Permintaan Rumi untuk mutasi ke daerah pelosok demi menepi karena ditinggal menikah dengan kekasihnya, dikabulkan. Mendapatkan tugas harus menemani Kaisar Sadhana salah satu petinggi dari kantor pusat. Mereka mendatangi tempat yang hanya boleh dikunjungi oleh pasangan halal, membuat Kaisar dan Rumi akhirnya harus menikah.
Kaisar yang ternyata manja, rewel dan selalu meributkan ini itu, sedangkan Rumi hatinya masih trauma untuk merajut tali percintaan. Bagaimana perjalanan kisah mereka.
“Drama di hidupmu sudah lewat, aku pastikan kamu akan dapatkan cinta luar biasa hanya dariku.” – Kaisar Sadhana.
Spin off : CINTA DIBAYAR TUNAI
===
follow IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CLB - Rencana
“Astaga, sepertinya pertemuanku dengan Rumi memang takdir.”
“Terlalu drama, padahal memang kebetulan,” cetus Johan setelah mendengar penjelasan dari Kaisar mengenai siapa Ardi dan hubungannya dengan Rumi. Kedua pria itu tidak menduga dengan kenyataan kalau Ardi adalah pria yang mengkhianati Rumi dan sekarang menikah dengan sepupu gadis itu.
“Tuhan akan membalas perbuatan Ardi lewat aku. Bukan hanya sebagai suami, aku akan menjadi pahlawan sepanjang hayat untuk Rumi,” seru Kaisar dengan bangga.
“Jadi apa rencanamu, memecat Ardi?”
“Tidak. Memecatnya tidak akan membuat mereka menyadari kesalahan kalau ada orang yang lain terluka dan sangat tidak profesional bagi perusahaan. Meski rasanya … argh. Ingin sekali aku seret dia ke hadapan Rumi untuk minta maaf karena sudah membuatnya menangis. Apalagi tangannya tadi berani menyentuh Rumi.”
“Lalu?” tanya Johan semakin penasaran.
“Aku akan buat Ardi dan istrinya tidak lagi menghina apalagi merendahkan istriku.”
“Ck, jadi apa rencanamu. Jangan berbelit-belit,” tutur Johan tidak sabar dengan jawaban Kaisar.
Kaisar bersedekap dan menggeleng pelan. “Hm … rahasia.”
“Astaga anak ini. Keluar kamu!” titah Johan kesal dengan sifat Kaisar. Dari dulu pria itu memang menyebalkan dan sekarang makin menyebalkan.
“Aku percepat niatku menemui Mama dan mengunjungi keluarga Rumi, sepertinya berangkat besok setelah bertemu dengan WO.”
Meski Kaisar belum menyampaikan rencananya dengan rinci, setidaknya Johan bisa menebak. Mereka akan memberikan kejutan untuk pasangan masa lalu Rumi.
“Kalau begitu, sementara jangan bawa Rumi kemari. Mereka belum tahu kalau Rumi adalah nyonya Sadhana?”
“Sepertinya belum. Aku akan tunjukan siapa Rumi di waktu yang tepat.”
Sebenarnya Kaisar ingin menemui Reno dan Arya, apalagi mereka sudah lama tidak bertemu. Semenjak ia mendapat tugas ke cabang dan kembali ke Jakarta. Apalagi selama ini Reno dan Arya sering mengejek dan menyindir karena kejombloannya. Tidak sekali dua kali Reno pamer kemesraan dengan wanita berbeda, tentu saja bermaksud membuat iri agar ia lekas mencari pasangan.
Ada waktunya kedua sahabatnya itu terkejut karena sudah mendapatkan pendamping hidup. Bisa jadi Reno kejang-kejang tahu ia sudah menikah, apalagi dengan gadis yang masih kinyis-kinyis.
Kaisar memutuskan langsung pulang, sudah ada Rumi menunggu di rumah. Ia tidak akan memaksa Rumi bercerita, toh sudah tahu dengan jelas siapa Ardi, Mela dan hubungannya dengan Rumi.
“Sayang, aku pulang.” Kaisar mengganti sepatu dengan sandal rumahan dan melepas jas sambil menuju kamarnya. “Rumi,” panggilnya lagi.
Rumi keluar dari walk in closet, rupanya tidak mendengar kedatangan Kaisar.
“Kamu … sedang apa?”
“Beres-beres, tempat kamu kelihatan rapi. Jadi, aku harus menyesuaikan diri dan terbiasa rapi juga.”
“Gampang itu, aku biasa panggil orang untuk rapikan dan bersihkan tempat ini. Biasa seminggu dua kali, kalau kamu mau kita bisa cari asisten rumah tangga,” tutur Kaisar lalu meraih kedua tangan Rumi. “Aku nggak mau tangan kamu ini jadi kasar karena kerjakan pekerjaan rumah.”
“Ish, jangan lebay. Kamu nggak bolehkan aku kerja artinya jadi ibu rumah tangga, masa memastikan rumah rapi nggak boleh.”
“Kemari,” ajak Kaisar membimbing Rumi untuk duduk di tepi ranjang. “Sepertinya rencana menemui mama dan keluarga kamu harus kita percepat.”
“Aku tidak masalah, tapi kamu ‘kan sibuk.”
“Gampanglah itu, ada Om Johan. Besok pagi kita temui WO lalu berangkat. Reni sudah urus tiket pesawat.”
“Bertemu WO untuk ….”
“Kita adakan resepsi, secepatnya. Semua orang harus tahu kalau kamu istri dari Kaisar Sadhana. Termasuk sepupu kamu … siapa namanya?”
“Mela,” jawab Rumi.
“Ah, iya. Rela.”
“Mela, Mas, Mela.”
“Apalah namanya, aku panggil si bod0h juga tidak masalah. Aku mau mandi setelah itu kita turun untuk makan malam lalu siapkan perlengkapan untuk besok.”
Kaisar berdiri lalu mengusap kepala Rumi. melangkah menuju toilet sambil membuka kancing kemejanya.
“Mas,” panggil Rumi.
“Iya.” Kaisar menoleh dan kemeja sudah terlepas dari tubuhnya lalu ia lemparkan ke keranjang pakaian kotor.
Rumi hendak menyampaikan sesuatu, tapi ragu menatap Kaisar bertelanj4ng dada. Terlihat bidang bahkan otot tubuh Kaisar membuat siapapun ingin menghampiri dan memeluk manja.
“Kenapa?” tanya Kaisar menyadari kalau Rumi sepertinya terpesona dengan tubuhnya.
Baru yang atas, gimana kalau aku tunjukan yang bawah, batin Kaisar.
“Rumi,” panggil Kaisar.
“Eh, iya. Ehm, kita tidak usah makan malam diluar. Aku sudah masak untuk kita, semoga masuk dengan selera lidah kamu.”
“Tentu saja pasti aku suka, apa yang kamu berikan dan kamu lakukan pasti aku suka. Jadi makin cinta dan nggak sabar ajak kamu berkeringat.”
Rumi yang tadinya tersenyum langsung menunjukan wajah datar. “Mulai deh, me-sum.”
Kaisar tergelak lalu bergegas menuju toilet. Kelamaan menggoda Rumi, malah dia yang tersiksa.
***
Mela berkacak pinggang saat menyambut ardi pulang, bahkan wajahnya terlihat bagai singa siap menerkam. Ardi sampai menarik nafas agar tetap waras menghadapi sang istri yang sepertinya mulai tidak waras.
Lelah seharian bekerja juga khawatir Rumi berulah, nyatanya disambut dengan singa garong. Berharap istrinya dengan lemah lembut menawarkan makan malam dan pijatan sebelum tidur.
“Kenapa teleponku tidak dijawab?” tanya Mela.
“Aku sibuk kerja, bukan selonjoran di rumah bisa buka ponsel kapan saja.”
“Kamu nyindir aku? Tahu sendiri aku lagi hamil, makanya nggak bisa kerja,” tutur Mela dengan suara yang cukup nyaring padahal jaraknya dengan Ardi hanya dua meter.
“Justru karena lagi hamil jangan emosi terus, bisa-bisa janin di dalam perutmu ingin cepat keluar.” Ardi meninggalkan Mela menuju kamar dan Mela mengekor langkahnya.
“Kenapa bisa Rumi temui kamu? Mau apa dia?” cecar Mela.
“Aku tidak tahu,” sahut Ardi lalu berbalik menatap istrinya. “Kamu yang seharusnya cari tahu kenapa bisa Rumi datang ke kantor.”
“Gimana cari taunya, aku telpon di reject terus. Tapi ada yang aneh. Tadi sempat dijawab, hanya saja bukan Rumi tapi suara pria.”
“Pria?” tanya Ardi.
“Iya, aku tanya siapa dia nggak ada jawaban malah dimatikan. Aku penasaran pria mana yang mau sama Rumi. Kamu harusnya bersyukur karena menikah denganku tidak jadi dengan dia.”
Sebenarnya Ardi ingin terbahak mendengar istrinya sangat percaya diri, andai tahu kalau Rumi sekarang berbeda. Terlihat semakin cantik, Mela pasti kalang kabut. Biarlah itu menjadi rahasianya, daripada Mela berulah.
“Kenapa diam, kamu nggak setuju dengan ucapanku tadi.”
“Iya aku beruntung, sangat beruntung.” Mela cemberut mendengar ucapan Ardi seperti tidak tulus, lebih terdengar mengejek. “Pastikan saja sepupumu itu tidak lagi muncul di kantor dan membuat masalah atau tidak ada resepsi pernikahan dan aku antar kamu ke Surabaya.”
“Hah!”