Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Pertemuan di Aula Kecil
Malam yang dingin menyelimuti istana ketika Aluna—dalam tubuh Seo-Rin—menghadiri undangan yang dikirimkan Putri Kang-Ji tadi pagi. Aula kecil yang terletak di sayap selatan istana dipilih sebagai lokasi pertemuan, sebuah tempat yang kerap digunakan untuk pertemuan pribadi jauh dari mata-mata penasaran. Aluna mengenakan hanbok berwarna biru lembut yang ia pilih dengan sengaja; tidak terlalu mencolok namun cukup anggun untuk mencerminkan posisinya sebagai satu-satunya selir Pangeran Ji-Woon.
Ketika ia tiba di aula, tatapan dingin Kang-Ji sudah menunggunya. Putri Mahkota duduk di kursi tinggi yang menunjukkan statusnya, dikelilingi oleh pelayan pribadi yang menjaga jarak. Namun yang membuat Aluna terkejut adalah kehadiran Joo Min-Seok, seorang bangsawan berpengaruh yang dikenal cerdik dan ambisius. Joo Min-Seok duduk santai di sisi aula, matanya yang tajam memerhatikan Seo-Rin sejak ia melangkah masuk.
"Selamat datang, Selir Seo-Rin," ujar Kang-Ji dengan senyum tipis yang sarat akan ketidak-ramahan. “Aku tidak menduga kau akan datang begitu cepat.”
Seo-Rin hanya membalas dengan membungkuk anggun. “Putri Kang-Ji, aku tidak berani menolak undangan Anda yang mendesak.”
Kang-Ji menatap Seo-Rin dengan tatapan penuh arti, seolah mencoba menilai seberapa besar nyali wanita yang berdiri di hadapannya. “Aku mendengar kau cukup sering menarik perhatian Pangeran akhir-akhir ini,” ucapnya tajam. “Namun, kuharap kau tidak lupa siapa yang memegang kendali di istana ini.”
Seo-Rin tersenyum tipis, namun di balik senyuman itu, pikirannya berputar cepat. Ia tahu betul bahwa undangan ini adalah taktik Kang-Ji untuk menekannya, mengingatkannya tentang posisinya yang tidak seberapa dibandingkan dengan seorang Putri Mahkota. Namun Aluna bukanlah Seo-Rin yang dulu. Ia telah bertekad untuk mengubah takdirnya.
“Aku tidak pernah lupa posisiku, Yang Mulia,” balas Seo-Rin dengan tenang. “Namun, sebagai istri yang dicintai oleh Pangeran, sudah menjadi tugasku untuk memastikan kebahagiaan beliau.”
Ucapan itu membuat Kang-Ji memerah karena marah, namun sebelum ia sempat membalas, tawa ringan terdengar dari sudut ruangan. Joo Min-Seok, yang sedari tadi memerhatikan dengan penuh minat, akhirnya membuka suaranya.
"Keberanianmu menarik, Nona Seo-Rin," katanya dengan nada mengejek namun penuh ketertarikan. "Jarang ada wanita yang berani berbicara seperti itu di hadapan Permaisuri."
Seo-Rin menoleh ke arah Min-Seok, matanya memancarkan ketenangan yang tidak biasa. “Tuan Joo, keberanian atau kebodohan, semua tergantung pada sudut pandang. Namun, seseorang yang tidak tahu batasnya sering kali akan terjatuh,” ucapnya dengan senyum tipis, membuat Min-Seok terdiam sejenak. Alih-alih tersinggung, Min-Seok malah semakin tertarik. Jarang sekali ia menemukan wanita yang tidak gentar di hadapan kekuasaan.
Kang-Ji, yang tidak tahan melihat Seo-Rin semakin berani, segera memotong. “Aku mengundangmu hari ini untuk mengingatkanmu akan batasan-batasanmu. Pangeran Ji-Woon tidak akan selalu dapat melindungimu. Terutama ketika ada nyawa yang sedang dipertaruhkan,” ujarnya sambil mengelus perutnya yang membuncit.
Seo-Rin menyipitkan matanya, menahan diri untuk tidak tersulut. Namun, Aluna melihat ini sebagai kesempatan. Ia melangkah maju, mendekati Kang-Ji dengan anggun. “Justru itulah alasan aku di sini, Yang Mulia,” katanya dengan nada yang lembut namun menusuk. “Aku ingin memperingatkan Anda tentang beberapa hal yang akan terjadi.”
Kang-Ji tertawa sinis. “Kau ingin memperingatkanku? Atas dasar apa seorang selir berani memberi nasihat pada Permaisuri?”
“Aku yakin Anda tahu bahwa aku memiliki sedikit kemampuan meramal,” Seo-Rin memulai, membuat Kang-Ji mengangkat alisnya. “Saya akan mengatakan sesuatu yang mungkin terdengar tidak masuk akal, tapi dalam beberapa hari ke depan, terjadi hal yang mungkin akan mempengaruhi kesehatan Anda. Ada seorang pelayan yang akan mencoba meracuni obat Anda dengan racikan yang salah. Anda mungkin ingin memeriksa obat-obatan Anda lebih hati-hati.”
Kang-Ji mendengus meremehkan. “Omong kosong! Kau pikir aku akan mempercayai omongan seorang wanita yang tidak tahu posisinya?”
Namun, Joo Min-Seok yang sedari tadi diam, menatap Seo-Rin dengan sorot penuh minat. Ada sesuatu dalam cara Seo-Rin berbicara yang membuatnya yakin bahwa wanita ini tidak berbicara sembarangan.
Tiga hari kemudian, kegemparan melanda istana. Seorang tabib istana menemukan adanya racun dalam obat yang disiapkan untuk Putri Kang-Ji. Pelayan yang bertanggung jawab segera ditangkap, dan Kang-Ji sendiri tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ucapan Seo-Rin terbukti benar, dan untuk pertama kalinya, Putri Mahkota mulai merasa gentar.
Di ruangannya, Aluna tersenyum puas. Ia tahu, ini baru langkah awal. Kini, ia telah menunjukkan kepada Kang-Ji bahwa ia bukan wanita yang bisa diremehkan. Dan yang lebih penting lagi, Joo Min-Seok kini semakin tertarik pada dirinya.
Saat matahari mulai tenggelam, Joo Min-Seok mengirim pesan kepada Seo-Rin, mengundangnya untuk berbicara secara pribadi. Senyum tipis terukir di wajah Aluna. Ia tahu, permainan baru saja dimulai. Jika ia bisa mendapatkan Joo Min-Seok sebagai sekutunya, ia akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk menghadapi intrik yang lebih besar di istana ini.
Dalam benaknya, Aluna hanya memiliki satu tujuan: mengubah takdir yang ia tulis menjadi sesuatu yang sepenuhnya berbeda. Dan ia tidak akan membiarkan siapa pun, termasuk Putri Kang-Ji, menghalangi jalannya.
*
Malam itu, Aluna memenuhi undangan Joo Min-Seok untuk bertemu di sebuah paviliun terpencil di sudut istana yang jarang dikunjungi orang. Di balik kecemerlangan istana yang gemerlap, paviliun itu tersembunyi dalam bayangan pohon-pohon tua, memberikan privasi yang sempurna bagi siapa pun yang ingin bertukar rahasia tanpa gangguan.
Aluna tahu bahwa pertemuan ini adalah kesempatan berharga. Joo Min-Seok, meski dikenal sebagai seorang pria yang ambisius dan penuh perhitungan, adalah sekutu potensial yang tidak bisa ia abaikan. Jika ia berhasil memenangkannya di pihaknya, maka rencananya untuk mengubah nasib Seo-Rin akan semakin kokoh.
Aluna tiba di paviliun dengan langkah yang tenang, ditemani oleh Jin-Ah yang setia. Namun, begitu mereka mencapai ambang pintu, Jin-Ah dipersilakan menunggu di luar oleh para penjaga yang ditempatkan oleh Min-Seok. Aluna hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan sebelum melangkah masuk sendirian.
Di dalam, Joo Min-Seok sudah menunggunya. Ia duduk santai di sebuah kursi, mengenakan jubah sutra berwarna merah gelap yang memantulkan cahaya lilin di sekeliling ruangan. Senyuman penuh arti terukir di bibirnya ketika ia melihat Seo-Rin melangkah masuk.
“Selamat datang, Nona Seo-Rin,” sapanya dengan nada yang penuh keramahan, namun Aluna tidak tertipu oleh kesan santai itu. Ia tahu, Min-Seok adalah pria yang selalu memiliki motif tersembunyi.
“Terima kasih atas undangannya, Tuan Joo,” balas Aluna dengan senyuman anggun. Ia menundukkan kepala sebagai tanda hormat, namun tetap menjaga tatapan matanya agar tidak teralihkan dari pria di hadapannya.
Min-Seok mengisyaratkan Aluna untuk duduk di kursi di seberangnya. Begitu ia duduk, Joo Min-Seok langsung memulai pembicaraan. “Aku harus akui, Nona Seo-Rin, kau telah membuatku terkesan dalam pertemuan kita sebelumnya. Keberanianmu di hadapan Putri Mahkota sungguh luar biasa. Jarang ada yang berani menantangnya secara langsung.”
Aluna hanya tersenyum tipis. “Terkadang, keberanian hanyalah nama lain dari kebodohan, Tuan Joo. Saya hanya berbicara apa yang saya ketahui.”
Min-Seok menyipitkan matanya, tatapannya tajam seolah mencoba menembus lapisan misteri yang menyelimuti wanita di hadapannya. “Tetapi kata-katamu ternyata benar, bukan? Racun itu benar-benar ditemukan di obat Permaisuri. Bagaimana kau bisa mengetahuinya?”
Aluna menatap Min-Seok dengan tenang, menimbang-nimbang apakah ia bisa mempercayai pria ini dengan rahasia kecilnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk membuka sedikit kartu yang dimilikinya. “Di istana ini, Tuan Joo, ada banyak hal yang tidak terlihat di permukaan. Saya hanya kebetulan memiliki ... insting yang baik.”
Min-Seok terkekeh pelan, namun nada tawanya mengisyaratkan bahwa ia tidak sepenuhnya percaya. “Kau adalah wanita yang menarik, Nona Seo-Rin. Namun aku tidak yakin kau hanya mengandalkan insting.” Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu menambahkan, “Bagaimana jika kita berbicara dengan lebih jujur? Aku bisa menjadi sekutu yang sangat berguna bagimu, jika kau bersedia bekerja sama.”
Aluna menyilangkan tangannya di pangkuan, seolah sedang berpikir. Dalam benaknya, ia tahu bahwa tawaran Min-Seok tidak datang tanpa harga. Namun, sekutu yang berpengaruh seperti Min-Seok bisa menjadi pelindung yang ia butuhkan untuk menghadapi ancaman dari Putri Kang-Ji dan para bangsawan lainnya yang mencoba menghancurkannya.
Bersambung >>>