Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 33
" Lo beneran oke kan Han. Gue beneran minta maaf karena nggak bisa nengokin lo barang sebentar aja. Terus soal rumor itu gimana? Katanya lo jadi pemarah?"
" Gue baik Sim. Hahah ya itu bener. Ya gue lumayan hilang kendali selama beberapa bulan. Tapi sekarang gue udah baik-baik aja."
Hasim menghela nafasnya dengan sangat panjang. Bisa Han lihat Hasim seperti sedang gelisah dan frustasi. Dia paham, pasti itu gara-gara istrinya. Kondisi sang istri yang satu pun tidak ada yang tahu di rumah sakit itu kecuali Han.
" Lo beneran nggak mau bawa dia ke RSJ aja. Ada rumah sakit yang masih rekanan sama RSMH, tempatnya juga enak karena di daerah puncak. Itu lho Rumah Sakit Van Winkler, disana kan ngerawat orang depresi juga."
" Gue nggak bisa ngirim istri gue sendirian Han. Kalau iya emang dia harus ke sana, gue bakalan ikut serta. Dan ini yang gue bingungin. Gue mau resign sebenarnya. Tapi malah lo kena musibah."
Doeeeng
Han tersentak, dia tidak menyangka bahwa Hasim memiliki pemikiran begitu. Posisi Hasim saat ini bukanlah posisi yang rendah, dia wakil pimpinan dimana banyak yang menginginkannya. Tapi dia seperti mudah sekali melepaskan posisi itu untuk istrinya.
Apa itu yang namanya rasa cinta? Entahlah, Han tidak mengerti. Sepintas dia menganggap bahwa pemikiran Hasim adalah kebodohan. Tapi melihat Hasim yang sangat serius itu membuat Han berpikir lain. Dia memaklumi keinginan sang teman.
" Kalau itu keputusanmu maka aku hanya bisa dukung. Tapi sekarang kayaknya belum bisa Sim, lo harus tetap ada di sini karena hanya lo yang bisa memimpin Departemen Bedah dan gue juga blm kembali pulih. Tidak ada yang ~"
" Dokter Han, saya seneng lho Dokter Han mampir kemari!"
Han seketika itu juga menghentikan ucapannya yang sebenarnya belu. selesai. Meskipun sedikit terkejut atas kemunculan Eida namun dia berusaha tersenyum.
" Oh halo Ei, kamu kayaknya lagi santai ya?"
" Ya lumayan lah, hari ini sedikit sepi jadi bisa sedikit santai Dok."
" Eida!"
" Ups!"
Gruduk gruduk
Kriiing
Eida mengucapkan kalimat keramat. Di rumah sakit pamali katanya berkata bahwa mereka sedang santai. Karena hal yang akan terjadi selanjutnya adalah kebalikannya
Dan benar saja, setelah Hasim meneriakkan nama Eida, ia mendapat panggilan operasi. Pun sama denga Eida. Keduanya pun segera berlari keluar meninggalkan Han yang masih duduk di dalam sana.
" Argggh kau ini Eida!"
" Maaf Dokter Hasim."
Han hanya tersenyum simpul. Kondisi tersebut tentu sudah pernah bahkan sering ia alami. Dan Han pun tidak ingin munafik bahwa di merindukannya.
" Mari kita pulang Gis?"
" Siap Pak Han!"
Han bersama Gista dan Alex melenggang melewati kesibukan departemen bedah. Mereka layaknya pemeran utama dalam film laga yang baru saja menghancurkan gedung belakang. Tegap dan melangkah dengan pasti.
" Buseet deh kenapa jadi sibuk amat ya? Oh iya apa yanh kalian obrolin tadi? Terus soal Eida~"
" Nggak sopan. Sangat nggak sopan. Dia menerobos masuk, padahal jelas-jelas dia tahu kan aku lagi ngobrol serius sam Hasim."
" Iya bener juga itu ya, tapi gue pikir lo punya hubungan yang sangat baik dan itu hal yang lumrah."
Han menggelengkan kepalanya cepat. Meskipun dia akrab dengan Eida, tapi selama ini Eida tidak pernah berani masuk ke dalam ruangan tanpa izin. Terlebih jika tahu dirinya tengah berbicara dengan seseorang.
Bahkan saat Han sedang dihampiri oleh Sintia pun, Eida tidak pernah ikut campur. Ia akan menunggu sampai Han bicara. Kecuali itu kondisi gawat darurat.
" Jadi gitu, semakin aneh aja tuh anak. Ah iya Gis, coba ceritakan hasil temuan temanmu. Nanti kita compare dengan hasil ku."
Pada akhirnya Alex mengantarkan Han dan Gista hingga sampai rumah. Dan Han menyuruh sopirnya untuk pulang lebih dulu. Mereka membicarakan berbagai hal tentang hasil pengamatannya terhadap Eida.
Dirasa cukup untuk hari ini, Gista pun disuruh pulang lebih dulu oleh Han. Ini masih pukul 3 sore, tapi Han meminta Gista untuk pulang awal.
Han rupanya mengingat soal cerita dari sang ibu bahwa Gista juga memiliki ibu yang sedang dalam kondisi sakit. Mala dari itu Han memutuskan untuk mengurangi jam kerja Gista.
Bruk
Han melemparkan tubuhnya di tempat tidur. Dia lalu memejamkan matanya yang sedikit terasa berat. Pikirannya kembali ke tingkah Eida yang memang mencurigakan.
Dari sudut pandang Han, Eida seperti tidak ingin dirinya berbicara dengan Hasim. Padahal mereka hanya lah temu kangen karena lam tak jumpa.
Meksipun tidak jelas, Han juga merasakan reaksi orang-orang tadi saat dirinya berkunjung ke departemen bedah seperti tidak nyaman.
" Alex, apa dia sudah lihat kamera pengawas ya. Selain sebelum kecelakaan, kayaknya aku harus lihat juga rekaman cctv pasca kecelakaan. Melihat reaksi orang-orang, mereka kayak terkejut pas aku datang. Apa mungkin mereka nganggap aku nggak akan pernah muncul lagi? Berarti kalau kayak gini, mungkin saja acara yang akan dibuat nanti benar-benar akan jadi cara yang tepat."
Sreet
Han mengambil ponselnya dan ingin menulis pesan kepada Alex. Tapi dia urung dan lebih memilih unyuk melakukan panggilan.
" Lex, coba lo lihat cctv ci departemen bedah selama pasca kecelakaan. Mungkin ada petunjuk di sana."
" Oke Han, bakal gue lakuin. Ah iya Han, ada sedikit masalah. Sintia, wanita itu tadi nemuin gue habis gue nganter lo ma Gista. Doi kepo kenapa lo ada di rs."
" Terus?"
" Ya gue nggak bilang apa-apa gue cuekin dia lah."
Han membuang nafasnya kasar. Sintia, wanita itu masih belum berhenti juga untuk mengganggunya. Dia dokter, tapi Han rasa otaknya sedikit terganggu.
" Suruh dia ke psikiater. Kayaknya konslet tuh cewek."
" Doi obses banget ke lo kayaknya."
Han tidak ingin membahas Sintia. Pikirannya sudah penuh untuk saat ini. Dan dia tidak peduli dengan wanita yang ia anggap gila itu.
Baginya Sintia tak ubahnya seperti anak kecil yang sedang tantrum jika keinginannya tidak dipenuhi. Han menjadi sedikit heran mengapa Sintia bisa mendapatkan gelar dokternya. Tanpa Han ketahui bahwa akan ada sesuatu yang membuatnya lebih pusing lagi yang disebabkan oleh wanita itu kedepannya nanti.
TBC
Lanjuut