Terdengar suara 'sah' menyeruak ke dalam gendang telinga, seolah menyadarkan aku untuk kembali ke dunia nyata.
Hari ini, aku sah dipersunting oleh seorang Aleandro. Pria dingin dengan sejuta pesona. Pria beristri yang dengan sengaja menjadikan aku sebagai istri kedua.
Istri pertamanya, Michelle bahkan tersenyum manis dan langsung memelukku.
Aneh, kenapa tidak terbersit rasa cemburu di hatinya? Aku kan madunya?
Tanya itu hanya tersimpan dalam hatiku tanpa terucap sepatahpun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Urgen
Dalam perjalanan, kontraksi yang dirasakan Andine semakin sering.
Andine mencengkeram erat tangan bibi.
"Bi, kapan sampai? Sakit banget," rintih Andine membuat tuan Pollin tak tega.
"Pak, tolong dipercepat. Kasihan menantuku," seru tuan Pollin.
"Ba... Baik tuan," jawab sopir grogi. Jelas saja grogi. Tatapan tajam tuan besar tertuju langsung ke arahnya.
"Kamu yang tenang dong, jangan gugup," tukas tuan Pollin menambah kegugupan sopir.
Tuan Pollin mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil.
Tak sengaja tuan Pollin melihat dua mobil yang sedari tadi terus membuntuti. Instingnya mengatakan bakalan terjadi sesuatu.
"Pak, ikuti saja mobil yang di depan itu," perintah tuan Pollin.
"Baik tuan," dan benar saja, kedua mobil di belakang terus mengikuti laju mobil tuan Pollin.
"Ada yang mau ngajak main ini," tuan Pollin merileks kan jari-jari tangannya.
"Pah, apa masih lama?" rintih Andine, seketika mengingatkan tuan Pollin agar segera sampai rumah sakit karena ada menantu yang akan melahirkan.
"Oke.... Oke....," tuan Pollin menelpon seseorang.
Tut... Tut.....
...........
"Alihkan perhatian dua mobil di belakang!" perintah tuan Pollin.
Keempat mobil yang mengiringi mobil tuan besar mulai berpencar, untuk mengecoh perhatian keduanya.
"Ada yang mau main-main sama keluarga Pollin ternyata," gumam tuan besar.
Andine di belakang sudah bermandikan peluh.
"Sakit biiiiii.....," Andine meringis menahan sakitnya kontraksi.
"Sabar nyonya, bentar lagi kita sampai," hibur bibi.
"Bibi jangan bohong, dari tadi kita muter-muter di jalan ini," kata Andine sembari meringis.
"Eh iya ya Nyonya. Maaf, bibi nggak hafal jalan," ulas bibi menanggapi.
"Pak, cepetan. Sudah nggak tahan ini, perutku mules banget," hardik Andine dengan nada tinggi, kesal karena berasa lama di jalan.
Dor.... Dor.... Terdengar tembakan di luar mobil.
"Ya Tuhan, apalagi ini?" gumam Andine.
"Kalian menunduklah! Ada yang mau bermain dengan kita," kata tuan Pollin tegas. Meski berumur, tuan Pollin terlihat tenang menghadapi situasi berbahaya ini.
Tuan Pollin mengeluarkan sesuatu dari balik baju. Semua yang ada dalam mobil sampai begidik ngeri.
"Arahkan ke pusat kota! Kita lihat apa mereka berani melakukannya," perintah tuan Pollin.
"Tapi tuan, keadaan nyonya muda," tukas bibi. Wajah pias Andine membuat bibi semakin cemas.
"Cepat! Jangan buang waktu lagi. Ikuti saja perintahku!" tegas tuan besar pada sopir yang ada di sampingnya.
Tuan Pollin harus memikirkan keselamatan Andine dan calon cucunya.
"Tu... Tuan besar, nyonya muda pingsan," kata bibi gugup.
"Shiiittt... Mereka masih mengikuti kita," ujar tuan Pollin dengan tatapan bagai elang menunggu mangsa. Tuan Pollin harus bersikap tenang.
"Belok kanan di depan," kata tuan Pollin. Tuan Pollin hafal betul dengan medan yang dilewati saat ini.
Mobil dibelokkan mendadak oleh sopir yang mulai terbiasa dengan teriakan tuan besar dalam memberi komando.
Dua mobil yang mengikuti pasti tak mengira jika mobil yang dikendarai tuan Pollin belok mendadak.
Tuan Pollin menyeringai keji.
"Gang depan, belok kiri. Kita lewat jalan itu saja. Tak mungkin mereka berani berbuat ulah di pemukiman padat," kata tuan Pollin.
Tak ada lagi yang mengikuti.
"Tu... Tuan besar," panggil bibi sambil menggoyang-goyangkan badan Andine untuk membuat Andine tersadar.
"Aarrggghhhh... Sakit bi," ucap Andine lirih.
"Keluar gang, belok kiri. Itu rumah sakitnya," kata tuan Pollin.
Sopir mengikuti apa kata tuan Pollin. Dan benar yang dikatakan olehnya, keluar gang belok kiri nampak rumah sakit besar yang dituju oleh mereka.
.
Sementara Aleandro berjalan mondar mandir menunggu kedatangan sang istri yang dirasa lama.
Menghubungi ponsel Andine beberapa kali tapi tak terkoneksi.
"Hhhmmm aku hubungi pengawal saja,"
Tut... Tut....
"Maaf tuan, kami sedang menghalau pengganggu sampah. Mereka membawa senjata api. Tuan besar saat ini bersama dengan nyonya Andine," beritahu pengawal membuat Aleandro kaget.
"Dua mobil sudah berhasil kita hentikan, masih ada dua mobil lagi yang mengejar mobil nyonya," lanjut pengawal memberi laporan.
Netra Aleandro mendelik tajam.
"Martin, Jerome ada kendala di jalan," ucap Aleandro.
"Uncle pasti bisa mengatasi. Meski sudah tua, kurasa uncle Pollin lebih jago di bidang ini," bahas Jerome.
Aleandro menghubungi papa nya.
"Halo, tunggu di lobi IGD. Dasar suami tak siaga...bla...bla....," omel tuan Pollin pada Aleandro.
Aleandro berlari menuju ruangan IGD.
Tak lama suara derit rem mobil berpacu di atas lantai lobi IGD.
Aleandro menyambutnya.
Aleandro kaget melihat kondisi istrinya yang lemas.
Secepat kilat, Aleandro menggendong Andine dan dibawa masuk.
Beberapa petugas medis menyambut, dan segera melakukan pemeriksaan.
Andine menahan lengan Aleandro yang nampak mengeluarkan air mata. Tak tega melihat kondisi Andine yang bertaruh nyawa demi calon anaknya.
Andine menggeleng lemah, tak ingin Aleandro menangis. Andine butuh penguatan dari suami nya saat ini.
"Gimana kondisi istri saya dok?" tanya pemilik rumah sakit itu pada dokter yang menangani istrinya.
"Ibu dan janin saat ini dalam kondisi baik tuan, pembukaan sudah delapan. Tapi nyonya Andine memerlukan tindakan karena posisi janin yang tidak pas atau biasa kita sebut malposisi," jelas sang dokter.
"Istrimu butuh operasi Ale," sela Jerome.
Aleandro mengusap wajahnya kasar. Hal yang terjadi hari ini semuanya serba mendadak.
Tuan Pollin menepuk bahu putra semata wayangnya untuk menguatkan.
"Andine pasti kuat," kata tuan Pollin.
Ponsel Martin berdering, "Halo," sapa Martin.
..........
"Oke, selesaikan semuanya. Jangan biarkan mereka kabur," bahas Martin sekaligus memberi perintah.
"Pelaku sudah diamankan di markas kita tuan," beritahu Martin kepada Aleandro.
Jauh sebelum Andine sampai rumah sakit, Aleandro sudah memberi perintah untuk menambah pengawalan sang istri. Apalagi ditambah ada masalah dengan perusahaan. Keselamatan anggota keluarga adalah yang utama.
Panggilan dari staf medis membuat Aleandro mengabaikan laporan dari Martin, fokus Aleandro kini beralih untuk Andine semata
"Ruang operasi sudah siap tuan. Nyonya Andine akan segera dipindahkan. Dokter Jerome menunggu di sana," beritahu dokter jaga dengan sopan.
"Hhhmmm," Aleandro ikut mengiringi sang istri yang didorong di atas brankar rumah sakit. Cengkeraman tangan sang istri terasa kuat di lengan Aleandro.
"Kamu kuat sayang, kita berjuang bersama ya," Aleandro mengusap puncak kepala sang istri dan mengecupnya.
Andine didorong masuk ke ruang operasi.
Aleandro mondar mandir dengan bibir terus melafalkan doa, demi keselamatan sang istri dan calon bayinya.
"Ale, masuklah!" suruh Jerome dari ruang operasi. Bahkan dokter tampan itu telah berganti baju khusus ruang operasi.
"Come on! Apa tak ingin menemani istri kamu? Gimana kalau aku saja yang menemani?" goda Jerome yang masih sempat bercanda di tengah kepanikan Aleandro.
"Mau kuhajar kamu," balas Aleandro kesal.
"Ganti baju sana," hardik Jerome agar Aleandro segera bersiap.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Posisi masih berproses untuk menuju penilaian bab terbaik... Kali aja lolos ya guyssss 😊🤗
Apa tanggapan kalian? Tulis ya di komen
Tetap semangat meski terpantau yang kasih bintang lima tak bertambah, like komen dan vote juga biasa ajah.... Apalagi hadiah, sampai episode ini juga belum mencapai 1000
Dibikin happy ajah...🤟🏻
yup perlu banget Andien diperkenalkan