NovelToon NovelToon
Dr.Amelia: The White Coat Hero

Dr.Amelia: The White Coat Hero

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Dokter Genius / Wanita Karir / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Fantasi Wanita / Careerlit
Popularitas:661
Nilai: 5
Nama Author: nurul natasya syafika

sinopsis Amelia, seorang dokter muda yang penuh semangat, terjebak dalam konspirasi gelap di dunia medis. Amelia berjuang untuk mengungkap kebenaran, melindungi pasien-pasiennya, dan mengalahkan kekuatan korup di balik industri medis. Amelia bertekad untuk membawa keadilan, meskipun risiko yang dihadapinya semakin besar. Namun, ia harus memilih antara melawan sistem atau melanjutkan hidupnya sebagai simbol keberanian dalam dunia yang gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurul natasya syafika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langkah Pertama Menuju Harapan - Bahagian 1: Awal Musibah

Yanti, seorang ibu rumah tangga yang ceria dan penuh semangat, menjalani sore itu seperti biasa. Ia sedang sibuk di dapur, mempersiapkan makan malam favorit keluarganya.

Bau harum tumisan bawang menyebar ke seluruh rumah, membuat anak bungsunya, Rina, yang sedang bermain di ruang tamu, mengerutkan hidung dan berseru bahwa baunya terlalu menyengat.

Yanti hanya tersenyum dan membalas, “Kalau besar nanti, kamu juga harus bantu Ibu di dapur, ya!”

Namun, suasana hangat itu berubah drastis ketika Yanti tiba-tiba merasa pusing yang teramat sangat. Tangannya, yang tengah menggenggam spatula, mendadak melemah.

Dalam hitungan detik, tubuhnya goyah, dan ia jatuh ke lantai. Piring yang baru saja ia cuci berserakan di lantai, memecahkan keheningan yang sempat tercipta.

Rina, yang mendengar suara itu, langsung berlari ke dapur dan menemukan ibunya tergeletak di lantai dengan tatapan kosong.Wajah Yanti menegang, sementara mulutnya tampak bergerak, tapi tak ada kata-kata yang keluar.

Rina memanggil ayahnya dengan panik, suaranya nyaris histeris. “Ayah! Ibu jatuh! Ibu jatuh!”

Pak Anton langsung berlari ke dapur, mendapati istrinya dalam kondisi yang belum pernah ia bayangkan.

Ia mencoba berbicara pada Yanti, mengguncang bahunya perlahan, tapi tidak ada respons. Ia segera menghubungi ambulans, suaranya bergetar saat menjelaskan kondisi istrinya.

......................

Ambulans tiba dengan cepat. Pak Anton terus menggenggam tangan Yanti sepanjang perjalanan, meskipun tangannya terasa dingin dan kaku.

Setibanya di rumah sakit, Yanti langsung dibawa ke ruang gawat darurat, sementara Pak Anton diminta menunggu di luar. Wajahnya penuh kecemasan, matanya tak pernah lepas dari pintu ruang itu.

Setelah beberapa waktu yang terasa seperti berjam-jam, seorang dokter keluar. Wajahnya serius, penuh beban, seperti sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. “Pak Anton, kami telah memeriksa kondisi istri Anda. Beliau mengalami stroke yang cukup parah, menyebabkan kelumpuhan di separuh tubuhnya, terutama sisi kiri.”

Pak Anton terdiam, seperti terpukul keras oleh kabar itu. “Stroke?” gumamnya, hampir tidak percaya. “Tapi... tadi pagi dia masih baik-baik saja. Bagaimana ini bisa terjadi, Dok?”

Sang dokter menjelaskan, dengan nada lembut tapi tegas, bahwa stroke sering kali datang tiba-tiba, terutama jika ada faktor risiko seperti tekanan darah tinggi. “Kami sudah melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisinya,” tambahnya, “Tapi fase pemulihan akan sangat bergantung pada rehabilitasi dan dukungan keluarga.”

Pak Anton hanya mengangguk, meskipun jelas sekali ia masih belum sepenuhnya memahami apa yang baru saja terjadi. Amelia, yang bertugas malam itu, berdiri di samping dokter. Ia mengamati Pak Anton, lalu berkata dengan nada yang menenangkan, “Kami di sini untuk membantu, Pak Anton. Ini memang situasi yang sulit, tapi dengan kesabaran dan usaha bersama, kita bisa melewati ini.”

Pak Anton menghela napas panjang. “Dia wanita yang kuat,” katanya pelan. “Tapi... bagaimana saya bisa memberitahu dia soal ini? Bagaimana dia bisa menerima kenyataan bahwa dia...” Ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Amelia menyentuh lengan Pak Anton dengan lembut. “Satu langkah kecil saja, Pak. Yang terpenting adalah memberi semangat pada beliau. Itu langkah pertama yang harus kita lakukan.”

......................

Di Kamar Rawat

Ketika Yanti mulai sadar di kamar rawat, ia merasakan tubuhnya sangat berat. Ia mencoba mengangkat tangan kirinya, tapi tidak ada respons. Ia mencoba berbicara, tapi suara yang keluar terdengar berat dan tak jelas. Rasa panik mulai menyelimuti dirinya. Yanti menangis. Air matanya mengalir tanpa henti saat Amelia masuk ke kamar.

Amelia mendekati tempat tidur dan menenangkan Yanti. Ia duduk di kursi di samping ranjang, menggenggam tangan Yanti yang tidak lumpuh. “Bu Yanti, saya tahu ini berat. Tapi kondisi ini tidak berarti akhir segalanya. Kita akan mencari cara agar Ibu bisa membaik.”

Namun, tangisan Yanti justru semakin keras. Dengan suara terbata-bata, ia berkata, “Kenapa saya? Apa salah saya? Saya tidak mau hidup seperti ini... Saya tidak mau jadi beban...”

Pak Anton, yang berada di sudut ruangan, mencoba menenangkan istrinya. Ia mendekat, menggenggam tangan Yanti, dan berkata, “Kita akan melewati ini bersama, Yanti. Aku janji.” Namun, ia tak dapat menyembunyikan suara bergetar yang penuh ketakutan.

Amelia menatap Yanti dengan penuh pengertian. “Bu Yanti, saya tahu ini tidak adil. Tapi setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini adalah bagian dari perjalanan menuju pemulihan. Kami ada di sini untuk membantu, tapi Ibu juga harus percaya bahwa pemulihan itu mungkin.”

Yanti menggelengkan kepalanya dengan lemah. “Tidak mungkin... saya tidak akan pernah kembali seperti dulu...”

Amelia menarik napas dalam-dalam, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. “Memang mungkin Ibu tidak akan kembali seperti dulu. Tapi apa pun yang terjadi, kami akan membantu Ibu menemukan versi terbaik dari Ibu yang baru. Yang terpenting, kita coba dulu, ya?”

......................

Setelah mendengar penjelasan dokter, keluarga Yanti mulai merasa terguncang. Andi, anak laki-laki tertua, tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. “Kalau Ibu tidak bisa jalan lagi, bagaimana kita akan menjalani hidup? Siapa yang akan mengurus rumah?” tanyanya kepada Pak Anton, suaranya mencerminkan kebingungan dan frustrasi.

Sari, anak kedua, langsung menegur Andi. “Andi, jangan bicara seperti itu! Ibu sedang sakit! Kita harus mendukungnya!”

Pak Anton memandang kedua anaknya dengan tatapan tegas. “Kalian berdua dengar baik-baik. Ini bukan saatnya menyalahkan keadaan. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana kita bisa mendukung Ibu kalian. Tidak ada yang boleh menyerah.”

Namun, jauh di dalam hatinya, Pak Anton merasa takut. Beban tanggung jawab yang kini ia pikul terasa begitu berat, dan ia tak tahu harus mulai dari mana.

......................

Amelia memutuskan untuk berbicara lebih dalam dengan Pak Anton di lorong rumah sakit. Ia tahu keluarga ini perlu penguatan, sama seperti Yanti. “Pak Anton, saya tahu ini tidak mudah,” katanya pelan. “Tapi Bu Yanti membutuhkan dukungan penuh dari keluarga. Pemulihan stroke bukan perjalanan yang singkat. Ini membutuhkan waktu dan kesabaran.”

Pak Anton mengangguk. “Saya akan mencoba. Tapi dia terlihat sangat putus asa. Bagaimana saya bisa membangkitkan semangatnya kalau saya sendiri merasa lemah?”

Amelia tersenyum kecil. “Terkadang, semangat itu bisa dimulai dari hal-hal kecil. Kita hanya perlu menunjukkan bahwa kita tidak akan meninggalkan beliau.”

Amelia kemudian kembali menemui Yanti di kamar rawat. Ia duduk lagi di samping ranjang dan berkata dengan lembut, “Bu Yanti, langkah pertama itu selalu yang paling sulit. Tapi saya janji, saya akan ada di sini untuk membantu Ibu mengambil langkah kecil itu.”

Yanti terdiam cukup lama. Matanya penuh dengan air mata, tapi kali ini ia mengangguk pelan. Dengan suara yang hampir tak terdengar, ia berkata, “Baiklah... kalau pun saya mencoba, tolong jangan tinggalkan saya.”

Amelia menggenggam tangan Yanti lebih erat. “Saya janji, Bu. Kita akan melewati ini bersama-sama.”

Pak Anton dan anak-anak mereka berdiri di dekat Yanti, memberikan dukungan dengan cara mereka masing-masing. Meski suasana masih diliputi kesedihan, secercah harapan mulai terlihat di mata semua orang.

1
ahyuun.e
mohon maaf ya ini thor, ini Doktor apa dokter ya? penulisan gelar dokter itu dr. penulisan Dr. itu untuk gelar doktoral atau lulusan s3 jdi mana yg bner ini? tolong di perjelas klo gak tau istilah nama" gelar mending sebutin aja lengkapnya dokter gitu gak usah mke istilah ketimbang salah 🙏🏻
ahyuun.e: sama-sama thor, terus berkarya thor. untuk penulisan gelar depan emang se krusial itu ya thor, kalau salah penulisan jdinya juga salah penyebutan hehe mohon untuk di koreksi kembali apalgi masuk ke judul besar 🙏🏻
Syasmile: haloo makasih sarannya sebelumnya, saya juga ga terlalu merhatiin ini sebelumnya nanti bakal di perbaiki lgi
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!