IG ☞ @embunpagi544
Elang dan Senja terpaksa harus menikah setelah mereka berdua merasakan patah hati.
Kala itu, lamaran Elang di tolak oleh wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasihnya untuk ketiga kalinya, bahkan saat itu juga kekasihnya memutuskan hubungan mereka. Dari situlah awal mula penyebab kecelakaan yang Elang alami sehingga mengakibatkan nyawa seorang kakek melayang.
Untuk menebus kesalahannya, Elang terpaksa menikahi cucu angkat kakek tersebut yang bernama Senja. Seorang gadis yang memiliki nasib yang serupa dengannya. Gadis tersebut di khianati oleh kekasih dan juga sahabatnya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mengkhianatinya selama bertahun-tahun!
Akankah pernikahan terpaksa ini akan membuat keduanya mampu untuk saling mengobati luka yang di torehkan oleh masa lalu mereka? Atau sebaliknya, hanya akan menambah luka satu sama lainnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25 (After night, mencoba berdamai dengan keadaan)
Paginya, Senja yang telah membuka matanya duluan mendapati dirinya tanpa busana. Hanya sebuah selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya.
Senja mengingat kejadian semalam, bagaimana sampai akhirnya ia dan Elang melakukannya. Tanpa terasa bulir matanya lolos begitu saja dari mata indahnya. Tangannya mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya. Apa yang selama ini ia jaga dan akan di berikan hanya untuk laki-laki yang ia cintai dan mencintainya, kini sudah ia berikan untuk Elang, laki-laki yang tidak ia cintai dan tidak mencintainya namun berstatus sebagai suaminya.
Elang mulai mengerjapkan matanya. Di dengarnya sayup-sayup suara isak tangis Senja. Ia menoleh ke sisi lain tempat tidurnya dan dilihatnya punggung sang istri yang membelakanginya.
Elang memejamkan matanya, tangan kirinya memegangi pelipisnya, menguak kembali memory semalam. Ia langsung merutuki kebodohannya yang membiarkan akal sehatnya dikuasai oleh hawa nafsunya. Bagaimana bisa ia melakukan hal itu kepada Senja. Bagaimana ia akan bersikap kepada wanita yang kini sedang terisak di sampingnya tersebut. Ini tidak benar! Meskipun Senja istrinya, tapi tidak seharusnya ia melakukan hal itu sebelum ada cinta di antara keduanya. Lalu di sebut apa yang semalam terjadi? Khilaf? Ah Elang benar-benar merasa frustrasi.
"Senja..." Elang menarik tubuhnya hingga bersandar di sandaran tempat tidur. Ia melihat ke arah istrinya yang masih meringkuk membelakanginya. Rasa bersalah Elang semakin bertambah ketika telinganya mendengar dengan jelas bahwa istrinya sedang menangis.
Perempuan itu tak menyahut, ia langsung menekan suara isakan tangisnya ketika mendengar suara sang suami.
"Maafkan aku," ucap Elang, manik matanya tak berpaling sedikitpun dari gadis tersebut.
"Sudahlah, semua sudah terjadi. Tak perlu minta maaf. Bukan salah kamu juga. Apa yang terjadi bukan sebuah dosa. Kita sudah sah secara hukum dan agama. Kau berhak melakukan apapun terhadapku," ucap Senja dengan nada serak, tanpa menoleh apa lagi menatap suaminya.
"Aku..."
"Kau suamiku, tidak ada yang lebih berhak atas tubuhku selain dirimu. Hanya kau yang berhak mendapatkannya," ucap Senja sebelum Elang melanjutkan bicaranya. Semua hanyalah masalah waktu, cepat atau lambat jika suaminya meminta haknya, ia tak bisa menolak, karena itu kewajibannya sebagai seorang istri.
Hanya saja, Senja tak menyangka akan secepat ini, di saat mereka berdua masih dalam keadaan patah hati dan belum bisa menerima satu sama lain sepenuh hati.
"Aku tidak apa-apa," sambungnya.
Meskipun Senja mengatakan demikian, tetap saja Elang merasa tidak enak dan bersalah. Namun, jika bisa jujur, ada ketertarikan sendiri saat ia menatap gadis tersebut sejak pertama kali mereka bertemu di rumah sakit. Hanya saja, ia tak tahu apa itu. Dan... amazing sekali gadis berparas cantik tersebut mampu menggoyahkan keteguhannya. Bahkan dengan Bianca sekalipun ia tak pernah tergoda apalagi sampai kehilangan kendali. Padahal mantan wanitanya tersebut, acap kalai berpakaian seksi di depannya, namun sama sekali tak membuatnya khilaf untuk berbuat yang tidak seharusnya.
"Sudah mau subuh, aku mandi dulu," ucap Senja, ia mencoba bangun, membawa serta selimut yang menutupi tubuhnya.
"Haish," Senja mendesis menahan rasa perih fi area sensitifnya sehingga membuatnya mengurungkan niatnya untuk berdiri.
Tanggap dengan kondisi Senja, Elang langsung turun dari tempat tidurnya.
"Tunggulah di sini, biar aku yang menyiapkan airnya," ucapnya lalu melangkah menuju kamar mandi. Sampai di depan pintu kamar mandi, matanya melirik ke serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Ia menghela napasnya panjang. Dari situlah awal mula terjadi penanaman saham perdana yang ia lakukan.
"Airnya sudah siap," ucap Elang ketika ia kembali dari menyiapkan air. Senja langsung memalingkan wajahnya ketika melihat Elang yang berdiri di depannya hanya mengenakan celana boxer tanpa atasan. Dada mulus, perut kotak-kotak bak roti sobek yang menggiurkan jika di lihat terpampang nyata di depannya.
"Kenapa?" Elang tak mengerti dengan ekspresi istrinya, apa dia marah karena kejadian semalam sehingga tak mau melihat wajahnya.
"Kenapa kau bertelanjang dada di depanku?" jawab Senja tanpa menoleh. Mukanya memerah, sekelebat bayangan tentang kejadian semalam kembali membuat wajahnya memerah.
"Ada yang salah?"
"Apa kau tak malu bertelanjang dada di depanku seperti itu? Pakailah bajumu!" sahut Senja.
"Kenapa harus malu? Kau istriku, lagian kau sudah melihat yang lebih dari ini, mau lihat lagi biar terbiasa?" goda Elang, seringai tipis di bibir mengiringi ucapannya.
"Kau menyebalkan!" Senja melempari Elang dengan bantal.
"Tapi kau suka kan?" goda Elang lagi. Setidaknya suasana tak secanggung tadi.
"Tahu ah," wajah Senja yang memang sudah merona bertambah memerah mendengar ucapan Elang.
Tanpa permisi, Elang langsung membopong tubuh Senja yang masih tergulung di dalam selimut ala bridal style.
"Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!" Senja memukul dada bidang suaminya.
"Katanya mau mandi," ucap Elang sambil melangkah menuju kamar mandi.
"Aku bisa sendiri, turunkan aku! Lagian masih sakit,"
Elang tersenyum tipis mendengar kalimat terkahir Senja, entah apa yang di pikirkan perempuan bermanik cokelat tersebut.
"Percayalah kedua kalinya tak akan sakit," Elang semakin menggodanya.
"El...!"seru Senja ketakutan.
"Haha, separah itukah kau sampai ketakutan? Mandilah! Seperlunya saja jangan bersemedi, atau aku akan..." ucap Elang ketika sampai di dalam kamar mandi dan menurunkan Senja di sana.
"Iya iya, aku akan cepat," jawab Senja dengan cepat.
Elang berbalik badan lalu melangkah. Tak lupa ia menyeret selimut yang melingkari tubuh Senja untuk di bawa keluar sehingga kini Senja polos tanpa sehelai benangpun.
"El...!" teriak Senja, kesal dengan ulah Elang.
Elang tak menggubris teriakan Senja, ia keluar dan menutup pintunya.
Lagi-lagi laki-laki rupawan tersebut menghela napasnya dalam. Ia hanya mencoba berdamai dengan keadaan. Begitupun dengan Senja, ia juha sedang mencoba menerima keadaannya sekarang. Mereka hanya perlu menyesuaikan diri dengan takdir yang terasa sedang mempermainkan mereka.
Setidaknya meskipun tidak saling mencintai, mereka berusaha memperlakukan satu sama lain dengan baik.
Elang mendekati ranjang, ia melihat ada noda merah di sana.
"Maafkan aku," gumamnya, mengusap tengkuknya sambil senyum-senyum karena ternyata enak, pikirnya. Ia langsung menarik sprei tersebut dan menggantinya dengan yang baru. Terlalu malu untuk meminta bibi melakukannya.
🌼🌼🌼
Sementara Senja sedang mandi, Elang memakai kaos polos berwarna putih dan langsung mencari bibi untuk membersihkan pecahan kaca di kamarnya.
Raut muka bibi penuh dengan pertanyaan ketika melihat Serpihan-serpihan kaca tersebut. Namun, ia tak berani bertanya.
"Spreinya biar sekalian bibi cuci Tuan muda," ucap Bibi ketika melihat gulungan sprei di pojokan.
"Ti tidak perlu, biar nanti saya sendiri uang mencucinya," tolak Elang. Apa kata bibi jika ia yang mencucinya.
"Tapi tuan muda, itu tugas bibi,"
"Bibi jangan banyak bicara, bersihkan kaca-kaca itu dan segera pergi dari sini. Jangan sampai ada yang melihat bibi membuang itu," pesan Elang, karena jika ada yang tahu, pasti mereka akan mencercanya dengan segudang pertanyaan, terutama kedua orang tuanya.
"Baik tuan, bibi permisi!" ucap Bibi dengan terus melirik ke arah sprei tersebut. Hatinya tak tenang sebelum rasa penasarannya terjawab. Pasti ada sesuatu, yang membuat tuan mudanya rela mencuci spreinya sendiri.
"Oh astaga!" bibi menutup mulutnya setelah menemukan dugaan atas pertanyaannya sejak tadi tepat sebelum tangannya memegang handle pintu. Ia menoleh ke arah Elang.
"Apa?" tanya Elang jutek seraya tangannya berkacak pinggang.
"Tidak apa-apa tuan muda, bibi permisi!" sahut bibi. Kemudian ia memegang handle pintu dan tersenyum.
"Sepertinya sudah cetak gol," gumam bibi senyum-senyum.
"Bibi...!" peringat Elang.
"Iya tuan muda, bibi keluar," ucap bibi langsing keluar terbirit-birit. Takut jika tuan mudanya akan marah.
"Sial!" umpat Elang menahan malu.
🌼🌼🌼
💠💠Selamat membaca para kesayangan author... jangan lupa Like komen, tip dan votenya.. serta pencet ❤️ nya buat author..terima kasih🙏🙏
salam hangat author 🤗❤️❤️💠💠