seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Api yang Tak Terpadamkan
Ledakan yang mengguncang kota masih terdengar di kejauhan, tetapi di tengah kebakaran yang melanda gudang Dmitri, Quenn tahu waktu mereka semakin sempit. Pasukan Dmitri yang tersisa berlarian mencari perlindungan setelah serangan mendalam yang dilakukan Vincent dan Rina. Namun, ledakan itu juga memberi mereka waktu, waktu untuk mengubah arah permainan.
Quenn berdiri tegak di tengah lapangan yang kini dipenuhi debu dan asap. Matanya tajam menatap Boris yang kini berdiri dengan senyum licik, mengisyaratkan kepada pasukannya untuk mundur sedikit. Semua orang tahu bahwa ini bukan hanya tentang kemenangan, tetapi juga tentang menghancurkan kehormatan masing-masing.
"Semua ini akan berakhir malam ini, Quenn," kata Boris, suaranya tenang meskipun ketegangan jelas terasa di udara.
Quenn mengangkat senjatanya dengan tangan yang tidak bergetar sedikit pun. "Aku rasa itu hanya harapanmu, Boris. Aku belum selesai."
Dmitri, yang terikat di tanah, hanya bisa menyaksikan dengan tatapan mata penuh kebencian. Ia tahu bahwa setiap detik semakin mendekatkan dirinya pada kematian, tapi dia tak bisa berbuat banyak. Pasukannya yang dipimpin Boris telah menghadapi kekalahan, dan dia sendiri kini terjebak dalam permainan berbahaya ini.
---
Sementara itu, di lokasi gudang yang meledak, Rina dan Vincent terjebak dalam keheningan yang menakutkan. Mereka berhasil menanamkan bahan peledak, tetapi ledakan yang terjadi jauh lebih besar dari yang mereka rencanakan. Debu dan asap masih memenuhi udara, dan mereka tahu pasukan Dmitri pasti akan melakukan pengejaran.
"Vincent, kita harus keluar sekarang!" teriak Rina, melihat sekeliling dengan panik.
Vincent mengangguk, matanya berkilat dengan perasaan yang tak terdefinisikan. "Ada sesuatu yang salah di sini. Ledakan itu... terlalu besar. Dmitri tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja."
Mereka berlari ke arah pintu keluar, bersembunyi di balik dinding yang hancur. Tetapi sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, suara tembakan terdengar keras dari belakang mereka. Seseorang telah mengetahui posisi mereka.
"Di belakang!" Vincent berteriak, menarik Rina ke tempat perlindungan di balik tumpukan puing-puing. Mereka berdua menembak balasan, tetapi lawan mereka jauh lebih banyak.
"Rina, aku akan keluar dan mengalihkan perhatian mereka. Kau cari jalan keluar!" perintah Vincent.
"Tunggu, Vincent!" Rina mencoba menghentikannya, tetapi Vincent sudah bergerak, meninggalkan Rina dengan panik yang semakin meningkat.
---
Sementara itu, Quenn sudah berdiri di tengah lapangan terbuka, menghadap langsung pada pasukan Dmitri yang dipimpin oleh Boris. Pasukan itu terbelah menjadi dua kelompok, satu menunggu perintah dari Boris dan satu lagi bersiap untuk menyerang. Taktik ini adalah hal biasa bagi Dmitri, tetapi Quenn sudah mempersiapkan segalanya.
"Kau masih belum mengerti, bukan?" tanya Quenn dengan suara dingin. "Ini bukan tentang siapa yang lebih kuat, Boris. Ini tentang siapa yang lebih pintar."
Boris tertawa, senyum sinis tak hilang dari wajahnya. "Kau benar-benar berpikir bisa mengalahkanku begitu saja, Quenn? Aku telah menghabiskan bertahun-tahun membangun kekuatan ini. Tidak ada yang bisa menghentikanku."
Quenn melangkah maju dengan tenang. "Aku akan membuatmu mengerti bahwa semua yang kau bangun itu hanyalah istana pasir."
Tiba-tiba, dalam sekejap mata, Quenn bergerak dengan kecepatan yang hampir tak terlihat. Dalam hitungan detik, ia sudah berada di depan pasukan Dmitri, melepaskan tembakan yang membuat beberapa orang terjatuh. Namun, meskipun banyak yang terjatuh, Boris tidak mundur. Ia malah tertawa lebih keras, memberi perintah kepada anak buahnya untuk melancarkan serangan balasan.
"Serang!" teriak Boris, dan seketika itu juga, peluru melesat ke arah Quenn. Namun, dengan keahlian dan kelincahan luar biasa, Quenn menghindar dan bergerak cepat menuju Boris.
Tapi bukan hanya itu yang membuat suasana menjadi semakin mencekam. Quenn tahu bahwa tembakan yang dia lepaskan hanya sebatas menahan pasukan Dmitri, bukan untuk menghancurkannya sepenuhnya. Keahlian Boris dalam bertempur bukan hanya pada fisik, tetapi juga pada strategi yang sangat licik.
---
Di saat yang bersamaan, Vincent dan Rina terjebak dalam pengepungan. Mereka sudah kehabisan amunisi, dan langkah mundur tampaknya mustahil. Vincent tahu bahwa jika mereka bertahan lebih lama, mereka akan mati satu per satu.
"Rina, dengar!" teriak Vincent, wajahnya serius dan penuh tekad. "Kau harus kabur sekarang. Ini satu-satunya cara kita untuk menang."
"Apa yang kau maksud?" tanya Rina dengan ketegangan yang jelas terasa di suaranya.
"Kau pergi ke tim kita, kumpulkan semua data yang bisa kau temukan. Aku akan menahan mereka di sini." Vincent bersiap untuk bergerak, meskipun wajahnya menunjukkan kelelahan yang luar biasa. "Ini takkan lama, aku yakin kita bisa melawan mereka."
Rina menggeleng. "Aku tidak bisa meninggalkanmu, Vincent."
Vincent menarik napas panjang, matanya berkilat penuh tekad. "Ini bukan tentang kita. Ini tentang menghentikan Dmitri. Kau lebih cerdas dariku, Rina. Kau bisa menghancurkan mereka."
Rina melihat ke arah Vincent, akhirnya mengangguk, meskipun hatinya berat. "Baik. Tapi kau harus bertahan."
Vincent tersenyum tipis, tetapi senyum itu mengandung kepedihan. "Aku akan bertahan. Kau pergi sekarang, dan pastikan kita menang."
Rina berlari secepatnya, meninggalkan Vincent yang berbalik melawan pasukan Dmitri yang sudah semakin dekat. Sementara itu, Quenn yang terus bertarung dengan Boris, semakin merasakan ketegangan yang semakin memuncak.
---
Dalam pertempuran yang semakin intens ini, semuanya berubah dalam sekejap. Boris akhirnya melihat celah ketika Quenn terlambat menghindar, dan dalam sekejap, ia menembak. Namun, sebelum peluru itu mengenai sasaran, seseorang menembak Boris dari belakang.
"Jangan bergerak!" teriak suara yang familiar.
Vincent muncul, berjalan dengan cepat, pistol di tangan. "Aku pikir kita sudah selesai di sini."
Quenn tersenyum tipis, meskipun lelah. "Ternyata kau kembali, Vincent."
Dengan cepat, Rina juga muncul, membawa perangkat untuk menutup jalur komunikasi Dmitri dan pasukannya. "Semua jalur mereka sekarang terputus."
Boris, yang terluka parah, hanya bisa merangkak mundur. "Kalian mungkin menang malam ini, tapi ini belum berakhir. Kalian hanya menunda kehancuran yang akan datang."
Quenn menatapnya dengan dingin. "Kehancuran? Kami akan menghancurkanmu, Boris, dan semua yang kau bangun. Ini adalah akhir dari perjalanan panjangmu."
---
Dengan pasukan Dmitri yang tersisa tercerai-berai dan rencana mereka yang hancur, Quenn, Vincent, dan Rina tahu bahwa mereka telah memenangkan pertempuran besar. Namun, mereka juga tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Musuh yang lebih besar masih ada, dan perang ini akan terus berlanjut sampai mereka benar-benar menghancurkan akar dari kejahatan yang ada.
Namun satu hal yang pasti, mereka tidak akan berhenti. Karena bagi mereka, ini adalah perang untuk kehidupan yang lebih baik, perang untuk menghentikan kebrutalan, dan perang untuk menghukum orang-orang yang telah merusak dunia ini.