NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Lemahku

Pembalasan Istri Lemahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Paksa / Tukar Pasangan
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Elmu

Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nemu Cowok

Mereka makan dalam diam. Dan seperti biasa, Aksa selesai lebih dulu. Tapi dia tidak beranjak. Melainkan tetap duduk di tempatnya.

Penampilan Laras nampak letih. Make up-nya bahkan sudah luntur. Menampakkan kulit polosannya. Cantik. Bahkan tanpa make up. Wajah berkeringat dengan rambut dicempol satu yang agak berantakan.

Sadar dengan pujiannya itu, Aksa membuang pandangan. Mengusap wajahnya, menyadarkan diri atas pujiannya barusan.

Laras sudah selesai. Meneguk air putihnya hingga tandas.

"Masih mau lanjut?"

Gadis itu mendongak. Mengernyitkan dahi. Maksud?

"Kalau sudah gak kuat, kamu bisa berhenti sekarang," ujar Aksa, serius.

Laras malah tertawa. "Berhenti? Gak ah. Baru aja mulai. Masak nyerah. Gitu doang mah, keciil." menunjuk pucuk jarinya.

"Oke. Terserah. Tapi jangan mengeluh kalau kecapekan."

"Tinggal minta pijit."

"Gak punya kenalan tukang pijat."

"Kan mintanya sama kamu," sahut Laras enteng. Aksa melotot.

"Haha. Canda doang. Mukanya gak usah gitu. Serius amat bapak satu ini. Haha."

Aksa mendengkus. Laras hanya menggodanya.

Setelah membuat Aksa kesal, dengan tanpa rasa bersalahnya, Laras beranjak. Memberesi piring-piring dan nampan ke troli. Mengelap meja dari sisa-sisa remah-remah yang tertinggal. Tak lupa menyemprotnya supaya tidak meninggalkan aroma yang tak diinginkan. Sementara Aksa tetap duduk di tempatnya. Mencuri kilat gerakan gadis itu. Membuang pandangan saat pandangannya hampir bersirobok. Dengan ponsel sebagai pengalihan.

"Semangat kerja lagi, pak boss," Laras mengacungkan tangannya dengan senyum lebarnya. Meski tak mendapat sahutan karna yang disemangati hanya menatapnya datar. Gak mau ambil pusing, Laras mendorong trolinya keluar.

.

.

Tak terasa, eh, kerasa diing ... pekerjaan yang melelahkan ini akhirnya selesai. Dengan segenap dramanya, tentu saja. Jam kerja berakhir, itu berarti waktunya pulang. Laras mengganti seragamnya ke ruang ganti. Lalu gegas ke basemant. Aksa menyuruhnya menunggu disana.

Laras menggerak-gerakkan kecil badannya. Pegal juga ternyata. Wajar saja, setelah terbangun dari koma, dia gak melakukan pekerjaan berat. Dan baru hari ini dia kembali bekerja berat. Ototnya pasti terkaget-kaget. Terbiasa diajak rebahan sih.

Sampai di basement, Laras celingak celinguk. Mobil Aksa gak ada.

"Masak dia udah pulang duluan, sih?" gumamnya, mengambil ponsel di tasnya. Mencoba menghubungi nomor Aksa. Tapi nomornya gak aktif.

"Ck. Malah ngilang. Gimana sih?" ungkapnya kesal.

Laras mencoba mencari di parkiran depan. Siapa tahu Aksa habis keluar dan gak sempat ke parkir ke basement-nya. Dia mengecek satu persatu kendaraan disana. Tapi, tetap saja gak ada mobil Aksa. Laras mulai kesal. Dengan mulut menggerutu, pindah ke halaman. Masih mencoba menghubungi Aksa. Kalau tetap gak ada jawaban, dia berencana memesan taksi online saja.

"Eh, lihat gak tadi? Pak Aksa sama mbak Lita, mesra banget ya. Sampek jalan aja rangkulan gitu."

Atensi Laras teralih. Ternyata dua manusia tadi.

"Kayaknya mereka mau kencan deh. Sampek pak Aksa ngerelain pulang cepet."

Dari suara yang sengaja dikeraskan, mereka sengaja memanas-manasi dirinya.

"Apa gue bilang ... Pak Aksa emang secinta itu sama mbak Lita. Lihat aja, effortnya bukan main-main. Tapi mereka cocok sih. Sama-sama berkelas," sambil melirik Laras, dan tertawa cekikikan. Bahkan, sampai mengendarai motorpun, masih sempatnya mereka melempar ejekan.

Laras menatap nomor Aksa, kesal. "Ngomong dong kalau mau kencan. Seenggaknya gue bisa pesen taksi dari tadi. Bukan malah nungguin gak jelas."

Dia gak cemburu. Tapi, ya bayangin lah, nungguin lama cuma buat ditinggal. Moodnya seketika buruk. Lebih buruk dari sekedar disuruh angkat galon.

Gak ada harapan kan? Laras melangkahkan kakinya. Mending dia pesen taksi.

"Laras!"

Langkahnya terhenti. Menoleh ke sumber panggilan.

"Mau pulang?"

Senyumnya terbit, melihat si pemanggil.

"Eh, iya, Ndre."

"Naik apa?"

"Em, mau pesen taksi nih," menunjukkan ponselnya yang tengah membuka aplikasi online.

"Belum jadi pesen, kan?"

"Ini, baru aja mau nyari yang cocok."

"Bareng aku aja."

"Hah?"

"Udah gelap. Bareng aku aja. Kebetulan aku sendiri."

"Eh, em ... Tapi ...."

"Ayo," menarik tangan Laras, membawanya ke parkiran.

"Cuma bawa helm satu sih. Tapi gak papa. Gak ada polisi."

Laras meringis kecil. Kok, dia gugup.

Andre menaiki motornya duluan.

"Ayo, naik," ujarnya, karna Laras tak kunjung naik, malah melamun.

Dengan ragu, Laras menaiki boncengan belakang. Gak papa, kan, naik motor sport tanpa helm? Gak papa lah, sesekali.

"Pegangan, ya. Gue ngebut soalnya."

Laras mengangguk. Memegang jaket Andre agak ragu. Tapi Andre menarik tangannya untuk memeluk pinggangnya.

"Sory, Ras. Tapi takut kamunya jatuh."

Serr ... Gitu doang hatinya berdesir.

.

.

Rumahmu dimana?

Laras sampai bingung menunjukkan alamat rumahnya. Takut Andre tahu kalau dia istri bossnya. Eh, Andre belum tahu beneran, kan?

"Gang depan, Ndre."

Jaga-jaga doang. Andre mengangguk.

Tepat di gang yang ditunjuk Laras, Andre menghentikan laju motornya.

"Rumahmu disini?" tanyanya, mengedar pandangan ke sekitar.

"Em, masih agak masuk sih, ke dalam."

"Aku antar sekalian aja, ya?"

"Eng ... Gak usah, Ndre. Disini aja."

"Beneran?"

"Iya." Turun dari motor Andre.

"Makasih, Ndre."

Andre mengangguk. "Kamu duluan aja, aku liatin."

"Eng ... Pulang aja gak papa."

"Gak papa. Aku mau mastiin kamu sampai di rumah dengan aman."

Waduh! Laras meringis. Ini Andre beneran gak tahu dia siapa gak sih? Apa cuma ngetes.

Andre tersenyum, mempersilakan dirinya pulang. Laras merutuk sepanjang langkahnya. Netranya melirik-lirik mencari tempat pelarian. Hingga ada gang kecil, dia membelokkan langkahnya. Bersembunyi di balik tembok. Mengintip.

Agak lama Andre menungguinya, sepertinya cowok itu benar-benar memastikannya aman. Barulah, setelah terdengar deru motor menjauh, Laras keluar. Mengela napas lega.

"Kayak maling aja gue," gumamnya.

Gadis itu memutar jalannya. Kembali ke jalan utama. Rumah Aksa masih agak jauh dari sini. Terpaksa dia jalan kaki.

.

.

Mobil Aksa belum ada di parkiran. Sepertinya pria itu belum kembali. Huh, padahal baru sehari ditinggal mama pulang, udah kumat selingkuhnya.

Lampu rumah sudah dinyalakan semua. Bi Imah memang berjaga sampai salah satu dari penghuni pulang. Barulah bi Imah berpamitan.

"Bibi buatin teh, non ...." tawar bi Imah saat Laras ke dapur. Dia haus.

"Gak usah, Bi. Lagi pengen air putih. Hehe," tolaknya halus.

"Aksa belum pulang, Bi?" tanyanya, setelah meneguk segelas air.

"Belum, non."

Belum pulang beneran ternyata. Betah amat pacarannya.

"Oh, ya, non. Bibi siapin makan malamnya, ya?"

"Nanti aja, Bi. Nanti aja sekalian nunggu Aksa pulang. Bibi pulang saja, istirahat," tolaknya, tersenyum.

"Kalau begitu, bibi pamit dulu, Non."

Laras mengangguk.

Tinggalah dia di rumah sendirian. Gadis itu menghembuskan napas panjang. Bermaksud kembali ke kamar, tapi ponselnya berdering.

"Dimana?"

Aksa. Laras menetralkan napasnya. Please, jangan ngamuk.

"Rumah."

Hening sejenak.

"Sory, ponselku tadi mati. Gak sempat mengabari."

"Hem." Dirinya gak sepenting itu untuk dapat kabar, kan? Lagian, sejak kapan orang yang lagi asyik kencan inget buat ngabarin.

"Aku tadi ada urusan dadakan. Mau ngabari malah ponselnya mati."

Laras tak menjawab. Lagian, berharap dia jawab apa?

"Aku lagi di jalan. Mau pesan sesuatu?"

Sudut bibirnya terangkat tipis. "Gak ada."

"Beneran? Mumpung banyak orang dagang ini."

"Gak ada," tekannya dengan nada lebih ketus.

"Oke. Aku pulang."

Terserah. Laras mematikan panggilan sepihak, sebelum Aksa yang memutuskan lebih dulu.

"Gayaan sok peduli. Lanjut aja pacarannya sampek pagi," gerutunya kesal. Lantas melanjutkan langkahnya kembali ke kamar. Tubuhnya lengket. Dia butuh berendam untuk merileks-kan badan dan otaknya yang mendidih.

1
kuncayang9
keren ih, idenya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!