Di sekolah, Dikta jatuh hati pada gadis pengagum rahasia yang sering mengirimkan surat cinta di bawah kolong mejanya. Gadis itu memiliki julukan Nona Ikan Guppy yang menjadi candunya Dikta setiap hari.
Akan tetapi, dunia Dikta menjadi semrawut dikarenakan pintu dimensi lain yang berada di perpustakaan rumahnya terbuka! Pintu itu membawanya kepada sosok gadis lain agar melupakan Nona Ikan Guppy.
Apakah Dikta akan bertahan dengan dunianya atau tergoda untuk memilih dimensi lain sebagai rumah barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellowchipsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pucuk Dicinta, Guppy pun Tiba
...٩꒰。•‿•。꒱۶...
...𝙏𝙐𝘼𝙉 𝙆𝙐𝘿𝘼 𝙇𝘼𝙐𝙏 & 𝙉𝙊𝙉𝘼 𝙄𝙆𝘼𝙉 𝙂𝙐𝙋𝙋𝙔...
...© Yellowchipsz...
...—Bahagia itu ketika kalbuku memujamu, lalu engkau membalas fantasi untuk memberiku lautan kasih.—...
...٩꒰ɵ̥̥▿ɵ̥̥●꒱۶...
20.45 🌛
"Neneeek!" rintih Dikta kejerian ditinggalkan di kamarnya seorangan. Pose badannya dalam kondisi menungging berselubung kemul tebal bergambar keluarga kuda laut. Bibirnya mengapit termometer yang menunjukkan angka 37 derajat Celsius.
Dikta diserang demam tinggi yang mengejutkan usai diterpa banyak kejadian ganjil yang dia hadapi seharian. Tubuhnya bereaksi gila, syukur akalnya masih stabil. Namun, suara sendawa dari hantu pemakan pangsit masih terngiang jelas di telinganya.
Nenek berlari tergopoh-gopoh memasuki kamar sembari membawakan botol vitamin dan kain kompres yang baru. Sudah berapa kali nenek keluar-masuk kamar Dikta karena cucunya itu sedang rewel payah.
"Tata, nenek cuma keluar kamarmu sebentar. Jangan panik begini," cemas nenek membaringkan kembali badan Dikta.
Disentuhnya lembut kening cucunya itu dengan harapan cinta dari tangannya bisa memulihkan, tapi masih terasa panas jua. Dikecupnya lembut kening si Susu Cokelat kesayangannya. Nenek hampir tak kuasa melihat kondisi Dikta yang tidak biasa ini. Air matanya jatuh sebagai reaksi luka tanpa bicara, tepat di atas wajah Dikta.
Dikta masih sanggup mengomel sembari menghapus air mata sang nenek.
"N-nenek 'sih nggak percaya," sebalnya dengan bibir bergetar kedinginan. "Bukan aku yang ngehabisin pangsitnya, tapi h-antu bang Dirham!" Dikta kegilaan lagi dengan tubuh menggelugut di pelukan neneknya.
Nenek makin takut menanggapi keadaan Dikta yang terus-terusan menyebut nama abangnya yang telah tiada. "Sudah nenek bilang, ikhlaskan abangmu. Kamu jadi begini karena menyalahkan Semesta atas kepergian Dirham. Nenek tidak marah kalau kamu menghabiskan semua pangsit, tapi jangan tuduh nama abangmu."
Dikta amat penat mengungkapkan semua kegilaan itu kepada neneknya. Dia hanya bisa merintih pening kepala dengan isakan samar. Bagaimana caranya agar nenek percaya?
Nenek mengeratkan pelukan hangatnya, lalu meminta Dikta untuk tidak memikirkan hal-hal berat.
"Nek, bang Dirham memang nggak pernah berbohong, tapi kenapa dia nggak terus terang sama aku, Nek? Kenapa dia diam tentang sakitnya? Harusnya, aku tahu dan bisa memberikan organ hatiku untuknya," isak Dikta menangis malu di pelukan nenek. Malu karena merasa tidak berguna sebagai seorang adik.
"Mungkin inilah yang tidak diinginkan Dirham. Kamu akan melakukan itu jika dia memberitahumu. Tidak semua manusia berani mendonorkan bagian organ tubuhnya untuk orang lain, tapi adik sepertimu pasti akan nekat jika tahu abangmu menderita seperti itu," kata Nenek menghapus air mata si Susu Cokelat.
Dikta meminta nenek untuk memberikannya buku Bukan Malaikat Hujan yang tergeletak di atas meja belajar. Setelah mendapatkannya, Dikta segera memeluk buku itu, rasanya seperti memeluk abangnya. Berikutnya, dia menerima kantuk dari efek obat pereda panas sehingga membuatnya terlelap.
21.45 🌛
<“Dikta lucu milik aku!”>\~dari Lavina Hafa (menggunakan bahasa isyarat).
Dikta terjaga dari tidurnya usai melintas isyarat Lavina yang samar di dalam mimpi sesaatnya. Suhu tubuhnya perlahan membaik walau masih merasa panik dengan keadaan sekitar, takut ada hantu atau semacamnya yang mengusik kewarasannya. Nenek pun sudah tidak berada di kamarnya lagi.
Nenek pasti capek banget gara-gara aku. Aku harus sembuh, nggak boleh lemah lama-lama! batinnya lemas. Besok aku harus sekolah karena udah janji juga mau antar Lavina pulang.
Dikta kaget sendiri, dia malah mengucapkan nama Lavina pada batinnya. Harusnya 'kan ... Saila.
"Astaga, kok Lavina??? SAILA ... SAILA ... SAILA!" ucap Dikta tegas. Mungkin batinnya sedang kacau, maka lisan terang harus memperkuat keyakinannya.
"Saila Guppy, canduku! Dia Nona Ikan Guppy yang sayang sama aku!" yakinnya bersama renjana penuh di kalbu. "Lavina, kamu tetap di hatiku, tapi prioritas hidupku yang nyata adalah Saila. Maaf, kamu nomor dua ya, Lavina. Hehe."
Tiba-tiba pikiran Dikta yang random karena terbangun dari tidur singkatnya, pun mengarahkannya teringat pada kata-kata dari tokoh Badroel yang konyol di buku Dirham.
“Radikta Manik! Manik-manik gelang atau kalung?! Huahahah!”\~dari Badroel Sabar.
"Badroel Sabar!" geram Dikta pada tokoh yang membuatnya jengkel di buku Bukan Malaikat Hujan. Lantas, Dikta membuka buku itu. Dia mencari halaman yang membahas tokoh bernama Badroel Sabar sedang mentertawai nama belakang Dikta yang digandakan—Manik-manik.
"Argh! Awas lo, Sabar! Kalau ketemu, gue remukin tangan lo!" kesal Dikta yang terpengaruh oleh buku itu lagi.
Selanjutnya, Dikta menyaksikan ada kilauan bertebaran keluar dari buku tersebut, lalu menerpa kulit wajahnya. Dia refleks menjauhkan buku itu dari jangkauannya. Cepat-cepat Dikta menutup buku milik abangnya dengan napas tertahan-tahan.
Buku itu barusan bersinar? batinnya tak ingin gila lagi, masih lelah usai kejadian munculnya hantu pemakan pangsit. Berikutnya, apakah akan ada kejadian mengerikan lainnya?
Dikta pun terkenang dengan nama abangnya Saila, yakni Badroel Sabar Guppy. Pikirannya tak damai kembali.
Apakah Badroel dari buku Bukan Malaikat Hujan wujudnya sama persis dengan jelmaan Badroel abangnya Saila? Secara, aura mamanya Saila sama seperti sosok mamanya Lavina yang ada di buku meski tak ada potret visual yang tertera di sana.
Dikta hanya merasakan samar-samar karena di buku Bukan Malaikat Hujan, Dikta sangat disayangi oleh mamanya Lavina yang bernama Nyla Puspa. Apakah di dunia nyata ini Dikta bisa mendapatkan hal yang sama dari mamanya Saila?
Menengok ke kanan tepat pada tas sekolahnya, Dikta ingin menghakimi dua benda di dalam sana yang menjadi bukti bawah Saila adalah Nona Ikan Guppy pujaannya selama ini.
Sudah tergenggam permen kentang goreng dan sendok makan cokelat mungil milik Saila yang Dikta bawa. Mengapa Dikta bisa lebih yakin jika Saila adalah Nona Ikan Guppy?
Dikta membalikkan sendok cokelat tersebut, yang mana pada bagian belakang pegangan/handle sendok terdapat tulisan TATA—terukir indah menggunakan tinta spidol permanen. Itu adalah tulisan tangan Saila.
"Saila, kenapa kamu enggan mengaku di hadapanku? Kamu terus mengelak, bahkan mengganti topik jika aku membahas ikan guppy. Aku beneran nggak pantas 'ya sama kamu. Kamu terlalu bersinar, tapi aku rindu. Gimana?" ungkap Dikta bermonolog murung.
Demamnya perlahan terkikis oleh sukacita lantaran Saila adalah Nona Ikan Guppy. Dikta hanya tinggal menanti pengakuan gadis imut nan cerdas itu. Tapi … sampai kapan?
Tepat pukul sepuluh malam, smartphone Dikta berdenting tanda pesan masuk. Pucuk dicinta Guppy pun tiba. Gadis pintar yang dipuja oleh kalbunya hadir di tengah kegundahan, bagai membalas fantasi Dikta dengan lautan kasih.
"SEMESTA! ADA CHAT DARI SAILA!!!" geger Dikta yang otomatis melompat dan berjungkir balik di atas kasur.
Bersambung … 👑