Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Jangan sok tahu, Alana. Tetap berada di posisimu jangan pernah mau mencari tahu seperti apa pernikahanku dengan Silas!" Sungguh angkuh Bella mengatakannya, ia menatap benci kepada Alana yang malah terkekeh.
Kedua tangan Alana seakan bertepuk tangan, tapi tidak lama karna salah satu tangannya membuka area kancing bagian atas. Setiap kelakuan Alana terus diperhatikan mata Bella, ingin tahu apa yang mau dilakukan Alana sekarang.
"Disaat Silas meninggalkan jejek cinta diarea dadaku tadi... rasanya sungguh luar biasa." Ucap Alana menunjukkan area dadanya yang penuh bekas kemerahan. "Sayang sekali kau tidak pernah merasakannya, padahal aku ingin berbagi pengalaman denganmu." Sambungnya.
Seketika Bella langsung membuang pandangannya kearah samping, menahan rasa sakit didada. Mengalihkan perhatian menuju majalah yang sedang tren sekarang, berusaha mengabaikan Alana yang ingin mengusik.
"Lain kali terus rayu suamimu itu, tidak apa.. aku suka berbagi suami." Kata Alana, ia yakin jika Bella akan terusik kali ini.
Memang niat awal Bella adalah mengabaikan Alana tapi sungguh semua ini tidak bisa di toleransi lagi. Bella meletakkan majalah tersebut dimeja dengan sedikit kasar, dengan posisi tangan bersedekap didada menatap penuh permusuhan kepada Alana yang sibuk memasang setiap kancingnya kembali.
"Hubunganku dengan Silas tidak sesederhana yang seperti kau pikirkan, Alana. Aku dan Silas sudah terikat oleh perjanjian, yang berhak membatalkan pernikahan ini hanya aku saja."
"Kalau begitu kenapa tidak kau batalkan segera, Bella? Silas tidak pria baik seperti yang kau nilai, berhenti bersikap_"
"Tidak, Alana, Tidak..." Bella membantah Alana, ia bangkit dari duduknya begitu pula Alana juga melakukan hal yang sama. "Silas adalah pria baik yang pernah aku temui, terimakasih sudah membuat Silas tetap tidak menagih perjanjian kami."
Kedua alis Alana mengkerut karena tidak mengerti apa yang Bella katakan. "Aku tidak bisa hidup tanpa Silas, teruslah berusaha membuat dia muak hingga pernikahan kami tidak akan pernah berakhir nanti." Jelas Bella, meskipun penjelasannya tidak ada yang bisa membuat Alana mengerti.
Alana ingin mendapatkan penjelasan lagi tapi Bella sudah berlari pergi seakan sengaja menghindar. Tentu saja Alana tidak tinggal diam, ia ingin mengejar tapi melihat Silas yang baru saja masuk dari area pintu halaman samping.
"Alana, kau meninggalkan ponselmu.." Suara Silas menggema diseluruh ruangan, suara barinton yang selalu membuat Alana lemah seketika.
Silas sudah berada di dekat Alana, ia heran karena Alana terus melihat kearah tangga dimana Bella masih terlihat dikejauhan sana.
"Kau berkelahi dengan Bella? Atau dia mengatakan hal yang menyakitkan padamu?" Tanya Silas sembari memegang tangan Alana tapi segera ditepis.
"Jangan sentuh aku!" Alana merebut ponselnya begitu saja lalu pergi menuju kamarnya yang berada di lantai bawah.
Kedua tangan Silas berkacak pinggang menatap kepergian Alana secara sepihak itu. Pikirannya melayang jauh tentang posisi saat ini, tidak mungkin terus mempertahankan Alana disaat memiliki Bella sebagai istri.
"Aku harus menyakinkan Alana agar dia setuju aku menceraikan Bella. Aku ingin hanya Alana, satu-satunya istri yang ku miliki." Gumam Silas didalam hati memikirkan semua keadaan yang terjadi.
"Pelayan!" Silas duduk sambil menunggu kedatangan pelayan, ingin memerintahkan sesuatu yang baru. Tidak berapa lama pelayan datang menuju Silas, menunduk hormat sembari menunjukkan kepatuhannya.
"Ada apa, Tuan?"
"Dengarkan aku, mulai sekarang.. Alana adalah nyonya besar di Mansion ini, setiap perintah dia sama dengan perintahku. Kalian harus lebih mematuhi Alana, mengerti?"
Para pelayan saling pandang satu sama lain, mereka mengira jika Alana adalah pelakor yang menganggu keluarga Silas dengan Bella. Lalu kenapa harus menghormati wanita kejam seperti itu.
"Baik, Tuan!" Jawab mereka serentak meskipun hati tidak rela, bagaimanapun mereka menyayangi Bella sebagai majikan terbaik.
~
Disisi lain Alana masuk kedalam kamar tidak lupa menguncinya agar Silas tidak masuk lagi. Tubuh Alana terasa lelah sekali mungkin akibat terus digempur Silas tanpa ampun.
"Siapa sangka pria tua itu sangat ganas dalam hal ranjang, huh!" Alana merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur berharap segera tertidur.
Tidak akan ada hal yang menyemangati bisa membuat Alana rela didalam posisi ini. Ia memikirkan keluarga tercinta, apakah akan tetap dirahasiakan seperti ini.
"Maafkan aku, Ma.. aku telah menjadi perusak rumah tangga orang, maafkan Alana.." Mulut Alana terus meracau sampai pada akhirnya tertidur pulas dalam posisi terlentang.
Besok Alana tetap bekerja sebagai sekretaris pribadi di Perusahaan Silas. Hari-hari Alana masih seperti biasa hanya saja status sepihak ini benar-benar sangat menyiksa dirinya.
•5 Jam kemudian...
Alana terlalu pulas tertidur hingga tidak menyadari jika sudah malam, terbangun karena ada suara yang mengetuk pintu. Tubuh Alana tersentak kaget karena niat awalnya tadi hanya ingin tidur sebentar saja.
"Iya, sebentar.." Alana menggeliat untuk meregangkan ototnya yang terasa kaku.
Pintu terus saja diketuk secara terburu-buru terdengar tidak sopan sebenarnya tapi Alana berusaha untuk tetap santai saja. Perlahan Alana membuka knop pintu, ia terkejut melihat pelayan yang ternyata mengetuk pintu dengan cara kasar seperti itu.
"Nyonya harus makan malam bersama dimeja makan, ini perintah Tuan Silas." Ucap pelayan tersebut, menatap tidak suka Alana yang masih sangat berantakan karena baru saja bangun tidur.
Rambut panjang Alana masih seperti singa, tidak ada rapih sedikitpun. "Katakan kepada Tuanmu, aku tidak makan malam. Sedang diet, katakan saja seperti itu." Alana malas harus berkumpul dengan keluarga bahagia itu lagi.
Pelayan juga tidak ada protes apapun, hanya mengangguk mengerti lalu pergi meninggalkan Alana. Kembali Alana menutup pintu, menyandarkan tubuhnya pada pintu kamar sembari memikirkan semuanya.
"Sampai kapan aku terus dibawah kuasa Silas begini, Tuhan.."
Alana merutuki kecerobohannya yang sempat mabuk mengakibatkan penderitaan seperti ini. Rasanya Alana lebih baik menghabiskan malam dengan pria lain saja waktu itu dari pada dengan Silas yang sangat egois.
"Alana, buka pintunya!" Teriak seseorang, sudah pasti Silas pelakunya.
"Huh, datang lagi tu orang.." Alana tetap mengabaikan, ia bangkit untuk mengambil handuk didalam koper miliknya yang belum di tata didalam lemari.
"Ana, buka pintunya!" Silas terus menggedor pintu tetap saja Alana abaikan, ia merasa kehabisan energi untuk menghadapi Silas lagi. "Alana Jegger!" Ketepatan pada saat itu pintu kamar Silas dobrak sampai membuat Alana terkejut.