Blurb :
Ling, seorang Raja Legendaris yang bisa membuat semua orang bergetar saat mendengar namanya. Tak hanya orang biasa, bahkan orang besar pun menghormatinya. Dia adalah pemimpin di Organisasi Tempur, organisasi terkuat di Kota Bayangan. Dengan kehebatannya, dia dapat melakukan apa saja. Seni beladiri? Oke! Ilmu penyembuhan? Oke! Ilmu bisnis? Oke!
Namun, eksperimen yang dia lakukan menyebabkan dirinya mati. Saat bangun, ternyata ia bereinkarnasi menjadi pria bodoh dan tidak berguna yang selalu dihina. Bahkan menjadi tertawaan adalah hal yang biasa.
Popularitas yang selama ini ia junjung tinggi, hancur begitu saja. Mampukah ia membangun kembali nama besarnya? Atau mungkin ia akan mendapat nama yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daratullaila 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Game
Bang!
Ponsel Liam jatuh karena kaget mendengar jawaban Ling. Menjilatnya? Apakah Ling perlu melakukan itu?
Ling sudah melampaui setiap anak keluarga besar yang ada di Kota Urban dengan kemampuannya. Mereka masih belajar dan meniti karir mereka. Namun diantara mereka Wuzhou dan Lu Yan lebih menonjol serta lebih berbakat. Mereka sudah sukses dengan prestasi dan dukungan keluarga.
Di sisi lain, Ling sudah melompat lebih jauh daripada Wuzhou. Ia bahkan mengalahkan Dewi Sin dalam hal ramuan.
Semua orang di Kota Urban memuji Wuzhou berbakat dan jenius. Jadi tak heran jika mereka menganggap Wuzhou sebagai masa depan kota itu. Namun apakah mereka tahu? Chen Ling yang mereka anggap sampah tak berguna, bahkan tak menganggap kejeniusan Wuzhou sebagai hal serius.
"Kau akan bermain game?" tanya Liam mengambil ponselnya yang jatuh. Ia duduk di samping Ling yang ada di depan komputer.
Kamar Ling penuh dengan berbagai jenis game. Semua game yang pernah dimainkannya, Ling memiliki semua. Bahkan ada beberapa yang Liam tak punya. Kamar ini luas dan rapi. Ruangannya membuat Wuzhou merasa hangat. Ia sedikit iri melihat Ling yang sangat dimanja oleh orang tuanya.
"Ya. Ayo kita bertarung," ucap Ling.
Liam terlihat bersemangat. Akhirnya Ling mengajaknya bermain dan bersantai. Selama ini mereka selalu serius dalam mengerjakan sesuatu. Dia juga berpikir jika dia akan menemani Ling membaca ratusan buku. "Ayo! Aku adalah ahli dalam hal ini," jawab Liam langsung menyalakan komputer di depannya.
"Jangan menangis kalau kau kalah," ejek Liam.
Ling tak menanggapi. Ia hanya fokus untuk bermain. Mereka bertarung dalam 3 ronde.
"Ah pasukanku!" Liam bergumam.
"Jangan, jangan!" ucap Liam lagi.
"Ling jangan bunuh semua pasukanku!" Liam memarahi Ling.
"Tidak!" teriak Liam saat dia sudah kalah telak. Tiga ronde dan dia kalah semua.
"Aku pikir bisa bersantai dan mengalahkanmu. Ternyata kau juga masih serius bahkan saat bermain game," Liam mengoceh kesal karena kekalahannya.
"Ini masih tingkat easy dan kau sudah kalah. Memang kau yang payah," jawab Ling mengejek Liam.
"Kau ...," geram Liam.
"Hahaha," Ling tertawa puas. Ia bisa merasakan lagi rasanya mengalahkan orang.
Liam tertegun melihat Ling tertawa. Baru kali ini ia melihat Ling tertawa lepas. Biasanya ia hanya melihat senyum sinis dan senyum malas Ling. Tidak lebih dari itu. Namun sekarang berbeda. Tawa Ling yang tidak dibuat-buat membuat wajahnya tambah tampan.
"Ayo main lagi. Aku bersumpah bisa mengalahkanmu," ucap Liam serius. Mereka kembali bermain.
Ronde pertama Liam kalah. Ronde kedua Liam kalah. Ronde ketiga Liam kalah. Ronde keempat Liam kalah. Ronde kelima Liam kalah. Mereka bermain selama satu jam dan Liam tak pernah menang sekalipun.
"Ling kau keterlaluan. Kau tak membiarkanku menang walau sekali," ucap Liam mengeluh.
"Ini sangat mudah. Kau harus terus berlatih," jawab Ling.
Tentu saja mudah. Aku dan rekanku dulu yang membuat game ini, batin Ling menahan senyumnya.
"Baiklah. Aku akan berlatih sungguh-sungguh agar bisa mengalahkanmu," Liam bertekad.
"Aku akan pulang. Ini sudah cukup malam," ucap Liam.
Ling mengantar Liam keluar kamar. Setelah itu Ling mengunci pintu dan duduk bersila untuk melanjutkan latihan. Ia menggenggam giok kunonya dan mulai konsentrasi. Dia masih ada di tingkat ke tujuh. Jika ada yang tahu dia naik dari tingkat ke dua ke tingkat ke tujuh dalam beberapa hari, orang itu akan batuk darah.
Dia masih belum bisa menembus tingkat ke delapan. Ia menggenggam liontin giok kunonya dan terus fokus. Ini adalah rahasia kekuatannya. Maka dari itu, dulu ia bisa menjadi Raja Legendaris di Organisasi Tempur. Bahkan orang besar di Kota Bayangan takut padanya.
Sayang sekali, ia tak sengaja bermain-main sampai mati.
"Mungkin butuh beberapa bulan," gumam Ling.
Ling bangkit dari duduknya. Ia mengambil beberapa buku untuk dibaca. Ia membaca di dekat jendela.
"Bahasa kuno ini cukup sulit," ucap Ling.
Ia kembali membaca bukunya dan fokus. Dia sudah mengingat banyak lambang kuno. Namun saat ingin membaca buku kuno tebalnya, ia belum bisa. Jadi ia mencoba membaca beberapa buku kuno yang mudah.
Setelah beberapa jam membaca, ia teringat sesuatu. "Besok materi apa?" tanyanya pada diri sendiri.
"Jika tadi ramuan, harusnya besok ekonomi atau latihan fisik," jawabnya sendiri.
"Lebih baik belajar ekonomi. Walau aku mengerti saat praktek, tapi aku bingung saat menjawab tes," ucap Ling. Dia mengembalikan buku kuno ke tempatnya. Setelah itu ia mengambil beberapa buku ekonomi dan bisnis. Ia membaca sampai larut malam.
*
Keesokan harinya.
Ling bangun pagi untuk jogging. Paman Qian yang melihat ini masih saja terkejut, walau Ling sudah biasa melakukan ini.
"Tuan Muda, sarapan sudah selesai," ucap Paman Qian saat melihat Ling sudah kembali.
Ling mengelap keringat dengan handuk. "Baiklah. Aku akan mandi sebentar dan bersiap-siap," jawab Ling.
Chen Qi dan Chen Lin sudah berada di meja makan. Mereka sudah berdiskusi untuk mengembalikan kartu dan saku dimensi Ling. Perkataan Liam tadi malam sudah mereka pastikan kebenarannya. Saat mendengar hal ini, mereka tak dapat membendung kebahagiaan mereka.
"Lin, cucuku menjadi yang terbaik. Dia berubah," ucap Chen Qi dengan ekspresi bahagia.
"Benar, Ayah. Putra kecilku sudah bisa membanggakan kita," jawab Chen Lin.
Langkah kaki Ling bergema di rumah itu. Ia segera duduk di meja makan, menghampiri ibu dan kakeknya. Ia heran melihat mata mereka berbinar.
"Selamat pagi Kakek dan Ibu," sapa Ling.
"Ya, selamat pagi," jawab Chen Qi.
"Selamat pagi putraku," jawab Chen Lin dengan senyum hangatnya.
Ling semakin heran melihat sifat dua orang di depannya. Biasanya mereka selalu tegas dan berwibawa. Sekarang mereka terlihat hangat dan penuh kasih sayang. "Ayo kita makan," ucap Ling mencoba mengalihkan perhatian.
Mereka makan makanan yang sudah disiapkan. Namun Ling hanya memilih makan roti dengan selai. Ia juga meminta jus buah kesukaannya. Sarapan di pagi hari mereka berjalan begitu damai.
"Aku pergi dulu," ucap Ling. Ia memakai tasnya dan bangkit dari kursi. Hari ini ia memakai kemeja dan jeans.
"Tunggu, Ling," ucap Chen Qi. Ia mengeluarkan kartu dan saku dimensi Ling.
"Aku akan mengembalikan ini padamu. Terimakasih karena sudah menjadi yang terbaik," ucap Chen Qi memberikan barang Ling.
Ling masih diam memandang barang di depannya. Barang itu tidak seberapa dengan apa yang dia punya. Namun ia bisa merasakan ketulusan dari orang yang memberikannya. Kehangatan ini membuatnya rindu dengan keluarganya di Kota Bayangan.
"Baiklah, Kakek. Aku tidak akan sungkan lagi," ucap Ling menerima kartu dan saku dimensi itu. Ia segera menyimpan ke dalam tasnya.
"Siang nanti perpustakaanmu akan penuh dengan buku," ucap Chen Qi yang hanya mendapat anggukan kepala dari Ling.
Ling pergi ke arena pelatihan dengan mobil Keluarga Chen.
sibuk mengurusi orang lain, mengabaikan orang yang mencintai nya yg melakukan apapun untuk dirinya, saya rasa MC termasuk dalam katagori ap normal
Ya,, orang iri memang susah untuk membuka mata dan hati.