Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Duhai Allah, jika Yura adalah tulang rusukku, tercipta hanya untukku, jika dia adalah jodohku, lembutkan hatinya untuk menerimaku, serahkan dia padaku. Bantu aku menjaganya dalam genggamanku. (Juna)
****
Lamat-lamat aku melihat cahaya lampu temaram di kamar mas Juna, pintunya yang sedikit terbuka membuatku tahu apa yang sedang pria itu lakukan.
Tidak biasanya dia bangun di jam sepertiga malam terakhir dan mas Juna melakukan tahajud?
Sejak kapan?
Kenapa selama ini aku tidak tahu kalau dia? Ah..
Ternyata benar apa kata pepatah, tidak semua yang nampak buruk itu buruk, dan tidak semua yang nampak baik itu terlihat baik.
Karena hanya Allah dzat yang maha mengetahui.
Dan entah kenapa ingin rasanya aku tetap bertahan di sini, melihat pemandangan indah di hadapanku, kakiku juga seakan tak bisa ku angkat.
Aku senang melihat mas Juna melakukan itu.
Tapi ngomong-ngomong doa apa yang ia panjatkan dalam sujudnya?
Aku segera bersembunyi ketika mas Juna sudah mengakhiri sholat serta doanya, takut jika keberadaanku di ketahui olehnya.
Diam di tempat hingga satu menit berlalu, ku dengar mas Juna mulai mengucapkan basmallah.
Karena penasaran, diam-diam aku pun mengintip apa yang pria itu lakukan selanjutnya.
Di luar prediksiku, ternyata mas Juna membaca mashaf Al-Qur'an. Aku tahu betul surat yang sedang ia baca.
Al-Mulk, yang merupakan surat favoritku.
Lantunannya tak begitu indah, tapi cukup bagus di mana yang ku tahu mas Juna jarang sekali membaca Al-Qur'an. Bahkan nyaris tidak pernah membacanya dalam sebulan.
Jangankan membaca atau mempelajari, menyentuhnya saja sepertinya tidak pernah.
Aku bisa bilang begitu sebab aku memang tak pernah melihat mas Juna membuka kitab milik umat muslim itu.
Karena aku begitu menikmatinya, aku enggan untuk beranjak dari sini. Aku ingin mendengarnya lebih lama, bukan karena siapa yang baca, tapi aku merasa seakan tidak sendiri jika membaca sendiri ataupun mendengar surat itu di bacakan oleh orang lain.
Tanpa sadar aku bergerak menyandarkan punggung pada dinding sebelah kusen pintu kamar mas Juna, tubuhku luruh dan terduduk di lantai dengan mata terpejam.
Sampai bacaan berakhir, aku bergegas bangkit, lalu dengan cepat lari dari sana dan masuk ke kamarku.
Jelas gengsi kalau ketahuan aku menikmati suaranya.
Ckckk... Dan gara-gara mas Juna, aku yang juga ingin membaca Qur'an usai qiyamul lail jadi batal karena hanyut mendengar lantunan yang keluar dari mulutnya.
Tidak-tidak, bukan gara-gara dia, ini salah aku sendiri karena kehausan dan malah menguping setelah ambil minum dari dapur.
Pelan ku tutup pintu kamarku.
Masih dengan napas agak terengah, ku langkahkan kaki menuju sajadah yang masih membentang.
Adzan subuh sudah berkumandang, aku melakukan solat sunah dua roka'at terlebih dulu sebelum menjalankan sholat subuh.
Banyak doa yang ku ucap termasuk meminta kemantapan hati dengan pilihanku.
Mas Hasan, semoga dia adalah pria yang tepat untukku.
****
"Ini bekalnya, sayang" Kata mama, saat aku selesai sarapan.
"Makasih, mah"
"Hmm,, pulang jam berapa, nanti?"
"Seperti biasa, mah. Jam empat keluar dari kantor, sampai rumah insya Allah sebelum jam lima"
"Hati-hati di jalan, kalau pulangnya telat, segera kabarin mamah"
"Baik, mah"
"Di antar mas Juna, kan?"
"Enggak, mah. Aku di jemput teman, kebetulan teman sudah nunggu di luar"
"Ohh... Ya sudah, hati-hati"
"Oh ya, mah" Ku urungkan kaki ini untuk melangkah.
"Ada apa, nak?"
"Lusa ada pria yang pengin main kesini buat silaturrahmi sama papa mama, namanya Hasan, kami sedang ta'aruf. Apa boleh dia datang, mah?"
"Kamu ta'aruf?" Mama menatapku penuh selidik.
Aku mengangguk.
"Boleh" Sahut mama setelah sekian detik. Ada senyum yang terkesan getir, atau semacam di paksakan.
"Makasih, ya mah"
Lagi, mamah meresponku dengan senyum terpaksa.
Kuraih punggung tangan mama, lalu menyambar tas bekal di atas meja.
"Berangkat dulu, ya mah"
"Iya"
Aku tersenyum sebelum kemudian meninggalkan mama yang bergeming dengan sorot yang tak bisa ku tebak.
Melihat raut wajahnya, aku jadi merasa bersalah.
Mungkinkah beliau kecewa??
Tunggu!!
Mendadak ingatanku jatuh pada ucapan mas Juna kemarin tentang aku yang harusnya mempertimbangkan keinginan mama.
Tak hanya itu, kalimat-kalimat mas Juna kemarin seakan terus berebut masuk ke dalam ingatanku.
Mungkinkah maksud mas Juna adalah keinginan mama supaya aku menikah dengannya?
Aku tersenyum ironis dalam hati.
Tidak mungkin pria yang membenciku mau menikah denganku.
Menikah harus ada cinta, sementara aku dan mas Juna tidak ada perasaan apapun kecuali benci.
Bersambung
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya