan informasinya sekarang juga, sedangkan yang bisa memberikan informasi hanyalah Chilla.
"Chilla, tolong Papa. Ceritakan semua, Papa janji nggak akan menyebarkannya."
"Pa, tolong jangan paksa aku. Ini aja aku udah nggak punya muka kalau ketemu sama Kak Isvara, gimana kalau aku bakalan cerita semuanya."
Javas menghela napas panjang, ia tidak kehabisan akal untuk membuat putrinya melakukan apa yang ia inginkan. "Isvara nggak perlu tau kalau kamu cerita sama Papa, Papa juga nanti bakalan pura-pura nggak tau aja. Papa kalau nggak tau apa-apa gini rasanya enggak enak, ada yang ganjel. Tolong cerita ya sama Papa."
Akhirnya Chilla memilih mengalah, ia menceritakan semua yang ia tahu mengenai Isvara. Sebenarnya ia masih merasa tidak enak, tidak seharusnya ia yang menceritakan semuanya. Namun, ia juga tidak bisa menolak permintaan Papanya.
Javas puas sekali, sekarang ia sudah mengetahui soal Isvara. Jadi ia bisa menyusun rencana lagi untuk mendekati Isvara, pria itu ingin berjuang untuk mendapatkan cinta seorang gadis cantik yang bernama Isvara. Walau agak terlambat sebenarnya, bagaimana tidak Javas baru berjuang untuk cinta di usia yang hampir kepala empat.
Javas juga bertekad untuk belajar bagaimana cara mengejar cinta anak muda, tidak dapat dipungkiri usianya dan Isvara terpaut lumayan jauh. Cara jaman dulu dan jaman sekarang untuk mengejar cinta tentu saja berbeda, seiring perkembangan jaman tentu saja masalah cinta juga banyak berkembang.
Namun, Javas bingung ia harus belajar dengan siapa. Pada Chio tidak mungkin, karena kisah cinta putranya juga tidak berakhir bahagia. Jelas saja ia tidak menginginkan hal itu terjadi padanya, sedangkan pada Chilla yang ia lihat anak perempuannya itu seperti belum tertarik dengan cinta. Atau dirinya saja yang tidak tahu, karena selama ini selalu bersikap kurang peduli pada kedua anaknya.
Sampai akhirnya, Javas memutuskan untuk belajar di internet saja.
***
Sudah beberapa hari semenjak Isvara bertemu dengan Javas di toko, sejak saat itu juga Javas terus berusaha menemui Isvara tetapi Isvara–nya selalu menghindar dan bersembunyi, hingga yang bisa Javas temui hanya Sheva saja.
Isvara memang memutuskan menghindari Javas, gadis cantik itu berpikir dirinya sudah membuka lembaran baru di desa ini. Ia tidak ingin masa lalunya sampai mengganggu kehidupan damainya.
Isvara sudah menceritakan semuanya pada ketiga sahabatnya, mereka tidak menyangka bahwa takdir akhirnya mempertemukan Isvara dengan Javas. Dari awal ketiga sahabat Isvara tidak ada yang membenci Javas, karena berdasarkan cerita Isvara saat menjadi istri pura-pura Javas. Javas selalu bersikap baik padanya, mereka juga menyaksikan sendiri hancurnya Javas ketika tahu Isvara sudah meninggal dunia.
Dion sendiri sudah menduga ini semua terjadi, saat anak buahnya melaporkan ada orang yang datang ke desa. Dari sanalah Dion tahu orang itu adalah Javas, Dion tidak berusaha menghalangi jalan Javas untuk bertemu Isvara. Pria itu malah membiarkannya terjadi, ia ingin melihat bagaimana takdir bekerja. Apalagi Javas sebenarnya sudah diberi jalan oleh Chilla, karena sudah datang ke desa Sumberwangi.
Dion tahu Javas bukan orang jahat, pria itu juga tidak pernah menyakiti sahabatnya. Jadi untuk apa ia menghalangi Javas bertemu dengan Isvara, walau dihalang-halangi pun jika kenyataannya takdir berkata mereka akan bertemu bagaimana pun caranya Javas dan Isvara akan bertemu.
Jadi ketika Isvara cerita, ia sama sekali tidak kaget. Dion hanya berkata pada sahabatnya untuk tidak perlu khawatir, Javas tahu tentangnya biarkan saja. Dion juga sangat yakin, Javas tidak akan memberitahu siapapun soal Isvara yang masih hidup.
Pagi ini Isvara sudah memasakkan makanan spesial untuk putri kecilnya, ia juga sudah menyiapkan di meja makan. Sekarang tugas yaitu membangunkan Sheva yang masih tertidur pulang.
Isvara berjalan cepat, agar segera sampai di kamar putrinya. Di depan pintu gadis itu tersenyum melihat putrinya masih tertidur dengan lelap, tetapi beberapa detik kemudian Isvara tersadar bahwa wajah putrinya tampak sangat pucat.
Gadis itu segera masuk ke kamar, untuk memastikan sendiri keadaan putrinya. Dengan cemas, Isvara sangat berharap bahwa ketakutannya tidak sampai jadi kenyataan.
Setelah ia periksa dengan tangannya maupun termometer, badan Sheva yang panas karena anak itu demam. Dengan perlahan ia berusaha membangunkan putri kecilnya itu.
"Sheva sayang, bangun yuk. Bunda tahu sekarang badan Sheva lagi nggak enak, tetapi Sheva harus bangun karena Bunda mau Sheva makan dan minum obat dulu. Nanti Sheva boleh bobok lagi," ujarnya lembut.
"Sakit, Bunda," lirihnya. Melihat kondisi Sheva yang sedang sakit demam, Isvara merasa sangat tidak tega sekali. Demam sebenarnya biasa terjadi pada anak-anak maupun dewasa, tetapi Isvara tetap merasa tidak tega saat melihat putrinya sakit seperti ini.
"Yaudah, Sheva bobok dulu. Bunda mau buatin Sheva bubur dulu, nanti Bunda bangunin lagi." Sheva yang terlihat sudah tidak memiliki tenaga hanya bisa mengangguk kecil, untuk menjawab ucapan Bundanya.
Sebenarnya Isvara tidak tega meninggalkan putrinya sendirian di kamar, tetapi ia merasa harus pergi ke dapur untuk membuatkan Sheva bubur. Orang sakit pasti malas makan makanan biasa, jadi Isvara berinisiatif untuk membuatkan putrinya bubur ayam spesial.
Padahal Isvara tadi sudah memasak banyak sebenarnya, tetapi masakannya tidak tersentuh sama sekali.
Sebelum keluar dari kamar, Isvara tentu tidak lupa mengompres dahi Sheva siapa tahu dengan itu bisa membuat panasnya sedikit menurun.
Dengan cepat Isvara berhasil memasak bubur ayam spesial untuk Sheva, ia langsung membawa semangkuk buburnya ke kamar. Sheva benar-benar tidur seperti yang Isvara perintahkan.
Sebelum membangunkan Sheva, Isvara mengecek keadaan Sheva terlebih dahulu. Setelah dikompres pun ternyata panas Sheva belum juga turun.
"Sheva sayangnya, Bunda. Bangun dulu yuk, Sheva makan bubur dulu. Bunda udah buatin bubur spesial buat anak Bunda, habis itu Sheva bisa minum obat," panggil Isvara dengan lembut sambil membelai rambut Sheva.
Sheva membuka matanya dengan perlahan, kepalanya masih sangat pusing. Namun, gadis itu memaksakan untuk bangun demi sang Bunda. Isvara tersenyum melihat putrinya sudah bangun, ia langsung membantu putrinya untuk duduk bersandar di ranjang.
"Kita makan bubur ya, sayang. Bunda suapi." Sheva mengangguk kecil, tentu gadis kecil itu tidak menolak saat hendak disuapi oleh Bundanya. Isvara dengan telaten menyuapi Sheva walau hanya bisa makan tiga sendok saja, karena Sheva tiba-tiba merasa sangat mual.
Isvara jelas tidak tinggal diam, gadis itu memijat tengkuk putrinya dengan pelan-pelan agar Sheva bisa muntah jika ingin muntah tidak perlu ditahan.
Sheva ternyata hanya mual saja, tidak benar-benar ingin muntah. Isvara membasuh wajah Sheva yang tadi sedikit belepotan.
Isvara bangkit dari ranjang, ia pergi mengambil kotak obat yang terletak di atas meja riasnya. Melihat sang Buda datang membawa botol sirup, Sheva sedikit ketakutan.
"Kenapa sayang?" tanya Isvara ketika menyadari perubahan ekspresi putrinya.
"Sheva nggak suka obat, Bunda. Pahit," katanya terdengar menggemaskan.
"Sayang, ini obatnya sirup jadi manis. Sheva percayakan sama Bunda? Bunda nggak akan bohongin anak kesayangan Bunda."
"Sheva percaya, Bunda." Isvara tersenyum, ia tahu putrinya memang sangat mempercayai dirinya. Dan ia juga berusaha sekali untuk menjaga kepercayaan Sheva.
"Bunda suapi ya sirupnya? Ini manis kok rasanya, Sheva harus minum obat biar cepet sehat. Nggak enak loh kalau sakit, Sheva jadi nggak bisa main lagi."
"Mau Bunda." Isvara langsung menuangkan sirupnya ke sendok, lalu ia suapkan ke mulut Sheva. Setelah itu baru Isvara memberikan air minumnya.
"Gimana sayang, enggak pahit'kan obatnya?" Sheva menggeleng pelan.
"Sheva sudah makan sama minum obat, sekarang Sheva tidur lagi aja. Biar nggak pusing lagi."
"Bunda jangan pergi ke mana-mana, ya. Bunda jangan tinggalin Sheva," pintanya dengan mata berkaca-kaca.
"Bunda nggak akan ke mana-mana sayang, Bunda cuma mau taro mangkuknya ke dapur. Habis ini Bunda bakalan temenin Sheva bobok di sini," jawab Isvara dengan jujur.
Isvara bahkan tidak membuka tokonya, ia hanya ingin mengurus putrinya yang tengah sakit. Tentu gadis itu berharap Sheva segera sehat kembali, karena ia sangat tidak tega melihat Sheva yang pucat karena sakit. Jika bisa memilih tentu ia mau dirinya saja yang sakit, bukan putrinya. Namun, jika dipikir-pikir saat ia sakit pun Sheva akan kebingungan sendiri. Ditambah nggak ada yang bisa merawatnya, jadi Isvara berharap dirinya maupun Sheva terus sehat.