SECOND WIFE

SECOND WIFE

Pernikahan

"Saya terima nikahnya Andine Sadiqah bla...bla.... dengan mas kawin tersebut dibayar tunai....," suara Aleandro menggema di seluruh ruangan masjid yang terletak di samping rumahku.

"Sah... Sah...," suara itu saling sahut, menguatkan apa yang telah diikrarkan oleh pria tadi.

Aku yang berada di ruangan lain, tersadar setelah ditepuk bahuku oleh salah satu keluarga dekatku.

"Sambut suami kamu Andine," katanya.

"Suami?" ucapku melongo.

"Iya, suami kamu," serunya menandaskan.

Dengan diantar olehnya aku bergerak maju untuk mendekat ke arah pria yang telah sah menjadi suamiku.

Di belakangnya nampak seorang wanita cantik nan anggun tersenyum ke arahku.

Wanita yang baru aku kenal kemarin, yang merupakan istri pertama dari pria yang kini telah menjadi suamiku juga.

Tak ada sambutan dan senyuman hangat dari sosok pria itu. Jangankan memeluk, senyum saja menjadi hal yang mahal buatnya.

'Bisa-bisanya aku menikah dengan pria balok es seperti ini? Salahkah keputusan ku ini? Maafkan anakmu bu, aku melakukan karena terpaksa. Hiks,'' sesalku dalam benak.

"Kita pulang!" katanya singkat.

Entah siapa yang diajak olehnya?

Istri pertamanya, atau aku pun diajak serta.

Tak ada kata yang diucapkan lagi. Dia pergi begitu saja, dan menjauh dari posisiku berdiri.

Tak ada acara salim ataupun kecupan kening seperti pasangan yang barusan menikah pada umumnya.

Aku berdiri mematung.

"Nona Andine, anda ditunggu tuan muda di mobil," sapa pria yang sepertinya pantas untuk dipanggil bapak olehku.

"I... I... Iya," jawabku gugup.

Tak ada kata pamitan dariku untuk keluarga dan tetanggaku.

Ibuku sendiri saat ini tengah berjuang di rumah sakit sekarang.

Itulah yang menjadi alasan utamaku untuk menerima tawaran gila dari pria dingin itu untuk menjadi pabrik pembuat anak untuk dia dan istrinya.

.

Aku terpana saat memasuki rumah mewah itu, jiwa miskinku tentu saja meronta.

"Tundukkan pandanganmu!" sambut Michelle ketus. Bertolak belakang dengan sikapnya saat akad nikah tadi.

"Jangan sombong! Dan ingat, statusmu di sini sebagai apa!" tandasnya. Aku hanya bisa mengangguk pasrah.

"Besok kita akan membawamu ke rumah sakit. Semakin cepat dilakukan, akan semakin baik," celotehnya tanpa mau dibantah.

Tanpa menunggu jawabanku, sebuah amplop tebal hampir mengenai wajahku.

"Itu uang yang kita janjikan sebelumnya," sambung Michelle.

Sementara Aleandro hanya diam tanpa menyela.

Toh tak ada ruginya bagi dia. Anggap Aleandro.

Meski menikah, dirinya tak akan sekalipun menyentuh wanita yang telah sah menjadi istri keduanya.

Mereka berdua hanya membutuhkan rahim wanita yang kini duduk menunduk di hadapannya.

"Baik nyonya, terima kasih," aku meraih amplop yang mendarat manis di depanku.

Biarlah, mau dianggap cewek matre pun aku tak peduli.

"Tapi... Bolehkah saya ijin hari ini? Saya mau ke rumah sakit, menunggu ibu di sana," kataku perlahan.

"No, selama terikat kontrak dengan kita. Tak akan kuijinkan kamu keluyuran semaunya," tolak Michelle.

Wanita cantik ini sepertinya tak ingin aku mengingkari perjanjian.

"Kenapa nggak boleh nyonya? Tak ada kewajiban saya harus tinggal di sini bukan?" seruku.

"Karena hari ini aku akan menambah pasal perjanjian kita, bahwa kamu tak boleh keluar dari rumah tanpa seijin kami. Iya kan sayang?" ucap Michelle sambil menggelayut manja di lengan sang suami.

"Makanya sekarang saya ijin dengan anda nyonya. Saya musti pamit ke ibu, agar ibu tak mencari. Dan uang yang anda berikan akan langsung saya bayarkan ke rumah sakit," ucapku.

"Biarkan saja sayang. Toh ada sopir dan pengawal. Tak akan kubiarkan dia melarikan diri," suara pria itu pun terdengar.

"Oh iya ya," sambut sang istri terkekeh.

Bibir mereka saling bertaut tanpa perduli jika aku masih duduk di hadapan mereka.

'Iishhhhh, mereka tak tau malu sekali. Aku aja risih melihatnya,' hatiku ngedumel.

'Apa peduliku, toh mereka pasangan suami istri,' batinku terkekeh.

Aku beranjak karena tak ingin melihat adegan mereka selanjutnya.

"Eh, mau kemana kamu? Emang sudah tahu kamar kamu di mana? Jangan harap dapat kamar mewah ya, meski sudah menikah dengan suamiku," ucap Michelle.

Ingin rasanya meremas tuh bibir.

'Sabar.... Sabar... Kontrakmu hanya tinggal 364 hari lagi,' rutuk Andine dalam hati.

Andine dan Aleandro terikat kontrak selama setahun.

"Mari saya antar anda ke kamar nyonya," seorang asisten rumah tangga menghampiri Andine yang belum beranjak dari tempatnya semula.

"Tunggu apalagi, pergi sana!" kata Michelle seolah mengusir keberadaan Andine.

Andine melangkah mengikuti wanita setengah tua itu.

"Ini kamar anda nyonya," tunjuknya ke sebuah kamar yang ada di pojok.

"Panggil Andine saja," pinta Andine.

"Jangan nyonya. Saya tak mau dipecat hanya karena memanggil nama anda," tolaknya halus.

Andine menghela nafas.

'Padahal status kita sama bi...,' pikir Andine tanpa menyangkal lagi.

Sesuai niat awal, Andine pergi ke rumah sakit dengan diantar sopir dan beberapa pengawal.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Mencoba berkarya lagi setelah hiatusss lamaaaaaa.

Semoga bisa diterima oleh readers semua.

Terlalu sayang untuk berpindah ke platform lain, karena terlalu sayang dengan aplikasi ini.. Heleh...🥰🥰🥰

Padahal karena tak mau mulai dari awal lagi... He... He....

Terpopuler

Comments

Sri Astuti

Sri Astuti

Selamat bertemu lagi.. selalu saja orang yg berlebih duit menghina yg tak punya krn mrk tak sadar akan kekurangannya seolah dunia bs dibeli ppake uang mrk

2024-11-21

3

Bos Genk

Bos Genk

hadiirrrrr

2024-11-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!